Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Berorientasi pada Greenhospital

Authors

  • Anandwita Early Maharani Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
  • Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia

Keywords:

GreenHospital, Medical Waste, Research

Abstract

This research discusses medical waste management in hospitals using the GreenHospital approach, aiming to understand the effectiveness of sustainable strategies in managing medical waste in hospital environments. This research aims to analyze the GreenHospital concept’s implementation in hospitals’ medical waste management, evaluate its positive impact on sustainability and the environment, and provide recommendations to increase efficiency and compliance with related regulations. Research methods include policy and regulatory analysis, and literature review to understand GreenHospital’s strategies and practices in managing medical waste. The research results show that the application of GreenHospital in managing medical waste in hospitals can positively impact sustainability and compliance with regulations. Implementation of green hospitals by related parties to increase efficiency and have a positive impact on the environment. With the right adoption, GreenHospital can become a strong foundation for developing environmentally friendly medical waste management strategies in hospitals.

PENDAHULUAN

Masalah isu global belakangan ini sangat berkaitan dengan limbah. Permasalahan limbah merupakan salah satu isu global yang mendapat perhatian yang cukup luas di seluruh dunia. Seperti yang terjadi sekarang, yaitu pembuangan limbah nuklir jepang ke laut yang merupakan hasil dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima. Hal itu tentu menjadi sebuah topik yang menimbulkan perdebatan dan kekhawatiran terutama bagi lingkungan. Walaupun Jepang telah melakukan pembuangan limbah air nuklir ke laut sesuai dengan standar keselamatan internasional dan petunjuk dari Badan Atom Internasional (IAEA), alasan di balik keputusan tersebut masih belum diungkap secara rinci.[1], tetapi banyak para ahli yang mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan jepang tersebut berdampak buruk terutama terhadap ekosistem laut.

Lembaga penelitian kelautan Jerman memprediksi bahwa perairan di lepas Pantai Pasifik Jepang, terutama di sekitar Prefektur Fukushima, akan menjadi wilayah pertama yang mungkin mengalami dampak buruk pada ekosistem laut. Pemerintah Fiji awalnya mengklaim bahwa air limbah tersebut aman. Profesor Hukum Internasional di Dalian Maritime University, Zhan Yanqiang, menyatakan bahwa air limbah yang berasal dari pembangkit nuklir Fukushima mengandung setidaknya 60 jenis elemen radioaktif. Pembangkit nuklir ini mengalami kebocoran akibat gempa dan tsunami pada tahun 2011, menyebabkan kerusakan parah pada tiga reaktor nuklir. Sejak saat itu, operator Tepco telah berhasil mengumpulkan sekitar 1,34 juta ton air yang digunakan untuk mendinginkan sisa-sisa reaktor yang masih mengandung bahan radioaktif. Air yang telah melalui proses penyulingan tersebut kemudian dibuang ke Samudra Pasifik.[2]

Sebagai negara berkembang, Indonesia juga menghadapi masalah lingkungan, sebagaimana terlihat dari isu limbah jepang tersebut. Di era modern ini, manusia dihadapkan tidak hanya pada risiko bencana alam, melainkan juga risiko lingkungan yang timbul akibat faktor alam maupun perilaku manusia sendiri. Pernyataan tersebut sering dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia, terutama terkait dengan masalah sampah atau limbah.[3] Apabila limbah industri tidak dikelola dengan baik, dampaknya dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Sebagai contoh, limbah-limbah seperti plastik, kain, styrofoam, dan lainnya yang sulit terurai menjadi penyebab utama tercemarnya lingkungan. Dampak buruk dari kondisi ini sangat signifikan bagi lingkungan.

Limbah B3 yang dihasilkan oleh industri mengandung zat-zat berbahaya dan beracun dengan karakteristik, tingkat konsentrasi, dan volume tertentu yang dapat mengancam lingkungan dan membahayakan kelangsungan hidup manusia dan keberadaan makhluk lainnya.

Rumah sakit di Indonesia menjadi salah satu pihak yang memproduksi limbah bahan berbahaya dan beracun, sehingga memerlukan pengelolaan yang cermat dan efektif. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa fasilitas kesehatan memiliki peran penting sebagai tempat yang menyediakan berbagai layanan kesehatan, termasuk promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi, yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat secara bersama-sama.[4] Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan layanan kesehatan komprehensif, berperan dalam memberikan pengobatan yang holistik kepada individu dengan menyelenggarakan upaya promosi, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan paliatif. Sementara menyediakan fasilitas rawat inap, rawat jalan, dan Gawat Darurat, rumah sakit juga berperan sebagai penyumbang limbah berbahaya dan beracun yang perlu diurus dengan baik.

Akibat kegiatan yang dilakukan, rumah sakit menghasilkan beragam jenis limbah, termasuk limbah cair, padat, dan gas. Limbah-limbah ini memiliki potensi untuk mencemari lingkungan, terutama area sekitar rumah sakit dan area rumah sakit itu sendiri. Dampak pencemaran ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius dan memiliki konsekuensi yang signifikan bagi kesejahteraan manusia. Limbah rumah sakit mengandung berbagai penyakit menular yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, seperti hepatitis, kolera, disentri, dan demam tifoid. Sebagai tindakan pencegahan, limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit harus melewati proses pengolahan limbah sebelum dibuang ke tempat pembuangan.Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun melibatkan serangkaian kegiatan, seperti distribusi, transportasi, penyimpanan, produksi, penggunaan, dan pembuangan B3. Dalam Pasal 4, dijelaskan bahwa setiap individu yang terlibat dalam pengelolaan B3 memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Soekidjo Notoatmojo, seorang ahli di bidang kesehatan, menyatakan bahwa lingkungan yang sehat adalah kondisi atau situasi lingkungan yang optimal, yang memiliki dampak positif terhadap tercapainya kualitas kesehatan yang baik.[5]

Limbah di rumah sakit secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu limbah medis dan non medis. Limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit termasuk dalam klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun (Limbah B3) dengan kode limbah A337-1 sebagaimana diatur dalam Lampiran I PP No. 101 Tahun 2014. Limbah medis memiliki sifat infeksius, yang berarti limbah tersebut terkontaminasi oleh organisme patogen dengan tingkat keparahan dan jumlah yang dapat menyebabkan penularan penyakit kepada individu yang rentan terinfeksi. Oleh karena itu, limbah medis yang berasal dari penanganan pasien penyakit menular menjadi sumber potensial penularan bagi individu lain di dalam rumah sakit jika limbah infeksius tersebut tidak dikelola dengan baik. Limbah B3 berbeda dengan limbah pada lainnya secara umum, karena limbah ini memiliki sifat dan karakteristik yang tersendiri. Karakteristik yang dimiliki oleh Limbah B3 yaitu bersifat reaktif, eksplosif, mudah terbakar, dan beracun.[6]

Adanya perlunya regulasi yang tepat dalam pengelolaan limbah di rumah sakit dipicu oleh potensi timbulnya permasalahan yang harus diatasi dengan baik. Undang-Undang dan peraturan telah ditetapkan untuk mengatur pengelolaan limbah di rumah sakit. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 59 yang mengatur pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 163 yang terkait dengan kesehatan lingkungan, menjadi dasar regulasi yang relevan. Selain itu, regulasi ini juga diperkuat oleh peraturan-peraturan tambahan seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P56 Tahun 2015 yang mengatur prosedur dan persyaratan teknis pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 yang mengatur pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.

Di sebelah RSUD Kota Langsa, di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), terlihat tumpukan limbah termasuk jarum suntik, saluran kencing, selang Infus, botol obat, cateter, perban pasien yang mengandung darah, sarung tangan, dan berbagai jenis limbah medis lainnya. Sayangnya, pengelolaan limbah oleh rumah sakit tidak dilakukan dengan baik, menyebabkan tumpukan limbah ini tidak terpisahkan selama berhari-hari. Keadaan semacam ini tentu sangat berbahaya dan berpotensi mencemari lingkungan sekitar.[7]

METODE

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah metode normatif dengan fokus pada perundang-undangan dan konsep GreenHospital untuk mengidentifikasi strategi pengelolaan yang ramah lingkungan. Data sekunder yang digunakan terdiri dari bahan pustaka, seperti bahan hukum primer berupa UUD 1945, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 59, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 163, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P56 Tahun 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019, dan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Selain menggunakan bahan hukum primer yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini juga menggunakan bahan hukum sekunder seperti jurnal, buku, dan artikel yang relevan dengan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah pendekatan normatif dengan menggunakan perundang-undangan dan konsep GreenHospital untuk menganalisis pengelolaan limbah medis di rumah sakit. Data yang telah dikumpulkan akan digunakan untuk menyajikan informasi tentang pengelolaan limbah medis di rumah sakit, dan kemudian akan dianalisis secara kualitatif untuk mengidentifikasi langkah-langkah pengelolaan limbah medis yang sesuai dengan konsep GreenHospital.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tatacara pengelolaan limbah medis untuk Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah sebuah struktur yang berfungsi sebagai fasilitas kesehatan yang dibiayai dan dikelola baik oleh pemerintah maupun swasta untuk memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.[8] Setiap harinya, rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan pasti menghasilkan jumlah limbah yang signifikan, terutama limbah medis, dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Dalam lingkungan rumah sakit, terdapat berbagai jenis limbah, termasuk limbah padat, limbah cair, dan limbah gas, yang dihasilkan dari berbagai kegiatan yang dilakukan di dalamnya.

Sebagai penyedia limbah medis yang termasuk dalam kategori limbah B3, rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk secara bertanggung jawab mengelola limbah medis yang dihasilkan. Tanggung jawab krusial rumah sakit adalah memastikan bahwa limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan di dalamnya diolah dan dibuang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan kesehatan lingkungan sekitar. Tujuannya adalah untuk mencegah bahaya terhadap lingkungan sekitar dan kesehatan. Pengelola limbah medis yang termasuk dalam kategori limbah B3 harus memperoleh izin yang valid dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan wewenang yang mereka miliki, sebagai langkah penting untuk mengelola limbah medis dengan tepat.[9]

Pemerintah menyediakan solusi dengan mengimplementasikan pengelolaan limbah medis berbasis wilayah untuk mengatasi rumah sakit yang belum menggunakan incinerator dalam pengelolaan limbah medisnya. Kesadaran akan permasalahan ini muncul karena ketidakseimbangan antara kapasitas pengelolaan limbah medis yang terbatas dengan jumlah rumah sakit yang menghasilkan limbah medis. Maka dari itu, dibutuhkan usaha untuk meningkatkan infrastruktur dan sistem pengelolaan limbah medis yang efektif guna mengatasi situasi ini.

Pemerintah telah mengadopsi pengelolaan limbah medis berbasis wilayah sebagai solusi alternatif untuk mengatasi situasi di mana beberapa rumah sakit belum menggunakan incinerator dalam pengelolaan limbah medis.Keterbatasan kapasitas pengelola limbah medis yang tidak seimbang dengan jumlah rumah sakit yang menghasilkan limbah medis menjadi penyebab utama permasalahan ini. Untuk itu, penting bagi pemerintah daerah untuk memberikan dukungan dalam menyediakan fasilitas pengelolaan limbah medis di setiap wilayahnya.

Penting bagi rumah sakit untuk mematuhi prosedur dan tata cara yang sesuai untuk setiap jenis limbah yang dihasilkan, termasuk limbah padat, cair, dan gas, sebagai bagian dari pengelolaan limbah medis yang efektif. Untuk pengelolaan limbah medis berbentuk padat, rumah sakit melaksanakan beberapa tahapan sebagai berikut:[10]

  1. Dalam rangka tahap pengurangan, dilakukan upaya modifikasi proses dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan sebagai langkah untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
  2. Sebelum limbah medis dibawa ke tempat penyimpanan sementara, tahap pewadahan dilakukan dengan menempatkan limbah dalam wadah khusus yang dilengkapi dengan simbol sesuai karakteristik limbah. Wadah-wadah ini diletakkan di lokasi yang terpisah dari jangkauan umum.
  3. Dalam proses pengangkutan limbah, ada dua opsi yang dapat dipilih, yaitu melakukan pengangkutan secara mandiri atau berkolaborasi dengan pihak lain, dengan memastikan bahwa semua ketentuan dan peraturan yang berlaku dipatuhi dengan baik. Proses penyimpanan ini dilakukan dengan menggunakan wadah kontainer yang sesuai dengan karakteristik limbah B3.
  4. Dalam proses pengangkutan limbah, ada dua opsi yang dapat dipilih, yaitu melakukan pengangkutan secara mandiri atau berkolaborasi dengan pihak lain, dengan memastikan bahwa semua ketentuan dan peraturan yang berlaku dipatuhi dengan baik. Proses pengangkutan limbah dari ruangan sumber limbah menuju tempat penyimpanan sementara dilaksanakan oleh petugas yang telah mengikuti pelatihan khusus, dan menggunakan jalur eksklusif yang tidak dilalui oleh masyarakat umum.
  5. Dalam proses pengolahan limbah medis, pihak rumah sakit menggunakan alat yang telah disediakan, seperti incinerator, dan bekerja sama dengan pihak pengolah limbah B3 yang telah memiliki izin resmi.

Figure 1. Alur Proses Pengelolaan Limbah

Proses dalam pengelolaan limbah medis berbentuk limbah cair melibatkan tiga tahapan yang harus dilalui, yaitu:

  1. Sebelum dilepaskan ke badan air, limbah cair harus memenuhi standar baku efluen air limbah yang ditetapkan saat tahap penyaluran.
  2. Dalam tahap pengolahan air limbah, upaya utamanya adalah untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan yang dapat timbul akibat limbah tersebut. Selain itu, tujuan lainnya adalah memastikan bahwa kualitas air limbah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan sebelum akhirnya dilepaskan ke badan air.
  3. Dalam memilih teknologi pengelolaan limbah, prioritas diberikan pada teknologi yang menghasilkan sedikit atau bahkan tidak menghasilkan emisi gas, dengan fokus utama untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Figure 2. Alur Pengelolaan Limbah Cair

Pengelolaan limbah medis berbentuk gas harus melalui empat proses yaitu:

  1. Dalam proses pemilihan, dilakukan pengelolaan limbah dengan memprioritaskan teknologi yang menghasilkan sedikit atau bahkan tidak menghasilkan emisi gas, dengan tujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Hal ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
  2. Pemeliharaan merupakan proses yang dilakukan untuk menjaga dan merawat peralatan yang menjadi sumber timbulnya limbah gas, sehingga emisi gas yang terjadi tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. Dalam proses perbaikan, alat yang menjadi sumber keluarnya limbah gas harus diperbaiki agar emisi gas yang terjadi tetap sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini penting untuk menjaga lingkungan dan kesehatan manusia dari dampak negatif limbah gas.
  4. Pemeriksaan dilakukan dengan tujuan untuk mengukur parameter emisi gas, sehingga dapat diketahui apakah hasil emisi gas yang keluar sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini penting untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dan kesehatan.

Figure 3. Alur Pengelolaan Limbah Gas

Gunanya memastikan pengelolaan limbah yang efektif di rumah sakit adalah dengan memperhatikan jenis limbah yang dihasilkan, khususnya limbah medis yang tergolong dalam kategori limbah B3. Hal ini bertujuan untuk menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan sekitar serta mencegah potensi risiko kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh limbah tersebut. Di samping itu, penting bagi rumah sakit untuk memperoleh izin lingkungan yang mencakup Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Izin lingkungan ini menjadi persyaratan penting karena adanya kesadaran bahwa pendirian rumah sakit dapat berpotensi menghasilkan limbah yang berdampak negatif pada lingkungan sekitar. Maka dari itu izin AMDAL diperlukan untuk memperoleh izin pendirian rumah sakit. [11] Fungsi izin adalah untuk mendapatkan perlindungan. Jika rumah sakit tidak memiliki izin terutama pada izin lingkungan,maka rumah sakit tersebut jika menjadi penyebab terjadinya pencemaran lingkungan terkait limbah medis yang dihasilkannya maka rumah sakit tersebut bisa di gugat di pengadilan. Di Indonesia, peraturan yang berlaku mewajibkan setiap pihak yang menghasilkan limbah B3 untuk bertanggung jawab dalam melakukan pengelolaan limbah tersebut.[12]

Untuk menjalankan pengelolaan limbah medis rumah sakit dengan baik dan sesuai aturan, penting untuk mematuhi prosedur yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Peraturan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan kegiatan atau aktivitas menghasilkan limbah harus melaksanakan pengelolaan limbah sesuai dengan peraturan berlaku dan memperoleh izin yang diperlukan. Dengan tujuan utama mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, pengelolaan limbah yang baik juga bertujuan untuk memastikan perlindungan hak atas lingkungan hidup. Apabila rumah sakit tidak mematuhi aturan pengelolaan limbah medis yang termasuk dalam kategori limbah B3, maka dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.[13] Selain sanksi pidana, jika rumah sakit tidak mematuhi peraturan pengelolaan limbah medis, mereka dapat dikenai sanksi administrasi seperti teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, bahkan pencabutan izin lingkungan yang terkait dengan operasional rumah sakit tersebut.

Pengelolaan limbah medis yang berorientasi terwujudnya greenhospital

Greenhospital adalah konsep perancangan dan manajemen rumah sakit yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan menerapkan praktik-praktik berkelanjutan dan ramah lingkungan, sehingga dikenal sebagai rumah sakit yang peduli akan lingkungan. Dalam konsep Greenhospital, prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan diterapkan dengan mengacu pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini menekankan pentingnya memperhatikan lingkungan dan risiko terhadap kesehatan dalam setiap tahapan pembangunan.

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit meliputi limbah padat, limbah cair, dan limbah gas membutuhkan pengolahan yang tidak hanya memenuhi standar kualitas limbah, tetapi juga mengikuti konsep reduce, reuse, recycle, dan recovery. Greenhospital adalah bagian dari inisiatif untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang berkelanjutan, sebagai upaya menuju rumah sakit yang ramah lingkungan. Konsep ini tidak hanya memperhatikan kepentingan lokal, tetapi juga global, dengan tujuan yang mencakup aspek-aspek seperti kesehatan, lingkungan hidup, ekonomi, sosial budaya, dan produktivitas untuk memenuhi kebutuhan yang beragam. Sebagai konsep rumah sakit yang ramah lingkungan, Greenhospital berada sejalan dengan tujuan penyelenggaraan rumah sakit yang diatur dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Greenhospital berkomitmen untuk mewujudkan tujuan tersebut dengan fokus pada memberikan perlindungan yang optimal terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit, serta sumber daya manusia di dalamnya. Prinsip-prinsip yang sesuai akan diimplementasikan dalam upaya mencapai hal tersebut.

Jenis Aturan Substansi Konsep Greenhospital
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertujuan untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup dengan baik. Sesuai dengan Pasal 59 (1), setiap individu yang menghasilkan limbah B3 memiliki kewajiban untuk melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Melalui UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 162 mendorong upaya kesehatan lingkungan guna menciptakan lingkungan yang sehat secara fisik, kimia, biologi, dan sosial, sehingga setiap individu dapat mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Dalam Pasal 8 (2) melaksanaan ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan, termasuk upaya pemantauan lingkungan, pengelolaan lingkungan, dan analisis mengenai dampak lingkungan, harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memastikan perlindungan lingkungan yang optimal.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 6 tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 1 dari peraturan tersebut menegaskan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) memiliki peran penting sebagai persyaratan utama dalam proses pengambilan keputusan terkait penyelenggaraan usaha dan kegiatan. AMDAL harus disertakan dalam dokumen perizinan berusaha, persetujuan pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa dampak terhadap lingkungan hidup dipertimbangkan secara menyeluruh sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan Berdasarkan Pasal 24 (1), setiap fasilitas pelayanan kesehatan diwajibkan untuk melaksanakan proses pengolahan limbah dihasilkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Peraturan Menteri LHK Nomor P.56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah di Fasyankes Pasal 5 dari peraturan tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan melibatkan beberapa tahapan, yaitu pengurangan dan pemilahan limbah B3, penyimpanan limbah B3, pengangkutan limbah B3, pengolahan limbah B3, penguburan limbah B3, serta penimbunan limbah B3.
Table 1. Aturan hukum yang mendukung konsep rumah sakit ramah lingkungan atau Greenhospital dalam pengelolaan limbah medis B3 di Indonesia

Sebagai bagian dari komitmen untuk menerapkan prinsip rumah sakit ramah lingkungan, pemasangan sistem pengolahan air limbah domestik dengan teknologi dan desain yang sesuai, serta kapasitas olah yang memadai sesuai dengan volume limbah yang dihasilkan, adalah salah satu persyaratan teknis yang harus dipenuhi. Kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2023, yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, menjadi suatu keharusan dalam pengelolaan limbah medis B3. Tindakan ini krusial untuk menjamin bahwa pengelolaan limbah medis berjalan optimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk memastikan pengolahan limbah medis dilakukan dengan tepat, rumah sakit disarankan untuk bekerjasama dengan pihak ketiga yang telah memiliki izin pengolahan limbah medis dari instansi pemerintah yang berwenang. Hal ini akan memastikan bahwa limbah medis diolah secara profesional dan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Penegakan ini krusial guna memastikan bahwa pengolahan akhir limbah medis berjalan sesuai dengan peraturan dan standar yang telah ditetapkan.

Agar pengolahan limbah medis dapat dilakukan dengan tepat, rumah sakit disarankan untuk menjalin kerja sama dengan pihak ketiga yang telah memiliki izin pengolahan limbah medis dari instansi pemerintah yang berwenang. Penting untuk memastikan bahwa pengolahan akhir limbah medis dilakukan sesuai dengan regulasi dan standar yang telah ditetapkan, karena hal ini merupakan tanggung jawab utama dalam menjaga keamanan dan kebersihan lingkungan sekitar. Untuk memastikan pengelolaan limbah yang efektif, dapat diwujudkan melalui beberapa mekanisme seperti pembentukan unit pelaksanaan teknis di tingkat daerah, pendirian badan usaha milik daerah, dan/atau kerja sama dengan sektor swasta sesuai dengan regulasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan limbah medis oleh pihak ketiga di rumah sakit, dokumen manifest harus dirinci dengan informasi tentang jenis limbah, volume, sarana pengangkut, identitas petugas pengangkut, dan lokasi pengolahan limbah. Dokumen ini juga harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan sebagai bukti tindakan yang telah dilakukan oleh semua pihak terlibat. Setelah menyelesaikan proses pengolahan limbah B3, perlu dilakukan pelaporan berkala kepada instansi berwenang seperti Kementerian Lingkungan Hidup RI, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Kesehatan, sebagai langkah untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Dengan melaporkan secara rutin, dapat tercipta transparansi dan pemantauan yang efektif terhadap pengelolaan limbah B3 yang telah dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menjaga transparansi dan memastikan bahwa pengolahan limbah B3 dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Rumah sakit hanya menggunakan alat pengolahan limbah medis seperti incinerator sebagai pilihan terakhir, dengan memprioritaskan metode pengolahan limbah.

Rumah sakit yang menerapkan konsep greenhospital mengelola limbah medis dengan mempertimbangkan bentuk limbah yang dihasilkan, yaitu padat, cair, dan gas, sehingga mengadopsi prosedur pengelolaan yang sesuai untuk masing-masing jenis limbah tersebut. Pengelolaan limbah padat melibatkan lima tahapan, limbah cair melibatkan tiga tahapan, dan limbah gas melibatkan empat tahapan yang harus dilakukan. Dalam proses pengelolaan limbah, upaya dilakukan untuk menggunakan alat yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan kecelakaan kerja. Sebagai langkah tambahan untuk memastikan pengelolaan limbah yang efektif dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, rumah sakit juga dianjurkan untuk menjalin kerjasama dengan pihak ketiga yang telah memperoleh izin resmi dari pemerintah. Dengan menjalin kerjasama ini, dapat tercipta kepastian hukum dan profesionalisme dalam pengelolaan limbah rumah sakit, serta meningkatkan keandalan proses pengolahan dan pemusnahan limbah.

Penerapan konsep greenhospital memiliki beberapa keuntungan yang memberikan manfaat pada lingkungan diantaranya yaitu:

  1. Rumah sakit sangat memperhatikan mutu lingkungan hidup di dalam maupun sekitarnya dengan baik, sebagai upaya pencegahan terhadap potensi ancaman pencemaran limbah rumah sakit yang dapat terjadi.
  2. Rumah sakit sedang berusaha melaksanakan tindakan pencegahan guna memitigasi potensi kerugian yang dapat muncul akibat penanganan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di fasilitas mereka.
  1. Untuk mencegah dampak negatif akibat penanganan limbah B3 dari rumah sakit, diperlukan implementasi berbagai peraturan perundang-undangan di antara rumah sakit, lingkungan hidup, dan pihak terkait lainnya, yang bertujuan untuk menjaga kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.

KESIMPULAN

Rumah sakit harus mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Limbah Medis B3, yang menjelaskan tata cara pengelolaan limbah medis sesuai dengan jenisnya untuk mencegah pencemaran lingkungan. Peraturan ini sesuai dengan Undang-Undang tentang lingkungan hidup yang mewajibkan pengelola limbah B3 untuk melakukan pemusnahan atau pengelolaan limbah sesuai prosedur. Jika tidak mematuhi aturan, pihak yang menghasilkan limbah dapat dikenai sanksi pidana, denda, atau sanksi administratif, sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Dalam upaya menerapkan konsep rumah sakit ramah lingkungan atau greenhospital, pengelolaan limbah diutamakan dengan prinsip reduce, reuse, recycle, dan recovery, yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Agar sesuai dengan konsep tersebut, disarankan bagi rumah sakit untuk bekerja sama dengan pihak ketiga yang memiliki izin dari pemerintah dalam pengelolaan limbah. Selain itu, pemilihan alat pengelolaan limbah juga harus memperhatikan faktor lingkungan, sehingga alat yang ramah lingkungan dapat dipilih sesuai dengan konsep greenhospital. Penggunaan incinerator, sebagai contoh, sebaiknya menjadi pilihan terakhir karena dapat menghasilkan emisi gas berbahaya yang tidak sesuai dengan prinsip rumah sakit ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Absori, A., & Latif, M. (2020). Kebijakan Hukum dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): Studi Implementasi Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Salatiga. JIL: Journal of Indonesian Law, 1(1), 91-117.

Pratiwi, H. (2018). ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT UNTUK MEWUJUDKAN KONSEP GREEN HOSPITAL DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).

Siswanti, R. E. (2022). Tanggung Gugat Rumah Sakit Atas Pelanggaran Dalam Pengelolaan Limbah Medis B3 Yang Dikerjasamakan Dengan Pihak Lain. Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan, 147-159.

Rorong, V. (2020). PEMBERLAKUAN KETENTUAN PIDANA TERHADAP KEJAHATAN BERKAITAN DENGAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN. LEX ET SOCIETATIS, 8(4).

Risnawati, F., Purwanto, P., & Setiani, O. (2015). Penerapan Green Hospital sebagai Upaya Manajemen Lingkungan di Rumah Sakit Pertamina Cirebon. Ekosains, 7(1).

Aini, F. (2019). Pengelolaan Sampah Medis Rumah Sakit atau Limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) di Sumatera Barat. Jurnal Education And Development, 7(1), 13-13.

Halimah, N., & Budhiartie, A. (2020). Kebijakan Rumah Sakit dalam Sistem Pengelolaan Kesehatan Lingkungan: Rumah Sakit, Kesehatan Lingkungan, Limbah, Kebijakan. Mendapo: Journal of Administrative Law, 1(1), 22-36.

Noor, E. A. (2020). Pertanggung jawaban rumah sakit terhadap limbah bahan beracun berbahaya (B3). Jurnal Penegakan Hukum Indonesia, 1(1).

Nella, R., Febria, F. A., & Mahdi, M. (2022). Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Kota Padang. JI-KES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 5(2), 210-220.

Putri, A. H. (2018). Efektivitas pengelolaan limbah medis rumah sakit terhadap dampak lingkungan hidup. Krtha Bhayangkara, 12(1).

Catatan Kaki

[1] https://ameera.republika.co.id/berita/s04x2c425/limbah-nuklir-yang-dibuang-jepang-ke-samudra-pasifik-seberapa-bahayanya-bagi-lingkungan(diakses pada 30 Agustus 2023,pukul 20.26)

[2] Ibid

[3] https://sdgs.ub.ac.id/isu-isu-lingkungan/

[4] Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

[5] Masrudi Muchtar dkk,Hukum Kesehatan Lingkungan,Pustaka Baru Press,Yogyakarta,2016,hlm.18

[6] Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 2014.

[7] http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/6333ba5cbfe845cce7087bc76a1a79c7 (diakses pada 03 September 2023,pukul 21.52)

[8] .Pasal 1 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit adalah Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

[9] .Pasal 59 Undang-Undang  No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

[10] Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan

[11] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan menyatakan bahwa Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.

[12] Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan: “setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannaya

[13] Pasal 103  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)

Published

2023-11-15

How to Cite

Maharani, A. E., & Prakoso, A. L. (2023). Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Berorientasi pada Greenhospital. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1187. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1187

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check