Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Dan Daun Jambu Biji Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Penyebab Abses Periodontal

Authors

  • Fitri Iman Sari Universitas Prima Indonesia, Indonesia
  • Sri Ayuni Citra Universitas Prima Indonesia, Indonesia
  • Rapael Ginting Universitas Prima Indonesia, Indonesia
  • Mafe Robby Simanjuntak Universitas Prima Indonesia, Indonesia
  • Pahala Maringan J Simangunsong Universitas Prima Indonesia, Indonesia

Keywords:

Abses periodontal, daun jambu biji, daun sirih, staphylococcus aureus

Abstract

Dental caries and periodontal disease are recognized as the top oral health problems in developing and developed countries that affect about 20-50% of the world's population. Staphylococcus aureus is one of the bacteria that causes periodontal abscess. Periodontal abscess is an infectious disease that damages the supporting tissues of the teeth. Betel leaf contains active components such as essential oils and antimicrobial substances such as eugenol, kavikol, cavibetol, tannin, karvakol, kariofilen, hydroxykavikol and ascorbic acid. Guava leaves have a variety of active compounds, including tannins, triterpenoids, flavonoids, and saponins so that guava leaves have properties such as antidiarrheal, antibacterial, curative effect, and influence on periodontal disease. Both leaves have been shown to have antibacterial effects. The purpose of this study was to determine the effectiveness of betel leaf and guava leaf extract in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus causes periodontal abscess in humans. This research is a quasi-experimental design with posttest only with control group design. The sample used was Staphylococcus aureus. Inhibition test using disk diffusion technique. Extracts of betel leaf and guava leaf were made by maceration technique with concentrations of 25%, 50%, 75%, and 100% and were repeated four times. The results of the antibacterial test showed that 100% concentration was the optimal concentration of inhibitory power on betel leaf and guava leaf. And guava leaves have a greater inhibitory power than betel leaves.test results One Way Anova obtained p value: <0.001 (p<0.05) for betel leaf extract and p: <0.001 (p<0.05) for guava leaf extract. This shows that there is a significant difference in the area of ??the inhibition zone between the concentration of 25%, 50% concentration, 75% concentration, 100% concentration, positive control, and negative control on betel leaf extract and guava leaf extract. In conclusion, betel leaf and guava leaf extracts were effective in inhibiting the growth of Staphylococcus aureus.

PENDAHULUAN

WHO (2021) menyebutkan bahwa kesehatan mulut seperti karies gigi, penyakit periodontal (gusi), kehilangan gigi, kanker mulut, trauma orto-dental, cacat lahir seperti bibir sumbing dan langit-langit mulut merupakan indikator kunci dari kesehatan dengan menyeluruh, kesejahteraan dan kualitas hidup. Karies gigi dan penyakit periodontal secara historis dikenal sebagai beban kesehatan mulut teratas di negara berkembang dan maju yang mempengaruhi sekitar 20-50% penduduk dunia ini dan alasan utama kehilangan gigi (Haque, Sartelli and Haque, 2019). Penyakit periodontal tak jarang menimbulkan abses. Ciri-ciri  penyakit ini biasanya diperlihatkan melalui terdapatnya plak bakteri yang menempel pada gigi, kemudian daerah sekitar gigi mengalami pembengkakan, merah dan terkadang berdarah (Amaliya et al., 2021).

Kondisi abses dapat menjadi kronis jika ketahanan tubuh pada keadaan yang kurang baik dan virulensi bakteri relatif tinggi. Terdapatnya bakteri pada jaringan periapikal, mengakibatkan timbulnya respon keradangan untuk datang ke jaringan yang sudah terinfeksi tersebut, akan tetapi dikarenakan keadaan tubuh yang tengah kurang baik, dan virulensi bakteri yang relatif tinggi, sehingga tercipta keadaan abses dmana menjadi hasil yang diperoleh pada sinergi dari bakteri Streptoccocus mutans dan Staphylococcus Aureus (Karno, Yuwono and Respati, 2018). Staphylococcus Aureus ialah bakteri gram positif (Dewi et al., 2019). Bakteri gram positif mempunyai stuktur membran sel dengan lapisan tunggal sehingga lebih rentan terhadap efek penghambatan ekstrak daun (Bhalerao et al., 2013).

The Global Burden of Disease Study 2017 memperkirakan bahwa penyakit mulut merupakan penyakit yang dialami 3,5 miliar orang di seluruh dunia (WHO, 2021). Individu yang menderita abses periodontal ialah suatu kasus darurat ketiga yang kerap dijumpai di masyarakat dimana memiliki persentase hingga 7-14% sesudah abses dentoalveolar akut (14-25%) dan perikoronitis (10-11%) di klinik gigi (Paddmanabhan et al., 2019).  Data di Amerika Serikat dan Eropa memperlihatkan bahwa Staphylococcus aureus ialah bakteri patogen paling sering menyebabkan infeksi dimana memiliki prevalensi 18- 30%, akan tetapi pada wilayah Asia Staphylococus aureus dan Pseudomonas aeruginosa mempunyai angka kejadian infeksi yang nyaris setara (Mehraj et al., 2014; Tong et al., 2015). Sebuah studi cross-sectionalretrospektif yang dilakukan Chennai, India, menunjukkan prevalensi abses periodontal di antara pasien yang melapor ke Dental University Hospital ada sebanyak 86.000 pasien pada Juni 2019 dan Maret 2020. Insiden abses periodontal lebih tinggi pada laki-laki (68,2%) dibandingkan perempuan (31,8%) (Labh et al., 2020). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data hasil yang diperoleh melalui riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menguraikan bahwa proporsi paling besar dalam permasalahan gigi yang terjadi di Indonesia yakni gigi rusak/berlubang/sakit memiliki persentase hingga 45,3%. Akan tetapi persoalan terkait kesehatan mulut yang sebagain besar penduduk Indonesia alami yakni gusi bengkak dan/atau keluar bisul (abses) yang mencapai 14% (Kemenkes RI, 2018). Di Sumatera utara proporsi gigi rusak/berlubang/sakit yaitu 43,1% akan tetapi proporsi gusi bengkak/keluar bisul (abses) memiliki persentase 11,8%. Dan di kota Medan proporsi gigi rusak/berlubang/sakit yaitu 39,15% dan yang mengalami gusi bengkak/keluar bisul (abses) sebanyak 11,01% (Riskesdas, 2018).

Pertumbuhan bakteri umumnya diatasi menggunakan antibiotik, dimana antibiotik ialah golongan obat yang dipergunakan dalam mengatasi dan melakukan pencegahan terhadap infeksi bakteri. Berdasarkan studi yang dilakukan di Jakarta guna melihat diagnosa penyakit gigi dan mulut, diketahui bahwa penyakit abses periodontal dari semua responden dokter menyebutkan memberikan obat antibiotik untuk mengatasinya (Tuslaela and Dannys Permadi, 2018). Masyarakat Indonesia banyak mengenal pengobatan secara herbal untuk meredakan penyakit. Salah satunya yakni daun sirih. Daun sirih berpotensi sebagai alternatif untuk daya hambat pertumbuhan bakteri dan pengobatan penyakit misalnya sakit gigi, sariawan, abses rongga mulut, luka pada kulit karena di dalamnya terkandung minyak atsiri yang menjadi komponen utama di dalam minyak atsiri ialah fenol dan senyawa turunan dari minyak tersebut yaitu kavikol dimana mempunyai daya hambat bakteri (Sunarta, Rusmiany and Ernawati, 2019). Tanaman lain yang dikenal sebahai herbal yakni daun jambu biji yang mana daun jambu biji mempunyai kemampuan antibakteri karena bisa mengakibatkan suatu hambatan kepada  pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dimana memiliki daya hambat yang kuat (Pramadita, 2020).

Di dalam riset yang dijalankan oleh Zuhaira et al. (2018) menyatakan bahwa ekstrak daun sirih terbukti efektif kepada bakteri gram-positif (Staphylococcus aureus, Streptococcus Pyogenes, and Bacillus subtilis) dan gram-negatif (Eschericia coli, Pseudomonas auruginosa, and Salmonella typhi. Hasil riset yang dijalankan oleh Marlisa (2019) bahwa ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dianggap mempunyai daya hambat kepada Staphylococcus aureus melalui terciptanya zona terang yang berada di sekeliling sumuran pada konsentrasi 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, dan 3%. Penelitian tersebut sejalan terhadap penelitian yang dilakukan Olla (2019) bahwa ekstrak daun sirih yang memiliki konsentrasi 50% mempunyai daya hambat sedang dan pada konsentrasi 75% mempunyai daya hambat yang kuat. Kemudian pada ekstrak daun sirih dijumpainya senyawa antibakteri yang efektif untuk mengakibatkan terhambatnya bakteri Staphylococcus aureus. Didapati konsentrasi ekstrak daun sirih yang berefek antibakteri terefektif yakni di dalam konsentrasi 25% melalui maserasi  (Bustanussalam et al. 2015).

Dari hasil yang diperoleh pada riset yang dijalankan oleh Harianto (2020) bahwa ekstrak daun jambu biji memiliki aktivitas antibakteri dan bisa mengakibatkan terhambatnya bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dalam bertumbuh. Kemudian hasil yang diperoleh pada riset yang dilakukan oleh Yulisma (2018) yang menguji efektivitas anti bakteri ekstrak daun jambu biji kepada pertumbuhan Staphylococcus aureus bahwa ekstrak daun jambu biji memiliki daya hambat pada konsentrasi 50%. Pada penelitian Falaro & Tekle (2020) menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji mempunyai zona hambat maksimum sebesar 21 mm pada Staphylococcus aureus dalam 1ml ektrak daun jambu biji. Dan dalam riset yang dijalankan oleh Abdullah et al. (2019) menggambarkan bahwa ekstrak daun jambu biji mempunyai aktifitas dalam mengakibatkan terhambatnya Staphylococcus aureus dalam bertumbuh dalam konsentrasi 200mg/ml dengan zona hambat 14,25 mm. Sedangkan riset yang dijalankan oleh Minasari, et al (2016) menguraikan bahwa ekstrak daun jambu biji mempunyai aktivitas yang mengakibatkan terhambatnya bakteri dalam konsentrasi 1,56% dan 3,125% kepada pertumbuhan Staphylococcus aureus yang pengisolasiannya terhadap abses.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Kumari and Bhattacharya (2017) di Institut Bioteknologi di India yang menguji ekstrak daun sirih dan lemon menyebutkan bahwa ekstrak uji yang berasal dari daun sirih menunjukkan penghambatan yang nyata dari patogen pada konsentrasi tinggi. Riset lain yang dijalankan oleh Sonar et al.(2018) di Dental College and Hospital, India diketahui bahwa ekstrak daun jambu biji adalah agen antibakteri yang terbukti untuk mengobati infeksi bakteri sistemik. Ekstrak daun jambu biji efektif melawan patogen periodontal dan dapat digunakan untuk mengobati penyakit periodontal karena daun jambu biji di dalamnya terkandung minyak atsiri, flavonoid, saponin, nerolidiol, sitosterol, ursolat, crategolic yang memiliki kemampuan anti bakteri.

Berdasar kepada hasil yang diperoleh pada riset sebelumnya diketahui bahwa daun sirih maupun daun jambu biji memiliki potensi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri, baik bakteri jenis Staphilococcus aureus maupun jenis bakteri yang lain. Untuk itu, peneliti tertarik meneliti terkait efektivitas ekstrak daun sirih dan daun jambu biji untuk mengakibatkan terhambatnya bakteri Staphylococcus aureus penyebab penyakit abses periodontal bertumbuh pada manusia.

METODE

Riset ini berupa quasi experiment dengan menerapkan rancangan The Post-test only with control group design. Penelitian ini, dilakukan di Laboratoriun Biomolekuler dan Parasitologi di Universitas Prima Indonesia, yandilaksanakan pada Mei – Juni 2022. Populasi penelitian menggunakan tujuh kelompok, yaitu konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%, control positif Ciproflaxacin dan control negatif aquadest. Sampel pada Penelitian ini berupa biakan bakteri Staphylococcus aureus.

Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah variabel dengan lebih dari dua kelompok yang tidak berpasangan, sehingga digunakan uji statistic parametrik One Way Anova. Kemudian dilanjutkan analisis Post Hoc Games Howell.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengujian daya hambat bakteri menggunakan metode disk difusi dengan cara yaitu, membagi cawan petri menjadi empat bagian dan beri label di bagian bawah cawan petri berdasarkan ekstrak konsentrasi daun sirih dan jambu biji 25%, 50%, 75%, dan 100%, control positif (Ciprofloxiacin) dan control negatif (aquadest).

HASIL

Riset ini mempergunakan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%, serta menggunakan antibiotik Ciprofloxacin yang merupakan kontrol positif dan Aquadest yang merupakan kontrol negatif. Uji sensitivitas diamati menggunakan teknik difusi cakram dengan empat kali pengulangan. Hasil uji daya hambat aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih dan daun jambu biji tampak pada tabel 1 berikut.

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sirih dan Daun Jambu Biji

Ekstrak Pengulangan Zona Inhibisi
25% 50% 75% 100% K (+) K (-)
Daun Sirih 1 8.15 8.35 6.30 10.20 20.75 0
2 6.70 6.30 6.90 9.75 20.75 0
3 7.85 7.35 7.95 10.40 20.75 0
4 7.30 7.60 8.90 10.45 20.75 0
Rata-rata 7.50 7.40 7.51 10.20 20.75 0
Penggolongan (Davis and Stout) Sedang Sedang Sedang Kuat Sangat Kuat -
Ekstrak Pengulangan Zona Inhibisi
25% 50% 75% 100% K (+) K (-)
Daun Jambu Biji 1 12.85 15.15 15.35 17.05 22.4 0
2 13.75 15.60 15.70 18.90 22.4 0
3 13.75 14.20 16.35 16.90 22.4 0
4 12.60 15.30 16.90 17.45 22.4 0
Rata-rata 13.24 15.06 16.08 17.58 22.4 0

Penggolongan

(Davis and Stout)

Kuat Kuat Kuat Kuat Sangat Kuat -
Table 1. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sirih dan Daun Jambu Biji Keterangan : - K (+): Ciprofloxacin; K (-): Aquadest

Uji antibakteri pada tabel 1 didapatkan hasil yang berbeda dimana pada ekstrak daun sirih, konsentrasi 100% yang paling optimal daya hambatnya dengan rata-rata 10,2 mm (kategori kuat) dan konsentrasi 50% yang memiliki daya hambat paling rendah dengan rata-rata 7,4 mm (kategori sedang) kepada pertumbuhan Staphylococcus aureus. Sedangkan ekstrak daun jambu biji, konsentrasi daya hambat paling optimal kepada pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah dalam konsentrasi 100% menggunakan rata-rata 17.58 mm (kategori kuat) dan pada konsentrasi 25% (kategori kuat) yang memiliki daya hambat paling rendah dengan rata- rata 13,2 mm jika dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Hasil diameter zona hambat uji antibakteri ekstrak daun sirih dan daun jambu biji tampak pada Tabel 1.

Kemudian pada penelitian ini menerapkan uji statistik parametrik yaitu One Way Anova. Tentunya dijalankannya uji homogenitas dan uji normalitas Shapiro-Wilk pada ekstrak daun sirih dan daun jambu biji yang tampak di dalam Tabel 2.

Jenis Intervensi Luas Zona Inhibisi Levene Statistic Normality Test Uji Beda
Mean     ± SD p-value p-value
Ekstrak Daun Sirih
Konsentrasi 25% 7.50 0.64 0.82* <0.001**
Konsentrasi 50% 7.40 0.85 0.88*
Konsentrasi 75% 7.51 1.15 0.85*
Konsentrasi 100% 10.20 0.32 <0.004* 0.29*
Kontrol Positif 20.75 0.00 -
Kontrol Negatif 0.00 0.00 -
Ekstrak Daun Jambu Biji
Konsentrasi 25% 13.24 0.60 0.14* <0.001**
Konsentrasi 50% 15.06 0.60 0.38*
Konsentrasi 75% 16.08 0.69 <0.008* 0.83*
Konsentrasi 100% 17.58 0.91 0.17*
Kontrol Positif 22.40 0.00 -
Kontrol Negatif 0.00 0.00 -
Table 2. Perbedaan Luas Zona Inhibisi (mm) Ekstrak Daun Sirih dan Ekstrak Daun Jambu Biji *Levene test: p>0.05; homogeneity data. **Shapiro-Wilk test: p>0.05; distribution data normal. ***One way Anova test: p<0.05; significant

Pada Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai p pada ekstrak daun sirih dan daun jambu biji p<0,05 yang mana bisa dirumuskan suatu simpulan bahwa diameter zona hambat bakteri Staphylococcus aureus memiliki perbedaan di dalam variannya. Pada hasil yang diperlihatkan pada uji Shapiro-Wilk menggunakan nilai p>0.05, di semua data kelompok. Persoalan ini memperlihatkan bahwa pendistribusian data terjadi secara normal. Seingga, uji parametrik One way Anova, bisa dipergunakan pada riset ini. Hasil yang didapatkan di dalam uji statistik, One-way Anova bisa ditinjau di dalam kolom uji beda dimana menunjukkan nilai p: <0.001 (p<0.05) yang diperuntukkan pada ekstrak daun sirih dan p: <0.001 (p<0.05) diperuntukkan pada ekstrak daun jambu biji. Persoalan ini memperlihatkan bahwa ekstrak daun sirih dan jambu biji mempunyai  efek antibakteri yang signifikan kepada bakteri  Staphylococcus aureus. Persoalan ini memperlihatkan bahwa dijumpainya perbedaan luas zona hambat yang signifikan antara konsentrasi 25%, konsentrasi 50%, konsentrasi 75%, konsentrasi 100%, kontrol positif, dan kontrol negatif pada ekstrak daun sirih dan ekstrak daun jambu biji. Guna memperoleh suatu informasi terkait perbedaan secara lebih jauh antara tiap kelompok, tentunya harus dijalankannya uji beda lanjut yakni uji Post Hoc Games-Howell di dalam ekstrak daun sirih dan daun jambu biji yang bisa ditinjau melalui Tabel 3 dan 4.

Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih (i) Perbandingan (j) Selisih Rata-rata (i-j) p-value
Konsentrasi 25% Konsentrasi 50% 0.10 1.00
Konsentrasi 75% -0.01 1.00
Konsentrasi 100% -2.70* 0.007
Kontrol Positif -13.25* <0.001
Kontrol Negatif 7.50* 0.001
Konsentrasi 50% Konsentrasi 75% -0.11 1.00
Konsentrasi 100% -2.80* 0.022
Kontrol Positif -13.35* <0.001
Kontrol Negatif 7.40* 0.002
Konsentrasi 75% Konsentrasi 100% -2.69 0.074
Kontrol Positif -13.24* 0.001
Kontrol Negatif 7.51* 0.005
Konsentrasi 100% Kontrol Positif -10.55* <0.001
Kontrol Negatif 10.20* <0.001
Table 3.

*Post Hoc Tests: Games-Howell Test; p<0.05: significant

Tabel 3. menunjukkan hasil yang diperoleh pada uji beda lanjut luas zona daya hambat (mm) ekstrak daun sirih antara konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% dimana bisa dilihat dengan nilai p (p<0.05). Hasil yang diperoleh pada riset memperlihatkan bahwa dijumpainya perbedaan yang signifikan antara konsentrasi ekstrak daun sirih 25% yang dibandingkan menggunakan konsentrasi 100%, kontrol positif, dan kontrol negatif dengan perbedaan selisih terbesar yaitu pada kontrol positif (13.25). Pada konsentrasi ekstrak daun sirih 50% diamna dibandingkan terhadap konsentrasi 100%, kontol positif, dan control negative, memiliki nilai p<0.05 dimana mengartikan dijumpainya perbedaan yang signifikan. Kemudian pada konsentrasi 75% yang dibandingkan dengan control positif dan negative menunjukan hasil uji statistic perbedaan yang signifikan. juga. Pada konsentrasi 100% yang dibandingkan dengan control positif dan negative yang menunjukkan nilai p<0.05. Berdasarkan hasil uji statistik memperlihatkan bahwa di dalam konsentrasi 100% merupakan konsentrasi daya hambat optimal.

Hasil Uji Post Hoc Games-Howell (Uji Beda Lanjut) Luas Zona Inhibisi (mm) Ekstrak Daun Jambu Biji

Konsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji (i) Perbandingan (j)

Selisih Rata-rata (i-j)

(Mean)

p-value
Konsentrasi 25% Konsentrasi 50% -1.83* 0.036
Konsentrasi 75% -2.84* 0.006
Konsentrasi 100% -4.34* 0.003
Kontrol Positif -9.16* <0.001
Kontrol Negatif 13.24* <0.001
Konsentrasi 50% Konsentrasi 75% -1.01 0.352
Konsentrasi 100% -2.51* 0.035
Kontrol Positif -7.34* 0.001
Kontrol Negatif 15.06* <0.001
Konsentrasi 75% Konsentrasi 100% -1.50 0.231
Kontrol Positif -6.33* 0.002
Kontrol Negatif 16.08* <0.001
Konsentrasi 100% Kontrol Positif -4.83* 0.009
Kontrol Negatif 17.58* <0.001
Table 4. Hasil Uji Post Hoc Games-Howell (Uji Beda Lanjut) Luas Zona Inhibisi (mm) Ekstrak Daun Sirih *Post Hoc Tests: Games-Howell Test; p<0.05: significant

Pada Tabel 4. memperlihatkan hasil yang diperoleh pada uji beda lanjut luas zona daya hambat (mm) ekstrak daun jambu biji antar kelompok konsentasi 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan kelompok pembanding. Hasil uji post hocmenunjukkan bahwa dalam konsentrasi 25% ekstrak daun jambu biji, terlihat perbedaan yang signifikan yang dibandingkan terhadap konsentrasi 50%,75%, 100%, kontrol positif dan negative. Kemudian secara statistik terdapat perbedaan rata-rata zona hambat antara konsentrasi 50% yang dibandingkan konsentrasi 100%, kontrol positif dan negative. Pada konsentrasi 75% yang dibandingkan dengan konsentrasi 100%, kontrol positif dan negatif secara statistik terdapat perbedaan rata-rata zona hambat. Dan terakhir dengan konsentrasi 100% yang dibandingkan dengan control positif dan negatif menunjukkan hasil statistik yang signifikan. Persoalan ini memperlihatkan bahwa konsentrasi daya hambat optimal ekstrak daun jambu biji ialah pada konsentrasi 100%.

PEMBAHASAN

Hasil Tabel 1 terlihat adanya kemampuan daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada masing-masing ekstrak daun. Dimana terdapat perbedaan zona hambat pada masing-masing konsentrasi disetiap ekstrak daun. Namun pada kelompok kontrol negatif tidak terlihat adanya zona hambat. Hasil pengujian dari daun jambu terlihat bahwa semakin besar konsentrasi sampelnya maka semakin tinggi pula daya hambat bakterinya. Sedangkan pada daun biji jambu hasilnya tidaklah sama.

Hasil riset ini, pada daun sirih yang memiliki daya hambat kuat sejalan dengan hasil penelitian dengan judul efek ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus  dengan metode disk diffusion yang membuktikan bahwa ekstrak daun sirih hijau menggunakan pelarut etanol 96% bisa mengakibatkan terhambatnya bakteri Stahpylococcus aureus dimana memiliki daya hambat kuat (Inayatullah, 2012). Persoalan ini turut setara terhadap riset yang dijalankan oleh (Alfitri, 2014) mengenai perbandingan efek ekstrak daun sirih hijau terhadap daun sirih merah terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang menggunakan metode difusi disk dimana menggunakan konsentrasi 250 mg/ml, 500 mg/ml, 750 mg/ml dan 1000 mg/ml didapatkan pengaruh efek ekstrak daun sirih hijau melebihi daun sirih merah dimana mempunyai daya hambat paling besar adalah dalam konsentrasi 1000 mg/ml dimana mempunyai rata-rata diameter 25,6 mm.

Penelitian (Lubis, Marlisa and Wahyuni, 2020) mengenai aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih ketika mengakibatkan terhambatnya Staphylococcus aureus pada pasien Konjungtivitis yang menggunakan metode difusi sumur membuktikan bahwa ekstrak daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri kepada Staphylococcus aureus berdiameter zona bening terbesar adalah di dalam konsentrasi ekstrak 3% yakni yang berdiameter 20,375 mm. Sedangkan riset yang melangsungkan pengujian terhadap gel antiseptik menggunakan ekstrak daun sirih ketika mengakibatkan terhambatnya bakteri Staphylococcus aureus didapatkan hasil daya hambat kuat dimana di dalam konsentrasi 5% rata-rata diameter zona hambat yang dimilikinya yakni 13,66 mm dan pada konsentrasi 10% rata-rata diameter zona hambat yang dimilikinya yakni 18,66 mm. Persoalan ini memperlihatkan bahwa ekstrak daun sirih mempunyai sifat antibakteri ketika mengakibatkan terhambatnya perkembangan bakteri Staphylococcus aureus (Putri, 2020).

Salah satu kandungan yang berfungsi sebagai antibakteri adalah minyak atsiri. Daya antibakteri dalam minyak atsiri pada daun sirih hijau hal ini dikarenakan terdapanya senyawa fenol serta turunannya yang mampu melakukan pendenaturasikan setiap protein sel bakteri. Senyawa fenol ialah senyawa toksik yang mampu menghancurkan struktur tiga dimensi protein menjadi struktur acak tanpa timbulnya suatu kerusakan di dalam struktur kovalen. Turunan dari bahan kimia fenolik, yaitu kavikol (26,13%), memiliki beberapa keunggulan antara lain sebagai antioksidan, antikanker, dan antiinflamasi, serta kemampuan menghambat dan menghancurkan mikroorganisme (María et al., 2018). Komponen utama Eugenol dengan persentase 41,75% dari total senyawa yang memiliki aktivitas antijamur dan penghambat aflatoksin (Prakash et al., 2010). Minyak hidrofobik Eugenol memiliki kapasitas untuk mempartisi lipid dan merusak membran luar bakteri Gram-positif dan Gram-negatif, yang mana keefektivan senyawa Eugenol meningkat (Pavesi, Banks and Hudaib, 2018). Eugenol telah digunakan sebagai anti-inflamasi, antioksidan, antikanker, dan pestisida dalam reaksi fitokimia (Sudarma, Ulfa and Sarkono, 2010). Tanin adalah zat pengkelat yang dapat menyebabkan membran sel menyusut sehingga mengubah permeabilitas sel (Lim, Darah and Jain, 2006).

Berdasarkan keterangan di atas, daun sirih hijau mempunyai daya antibakteri yang tinggi atas bakteri Staphylococcus aureus dikarenakan di dalamnya terkandung minyak atsiri dimana didalamnya mengandung bethel phenol dan turunannya dimana bisa mengakibatakn terhambatnya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Sari and Isadiartuti, 2006). Oleh karenanya, ekstrak daun sirih bisa dipergunakan sebagai bahan alternatif alami yang efektif dalam mengakibatkan terhambatnya bakteri Staphylococcus aureus.

Kemudian, hasil riset ini dengan menggunakan ekstrak daun jambu biji dimana bisa mengakibatkan hambatan terhadap bakteri Staphylococcus aureus juga terbukti pada riset yang dilakukan di Surabaya dimana ekstrak daun jambu biji dari varietas merah, putih, kuning, terbukti mempunyai aktivitas antimikroba kepada bakteri Stahpylococcus aureus dimana hasil yang diperoleh pada ekstrak daun jambu biji buah putih mempunyai daya hambat yang melebihi varietas yang lain (Handarni et al., 2020). Konsentrasi ekstrak etanol daun jambu biji lokal yang berbeda mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi diameter zona hambat yang dihasilkan bagi perkembangan bakteri Staphylococcus aureus. Diameter zona yang menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus meningkat bersamaan terhadap bertambahnya konsentrasi ekstrak etanol daun jambu biji (Yulisma, 2018).

Penelitian ini serupa dengan penelitian Yulisma (2018) yang melakukan pengujian antibakteri daun jambu biji lokal kepada pertumbuhan bakteri Stahpylococcus aureus dengan tujuh perlakuan (5 mg/ml, 10 mg/ml, 20 mg/ml, 30 mg/ml, 40 mg/ml, 50 mg/ml, 60 mg/ml) dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Di konsentrasi 50 mg/ml didapatkan hasil rata-rata diameter 18,5 mm, artinya ekstrak daun jambu biji mempunyai daya hambat yang kuat kepada bakteri Staphylococcus aureus. Artinya tingginya kadar konsentrasi ekstrak tentunya semakin besar daya hambat bakteri tersebut.

Pada penelitian Phong & Lum (2021), ekstrak daun jambu biji yang memanfaatkan pelarut etanol 96% ditemukan berdiameter zona hambat kepada Staphylococcus aureus tanpa adanya kontrol positif tetrasiklin, dan DMSO yang merupakan kontrol negatif. Temuan diamati menggunakan teknik difusi cakram dengan konsentrasi 1%, 3%, 5%, dan 7% dengan empat kali pengulangan. Tingkat penghambatan tertinggi terlihat pada konsentrasi 5%, yaitu 15,4 mm, sedangkan tingkat terendah diamati pada konsentrasi 1%, yaitu 5,5 mm. Kemudian pada penelitian (Minasari, Amelia and Sinurat, 2016b) menunjukkan bahwa adanya efektivitas ekstrak daun jambu biji kepada bakteri Stahpylococcus aureus yang pengisolasiannya dilakukan dari abses melalui pemanfaatan pelarut etanol dihasilkan konsentrasi Kadar Hambat Minimum (KHM) yaitu sebesar 3,125% dan konsentrasi Kadar Bunuh Minimum (KBM) yaitu sebesar 6,25%. Sama hal nya dengan penelitian yang dilakukan pada uji laboratorium dengan ekstrak daun jambu biiji dalam mengakibatkan timbulnya hambatan terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang menggunakan ekstrak etanol 70% dihasilkan rata-rata diameter zona hambat di konsentrasi 25% yaitu 2.2 mm, konsentrasi 50% yaitu 25.6 mm, dan konsentrasi 75% yaitu 27.2 mm. Dimana daya hambat yang sangat kuat yaitu pada konsentrasi 75% (Nuryani, 2017).

Berdasarkan penelitian Chakraborty et al. (2018) dan Septa Desiyana et al. (2015) hasil tes fitokimia dalam daun jambu biji terdapat kandungan zat aktif misalnya alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, glikosida kardia, fenol, terpen, resin, steroid, dan triterpenoid. Zat aktif tersebut yang ada pada daun jambu biji memiliki sifat antibakteri (Phong and Lum, 2021). Daun jambu biji turut telah terbukti mempercepat pemulihan infeksi, dimana umumnya dikarenakan oleh sejumlah bakteri yang terdapat di kulit (Septa Desiyana, Ali Husni and Zhafira, 2015). Saponin mengandung karakteristik antibakteri yang membuatnya berguna dalam memerangi kuman (Wei et al., 2021). Saponin berpotensi mengganggu keutuhan membran sel bakteri, sehingga mengakibatkan rusaknya membran sel bakteri, yang menyebabkan terlepasnya komponen esensial dari sel bakteri (Alayande, Pohl and Ashafa, 2020). Daun jambu biji sebagian besar terdiri dari tanin yang mengandung 9-12% dari total komposisi kimia daun (Joseph and Priya, 2011). Sifat antibakteri pada tanin ditandai dengan terjadi denaturasi protein. (Minasari, Amelia and Sinurat, 2016b).

Ekstrak daun jambu biji muda memiliki sejumlah besar komponen fenolik, khususnya flavonoid, yang berkontribusi terhadap aktivitas antibakteri daun jambu biji (Fratiwi, 2015). Kandungan flavonoid pada daun jambu biji mampu merusak struktur dan fungsi membran sel. Persoalan ini memperlihaktan bahwa ekstrak flavonoid dari jambu biji putih memiliki potensi menjadi agen antimikroba alami (Zhang et al., 2020). Persoalan ini sama terhadap riset Sanches et al. (2005) dimana dilakukan di Brazil mengatakan bahwa terdapatnya senyawa aktif flavonoid pada ekstrak daun jambu biji yang bisa mengakibatkan hambatan dan mematikan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi hambat minimal (KHM) sejumlah 0,0125% (125 µg/mL) dan konsentrasi bunuh minimal (KBM) terhadap Staphylococcus aureus ejumlah dan 0,025% (250 µg/mL). Triterpenoid merusak struktur membran sel dan mencegah produksi enzim. Dengan mengubah komposisi membran sel, saponin merupakan zat triterpenoid yang mampu mengakibatkan suatu hambatan terhadap bakteri gram positif, khususnya bakteri Staphylococcus aureus (Fratiwi, 2015).

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil yang diperoleh pada uji antibakteri pada ekstrak daun sirih dan ekstrak daun jambu biji memiliki efek menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dilihat dari rerata zona hambatnya, dimana konsentrasi 100% merupakan zona hambat optimal. Pada ekstrak daun jambu biji mempunyai luas zona hambat yang melebihi ekstrak daun sirih. Hasil yang diperoleh pada uji One-way Anova menggunakan nilai p pada kedua ekstrak adalah p<0.001 (p<0.05), bahwa dijumpainya perbedaan rerata luas zona hambat yang signifikan antara konsentrasi 25%, konsentrasi 50%, konsentrasi 75%, konsentrasi 100%, kontrol positif, dan kontrol negatif pada ekstrak daun sirih dan ekstrak daun jambu biji.

KEKURANGAN KAJIAN

Perbedaan rerata luas zona hambat yang signifikan antara konsentrasi 25%, konsentrasi 50%, konsentrasi 75%, konsentrasi 100%, kontrol positif, dan kontrol negatif pada ekstrak daun sirih dan ekstrak daun jambu biji.

PERNYATAAN

Ucapan Terimakasih

Terima kasih kepada pihak yayasan Universitas Prima Indonesia yang telah memberikan sarana dan fasilitas dan seluruh staf pegawai laboratorium di Universitas Prima Indonesia yang telah menyempatkan waktunya untuk membantu peneliti dalam melakukan penelitian

Pendanaan

Pendanaan penelitian ini merupakan dana pribadi penulis.

Kontribusi Setiap Penulis

  1. Analisis Post Hoc Games Howell.
  2. Uji statistik parametrik One Way Anova.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. S., Nas, F. S. and Ali, M. (2019) ‘Antibacterial Activity of Psidium guajava Leaf and Stem Bark Extracts against Clinical Isolates of Staphylococcus aureus and Salmonella typhi’, International Journal of Research in Pharmacy and Biosciences, 6(5), pp. 11–17.

Alayande, K. A., Pohl, C. (H) and Ashafa, A. O. T. (2020) ‘Evaluations of biocidal potential of Euclea crispa stem bark extract and ability to compromise the integrity of microbial cell membrane’, Journal of Herbal Medicine, 21(May 2017), p. 100304. doi: 10.1016/j.hermed.2019.100304.

Alfitri, T. (2014) ‘Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Dan Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus’.

Amaliya, A. et al. (2021) ‘Periodontal Disease?: a Rise in Prevalence in Military Troops Penyakit Periodontal’, ODONTO?: Dental Journal, 8(1), p. 6. doi: 10.30659/odj.8.1.6-17.

Bhalerao, S. a et al. (2013) ‘Phytochemistry, Pharmacological Profile and Therapeutic Uses of Piper Betle Linn. – An Overview’, Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry Phytochemistry, 1(2), pp. 10–19.

Bustanussalam, B. et al. (2015) ‘Efektivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923’, FITOFARMAKA: Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(2), pp. 58–64. doi: 10.33751/jf.v5i2.409.

Chakraborty, S. et al. (2018) ‘Antimicrobial activity of Cannabis sativa, Thuja orientalis and Psidium guajava leaf extracts against methicillin-resistant Staphylococcus aureus’, Journal of Integrative Medicine, 16(5), pp. 350–357. doi: 10.1016/j.joim.2018.07.005.

Dewi, K. T. A. et al. (2019) ‘Karakter Fisik dan Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Perak Hasil Green Synthesis Menggunakan Ekstrak Air Daun Sendok (Plantago major L.)’, Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 6(2), pp. 69–81.

Falaro, T. F. and Tekle, S. T. (2020) ‘Antibacterial Efficacy of Aloe Vera , Guava and their Combined Leaf Extracts against Staphylococcus aureus and Escherichia coli Isolated from Mastitic Dairy Cows . An in-vitro Study’, European Journal of Biological Sciences, 12(1), pp. 1–9. doi: 10.5829/idosi.ejbs.2020.01.09.

Fratiwi, Y. (2015) ‘The Potential Of Guava Leaf (Psidium guajava L .) For Diarrhea’, Majority, 4(1), pp. 113–118.

Handarni, D., Putri, S. H. and Tensiska, T. (2020) ‘Skrining Kualitatif Fitokimia Senyawa Antibakteri pada Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidiium guajava L.)’, Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 8(2), pp. 182–188. doi: 10.21776/ub.jkptb.2020.008.02.08.

Haque, M., Sartelli, M. and Haque, S. Z. (2019) ‘Dental infection and resistance-global health consequences’, Dentistry Journal, 7(1), pp. 1–19. doi: 10.3390/dj7010022.

Harianto, D. (2020) ‘Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Dengan Metode Sumuran’, Thesis.

Inayatullah, S. (2012) ‘Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus’, p. 50.

Joseph, B. and Priya, R. M. (2011) ‘Aspectos Fitoquimicos Y Biofarmaceuticos’, Research Journal of Medicinal Plant, pp. 432–442.

Kemenkes RI (2018) ‘Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018’, Kementrian Kesehatan RI, 53(9), pp. 1689–1699.

Kumari, A. and Bhattacharya, S. (2017) ‘Effect of Betel Leaf and Lemon Juice Extracts on  Staphylococcus aureus in vitro’, International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, 6(12), pp. 4329–4333. doi: 10.20546/ijcmas.2017.612.497.

Labh et al. (2020) ‘Prevalence of Periodontal Abscess among Patients Visiting A Private Dental College and Hospital in Chennai, India.’, Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology, 14(4).

Lim, S. H., Darah, I. and Jain, K. (2006) ‘Antimicrobial activities of tannins extracted from Rhizophora apiculata barks’, Journal of Tropical Forest Science, 18(1), pp. 59–65.

Lubis, R. R., Marlisa and Wahyuni, D. D. (2020) ‘Antibacterial activity of betle leaf (Piper betle l.) extract on inhibiting Staphylococcus aureus in conjunctivitis patient.’, American journal of clinical and experimental immunology, 9(1), pp. 1–5.

María, R. et al. (2018) ‘Preliminary phytochemical screening, total phenolic content and antibacterial activity of thirteen native species from Guayas province Ecuador’, Journal of King Saud University - Science, 30(4), pp. 500–505. doi: 10.1016/j.jksus.2017.03.009.

Marlisa (2019) ‘Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) dalam Menghambat Staphylococcus aureus pada Pasien Konjungtivitis Bakterial’, Skripsi. Available at: http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/26122.

Mehraj, J. et al. (2014) ‘Methicillin-Sensitive and Methicillin-Resistant Ataphylococcus aureus nasal Carriage in a Random Sample of Non-Hospitalized Adult Population in Northern Germany’, PLoS ONE, 9(9), pp. 1–8. doi: 10.1371/journal.pone.0107937.

Minasari, Amelia, S. and Sinurat, J. (2016a) ‘Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dari abses’, Jurnal Makasar Dent, 5(2), pp. 34–39.

Minasari, Amelia, S. and Sinurat, J. (2016b) ‘Efektivitas ekstrak daun jambu biji buah putih terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dari abses E ffectivity of white fruit ’ s guava leaves extract against Staphylococcus aureus was isolated from abscess growth’, Jurnal Makasar Dent, 5(2), pp. 34–39.

Nuryani, S. (2017) ‘Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) Sebagai Antibakteri dan Antifungi’, Jurnal Teknologi Laboratorium, 6(2), p. 41. doi: 10.29238/teknolabjournal.v6i2.95.

Olla, L. R. Y. (2019) ‘Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus.’, Karya Tulis Ilmiah.

Oral health (no date). Available at: https://www.who.int/health-topics/oral-health#tab=tab_1 (Accessed: 14 October 2021).

Paddmanabhan, P. B. et al. (2019) ‘Abscess on Periodontium?A Review’, Indian Journal of Public Health Research & Development, 10(12).

Pavesi, C., Banks, L. A. and Hudaib, T. (2018) ‘Antifungal and antibacterial activities of eugenol and non-polar extract of Syzygium aromaticum L.’, Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, 10(2), pp. 337–339.

Phong, L. T. and Lum, N. T. (2021) ‘Psidium Guajava L. Extract Against Minimum Inhibitory Concentration of Staphylococcus Aureus’, 2(3), pp. 22–26.

Prakash, B. et al. (2010) ‘Efficacy of chemically characterized Piper betle L. essential oil against fungal and aflatoxin contamination of some edible commodities and its antioxidant activity’, International Journal of Food Microbiology, 142(1–2), pp. 114–119. doi: 10.1016/j.ijfoodmicro.2010.06.011.

Pramadita, A. M. (2020) ‘Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Jambu Biji Merah Hard Candy terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan pseudomonas aeruginosa’.

Putri, W. Y. . dan N. A. A. (2020) ‘Jurnal Kesehatan Yamasi Makassar’, Jurnal Kesehatan Yamasi Makasar, 4(1), pp. 98–110.

Riskesdas (2018) Laporan Provinsi Sumatera Utara.

Sanches, N. R. et al. (2005) ‘An evaluation of antibacterial activities of Psidium guajava (L.)’, Brazilian Archives of Biology and Technology, 48(3), pp. 429–436. doi: 10.1590/S1516-89132005000300014.

Sari, R. and Isadiartuti, D. (2006) ‘Antiseptic activity evaluation of piper leave from Piper betle Linn extract in hand gel antiseptic preparation’, Majalah Farmasi Indonesia, 17(4), pp. 163–169.

Septa Desiyana, L., Ali Husni, M. and Zhafira, S. (2015) ‘Uji Efektivitas Sediaan Gel Fraksi Etil Asetat Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) Terhadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Mencit (Mus musculus)*’, Seminar Nasional: Indonesian StudentsConference on Science and Mathematics, 16(2), pp. 11–12.

Sonar, P. V. et al. (2018) ‘Antimicrobacterial Activity Of Guava Leaf Extract On Periodontal Pathogens’, International Journal of Current Advanced Research, 7(6), pp. 13347–13349.

Sudarma, I. M., Ulfa, M. and Sarkono, S. (2010) ‘Chemical Transformation of Eugenol Isolated From Clove Oil To 4-Allyl-2-Methoxy-6-Sulfonicphenol and 4-Allyl-2-Methoxy-6-Aminophenol’, Indonesian Journal of Chemistry, 9(2), pp. 267–270. doi: 10.22146/ijc.21541.

Sunarta, L. M. K. D., Rusmiany, P. and Ernawati, K. L. (2019) ‘Pengaruh Ekstrak Duan Sirih Hijau (Piper batle L.) dengan Konsentrasi 5% dan 15% terhadap Pertumbuhan Bakteri Enterococcus faecalis pada Saluran Akar Gigi’, PROCEEDING BOOK The 4th Bali Dental Science & Exhibition Balidence 2019.

Tong, S. Y. C. et al. (2015) ‘Staphylococcus aureus Infections: Epidemiology, Pathophysiology, Clinical Manifestations, and Management’, Clinical Microbiology Reviews, 28(3), pp. 603–661. doi: 10.1128/CMR.00134-14.

Tuslaela and Dannys Permadi (2018) ‘Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Gigi Dan Mulut Berbasis Web Dengan Metode Forward Chaining’, Jurnal PROSISKO, 5(1), pp. 17–26. Available at: http://e-jurnal.lppmunsera.org/index.php/PROSISKO/article/view/586/594.

Wei, M. ping et al. (2021) ‘Antibacterial activity of Sapindus saponins against microorganisms related to food hygiene and the synergistic action mode of Sapindoside A and B against Micrococcus luteus in vitro’, Food Control, 130(March), p. 108337. doi: 10.1016/j.foodcont.2021.108337.

WHO (2021) Oral Health, World Health Organization. Available at: https://www.who.int/health-topics/oral-health. Dakses 25 Agustus 2021.%0A%0A.

Yulisma, L. (2018) ‘Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji Lokal (Psidium Guajava L) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus Aureus Dan Bacilus Subtilis Secara in Vitro’, Quagga?: Jurnal Pendidikan dan Biologi, 10(2), p. 1. doi: 10.25134/quagga.v10i2.1296.

Zhang, W. et al. (2020) ‘Flavonoid compounds and antibacterial mechanisms of different parts of white guava (Psidium guajava L. cv. Pearl)’, Natural Product Research, 34(11), pp. 1621–1625. doi: 10.1080/14786419.2018.1522313.

Zuhaira, S., Nizam, N. M. and Ridzuan, P. (2018) ‘The Efficacy of Psidium guajava Linn Leaf Extractsfrom Selangor Region Against Gram-Positive and Gram-Negative Bacteria’, Folia Medica Indonesiana, 54(4), p. 294. doi: 10.20473/fmi.v54i4.10716.

Published

2023-11-17

How to Cite

Sari, F. I., Citra, S. A., Ginting, R., Simanjuntak, M. R., & Simangunsong, P. M. J. (2023). Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Dan Daun Jambu Biji Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Penyebab Abses Periodontal. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1146. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1146

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check