The Relationship of Carbohydrate Intake and Physical Activity with Fasting Blood Glucose Levels of Type 2 Diabetes Mellitus Patients

Authors

  • Petrus Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia
  • Suwarni Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia
  • Wa Ode Haerani Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.36990/hijp.v15i3.1047

Keywords:

Diabetes mellitus, Physical activity, Carbohydrate intake

Abstract

Diabetes Mellitus (DM) is a collection of metabolic diseases characterized by hyperglycemia due to damage to insulin secretion, insulin performance, or both. Dibetes mellitus disease is closely related to blood glucose levels, especially in type 2 Diabetes mellitus, Type 2 Diabetes mellitus is a condition when blood sugar in the body is not controlled due to impaired sensitivity of pancreatic cells to produce the hormone insulin. This study aims to determine the relationship between carbohydrate intake and physical activity with blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus. This study is an analytical descriptive study with a cross sectional approach, the response of this study was type 2 diabetes mellitus patients in Puakesmas Puuwati, Kendari City, which obtained a total of 31 case responses. The response retrieval technique uses purposive sampling, while the statistical test used is the Chi-square test. The results of this study showed that most of the 61.3% of respoden carbohydrate intake was in the deficient category. 54.8% of the physical activity of the respondents was in the sufficient category and 58.1% of the nutritional status of the respondents was in the normal category. There was no relationship between carbohydrate intake (p = 0.595), physical activity (p = 0.406) with blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus at Puuwatu Health Center in Kendari city.

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin, atau keduanya. Penyakit dibetes melitus sangat erat kaitannya dengan kadar glukosa darah terutama pada diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe 2 adalah kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel pankreas untuk menghasilkan hormon insulin (Galicia-Garcia et al., 2020).

Penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Dampak dari Diabetes Mellitus terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan cukup besar, sehingga sangat diperlukan program pengendalian DM tipe dua (International Diabetes Federation, 2019).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 prevalensi DM di UPTD Puskesmas Puuwatu mencapai 21% dari populasi pada usia ?15 tahun ke atas. Berdasarkan data yang diperoleh dari UPTD Puskesmas Puuwatu memiliki penderita DM tipe 2 yang terus meningkat sejak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu sebanyak 469 kasus di tahun 2017, 618 di tahun 2018 dan 751 kasus di tahun 2019 (Tim Riskesdas 2018, 2019).

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa DM merupakan penyakit degeneratif yang selalu ada dalam daftar 10 penyakit tidak menular. Pada tahun 2015 penyakit DM menempati urutan ke-9, dan pada tahun 2016 menempati urutan ke-4 dengan jumlah kasus sebesar 2.983. Hal tersebut menunjukkan meningkatnya jumlah penderita DM setiap tahunya dikarenakan adanya fenomena global yang timbul akibat pola makan dan gaya hidup masyarakat yang berubah makin praktis dan serba cepat (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2023).

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa demografi, faktor perilaku dan gaya hidup, serta keadaan klinis atau mental berpengaruh terhadap kejadian DM Tipe 2. Berdasarkan analisis data Riskesdas tahun 2018 didapatkan bahwa prevalensi DM tertinggi terjadi pada kelompok umur di atas 45 tahun sebesar 12,41%. Analisis ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan kejadian DM dengan faktor risikonya yaitu jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang, dan umur (Aisyah, 2021).

METODE

Penelitian observasional ini merupakan kajian potong lintang pada populasi sebanyak 128 orang, sesuai dengan data penderita DM di Puskesmas Puuwatu, Kota Kendari. Kriteria inklusi ditetapkan: 1) bersedia menjadi responden, dan 2) telah menderita DM tipe 2 sekurang-kurangnya 1 tahun. Teknik pengambilan respoden menggunakan metode purposive sampling. Total respoden sebanyak 31 responden. Terdapat lembar Persetujuan Setelah Penjelasan sebagai upaya manajemen etika penelitian.

Pengumpulan Data

Data asupan karbohidrat dan aktivitas fisik menggunakan kuesioner. Asupan karbohidrat dari konsumsi makanan dan aktivitas fisik yang dilakukan sejak 3 hari yang lalu. Hasil kuesioner diinterpretasikan dengan kriteria asupan karbohidrat: kurang, cukup, lebih, dan aktivitas fisik: rendah, sedang, berat.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik untuk menjabarkan data deskriptif, dan metode uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara variabel.

HASIL

Tabel 1. Distribusi Berdasarkan Karakteristik

Tabel 1 distribusi karakteristik respoden pasien penyakit DM tipe 2 di UPTD Puskesmas Puuwatu menujukkan bahwa respoden berdasarkan jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 19 orang (61,3%). Karakteristik respoden berdasarkan usia yakni sebagian besarrespoden berusia 51-60 tahun yaitu sebanyak 10 orang (32,3%). Karakteristik respoden berdasarkan tingkat Pendidikan terbanyak merupakan lulusan SMA yaitu sebanyak 24 orang (77,4%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Karbohidrat

Tabel 2 dapat dilihat bahwa lebih dari sebagian besar respoden, memiliki asupan karbohidrat kurang yaitu sebesar 61,3% (n=19). Sementara itu sisanya, memiliki asupan karohidrat yang cukup yaitu sebesar 38,7% (n=12). Berikut adalah distribusi frekuensi asupan karbohidrat pada respoden. Sebagian besar responden, memiliki aktivitas fisik yang sedang yaitu sebesar 54,8% (n=17). Sementara sisanya memiliki aktivitas fisik rendah yaitu sebesar 45,2 (=14). Memiliki kadar glukosa darah tinggi yaitu sebesar 58,1% (n=18). Sementara sisanya memiliki kadar glukosa darah normal yaitu sebesar 41,9% (n=13).

Tabel 3. Analisis Statistik Chi-square

Tabel 3 bahwa 12 orang respoden memiliki asupan karbohidrat normal dengan Diabetes Mellitus tinggi 44,4%. Dan dari 19 orang respoden dengan asupan karbohidrat kurang memiliki 55,6%. Hal tersebut terlihat bahwa respoden dengan asupan karbohidrat kurang lebih cenderung memiliki kadar glukosa darah tinggi. Selain itu, data 14 orang respoden memiliki aktivitas fisik kurang dengan kadar glukosa darah tinggi 50,0%. Serta dari 17 orang respoden dengan aktivitas fisik sedang yang memiliki kadar glukosa darah tinggi yakni 50,0%. Hal tersebut terlihat bahwa respoden dengan aktivitas fisik cukup cenderung memiliki kadar glukosa darah tinggi. Dengan hasil analisis statistic menunjukan nilai P- value sebesar 0,406.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dan diabetes mellitus tipe 2. Meskipun penemuan ini mungkin mengejutkan dan tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya, penting untuk mencermati perbedaan konteks populasi, metode pengukuran, dan faktor-faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi hasil. Penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Nurgajayanti et al. (2017) yang menemukan hubungan signifikan antara asupan karbohidrat dan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. Hasil yang berbeda mungkin disebabkan oleh variasi karakteristik sampel, perbedaan dalam metode pengukuran aktivitas fisik, dan kerangka waktu penelitian yang berbeda. Selain itu, faktor genetik dan perbedaan dalam kebiasaan makan lokal juga dapat memainkan peran dalam perbedaan hasil antara studi ini dan penelitian sebelumnya (Frankilawati & Sudaryanto, 2014).

Perbedaan hasil antara penelitian ini dan studi sebelumnya dapat dipahami melalui beberapa konteks yang berbeda. Perbedaan dalam karakteristik populasi, termasuk demografi, kebiasaan makan, dan faktor-faktor genetik, mungkin memainkan peran dalam hasil yang bertentangan (Nurgajayanti et al., 2017). Variasi ini menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks unik populasi saat menafsirkan hasil penelitian terkait diabetes melitus tipe 2. Selain itu, perbedaan dalam metode pengukuran asupan karbohidrat dan aktivitas fisik dapat memberikan kontribusi pada perbedaan hasil. Metode yang berbeda, seperti penggunaan alat pengukuran yang berbeda atau teknik yang berbeda, dapat memengaruhi hasil dan perlu diperhitungkan dalam menganalisis temuan penelitian.

Pentingnya studi lanjutan terletak pada validasi dan generalisasi hasil penelitian ini. Penelitian yang lebih mendalam dengan pengukuran yang lebih teliti, kontrol yang lebih baik terhadap faktor-faktor confounding, dan penelitian dengan durasi yang lebih panjang diperlukan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungan antara aktivitas fisik, asupan karbohidrat, dan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2. Studi lanjutan yang mempertimbangkan faktor-faktor budaya, lingkungan, dan perilaku hidup sehat akan membantu membentuk pandangan yang lebih holistik tentang kompleksitas diabetes melitus tipe 2 (Murtiningsih et al., 2021).

Hasil dari penelitian ini bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan kejadian DM tipe 2. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya Hariyanto (2013) yang juga tidak menemukan korelasi antara aktivitas fisik dan risiko diabetes melitus. Kesesuaian hasil antara penelitian ini dan penelitian sebelumnya dapat diartikan sebagai konsistensi dalam literatur ilmiah terkait dampak aktivitas fisik terhadap kejadian diabetes melitus, utamanya glukosa darah puasa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Desi et al. (2018) dengan Hasil analisis antara variabel aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan, akan tetapi semakin ringan aktivitas fisik yang dilakukan lebih cenderung berisiko sampai enam kali untuk terkena diabetes melitus tipe 2, sedangkan responden yang melakukan aktivitas fisik sedang justru dapat mengurangi risiko terkena diabetes melitus tipe 2.

Hasil uji tidak signifikan kemungkinan adanya bias. Adapun salah satu bias yang mungkin terjadi adalah bias informasi, responden lupa mengingat aktivitas fisik yang rutin dilakukan serta lamanya mengerjakan aktivitas tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat, dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Puuwatu, Kota Kendari.

Kekurangan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan jumlah sampel yang mungkin tidak mencakup keragaman yang cukup, serta metode pengukuran yang memiliki kelemahan tertentu.

References

Aisyah, I. D. (2021). Analisis faktor resiko kejadian Diabetes Melitus Masyarakat Di Indonesia (Analisis Data Riskesdas tahun 2018) [Undergraduate Thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara]. http://repository.uinsu.ac.id/13061/

Desi, D., Rini, W. N. E., & Halim, R. (2018). Determinan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kelurahan Talang Bakung Kota Jambi. Jurnal Kesmas Jambi, 2(1), Article 1. https://doi.org/10.22437/jkmj.v2i1.6539

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. (2023). Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2022. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Frankilawati, D. A. M., & Sudaryanto, A. (2014). Hubungan Antara Pola Makan, Genetik Dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan, Surakarta [Undergraduate Thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta]. https://doi.org/10/BAB_VI.pdf

Galicia-Garcia, U., Benito-Vicente, A., Jebari, S., Larrea-Sebal, A., Siddiqi, H., Uribe, K. B., Ostolaza, H., & Martín, C. (2020). Pathophysiology of Type 2 Diabetes Mellitus. International Journal of Molecular Sciences, 21(17), Article 17. https://doi.org/10.3390/ijms21176275

Hariyanto, F. (2013). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Pasien DIabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Tahun 2013 [Undergraduate Thesis]. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

International Diabetes Federation. (2019). IDF Diabetes Atlas Ninth edition 2019. International Diabetes Federation.

Murtiningsih, M. K., Pandelaki, K., & Sedli, B. P. (2021). Gaya Hidup sebagai Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2. E-CliniC, 9(2), Article 2. https://doi.org/10.35790/ecl.v9i2.32852

Nurgajayanti, C., Kurdanti, W., & Setiyobroto, I. (2017). HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASUPAN KARBOHIDRAT, SERAT DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS JETIS KOTA YOGYAKARTA [Undergraduate Thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta]. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/226/

Tim Riskesdas 2018. (2019). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LPB).

Published

2023-12-30

How to Cite

Petrus, P., Suwarni, S., & Haerani, W. O. (2023). The Relationship of Carbohydrate Intake and Physical Activity with Fasting Blood Glucose Levels of Type 2 Diabetes Mellitus Patients. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(3), e1047. https://doi.org/10.36990/hijp.v15i3.1047

Issue

Section

Original Research

Citation Check

Most read articles by the same author(s)