Disparitas Stunting di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan: Systematic Review

Authors

  • Dea Widya Astari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Devy Kartika Sari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Dwi Ratnawaty Hakim Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Ferenadia Apriliani Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Muhimatul Mufarikhah Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Putri Uswatun Hasanah Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Siti Ariffah Septiani Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Hamzah Hasyim Universitas Sriwijaya, Indonesia

Keywords:

Disparitas, Kesenjangan, Perkotaan, Perdesaan, Stunting

Abstract

Latar belakang: Prevalensi stunting yang masih tinggi di wilayah pedesaan dibandingkan perkotaan menjadi perhatian utama dalam konteks kesehatan anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perbedaan tersebut dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi, dengan harapan memberikan wawasan krusial untuk perencanaan intervensi guna mengurangi prevalensi stunting, terutama di wilayah pedesaan. Metode: Penelitian ini menggunakan systematic review dengan pencarian literatur di PubMed dan Google Scholar, mengikuti panduan PRISMA. Kata kunci mencakup “Disparities” OR “Disparity” OR “Inequalities” AND “Rural” AND “Urban” AND “Stunting” dalam artikel bahasa Inggris yang diterbitkan antara 2013-2023. Didapatkan 12 artikel yang layak untuk diteliti. Hasil Penelitian: Prevalensi stunting pada anak di bawah 5 tahun lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan, meskipun terjadi penurunan secara keseluruhan. Kesenjangan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor kompleks seperti sosial demografi, kesenjangan ekonomi, dan akses pelayanan kesehatan. Kesimpulan: Faktor penyebab disparitas melibatkan karakteristik demografis, lingkungan, pendidikan ibu, status ekonomi, dan aksesibilitas pelayanan kesehatan. Rekomendasi kebijakan untuk mengatasi masalah ini termasuk peningkatan pemeriksaan antenatal dan pendidikan ibu, strategi gizi, perbaikan sanitasi, dan pengurangan kemiskinan.

PENDAHULUAN

Stunting, atau gangguan pertumbuhan pada anak, merupakan isu kesehatan global yang telah mendapatkan perhatian yang signifikan (Nugroho & Putri, 2020; Nursanyoto et al., 2023). Masalah ini menjadi fokus utama kesehatan anak-anak di bawah usia 5 tahun di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah di seluruh dunia (WHO, UNICEF). Dampak stunting pada anak-anak ini melibatkan gangguan perkembangan fisik dan memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap perkembangan kognitif, prestasi pendidikan, produktivitas ekonomi saat dewasa, dan hasil reproduksi ibu (Akombi et al., 2017; Dewey & Begum, 2011)

Meskipun terdapat penurunan prevalensi stunting secara global, masalah ini masih menjadi tantangan serius, terutama di negara-negara berkembang. Prevalensi stunting bervariasi di berbagai wilayah (UNICEF, 2020). Menurut WHO (2022), sebanyak 22,7% anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia mengalami stunting sedangkan berdasarkan hasil penelitian Ssentongo et al., (2021), menunjukkan bahwa prevalensi stunting di negara berkembang sebesar 29,1%. Angka tersebut masih di atas prevalensi stunting di Indonesia yakni sebesar 24,4% di tahun 2021 dan menurun hingga 21,6% di tahun 2022 (SSGI, 2022).

Anak-anak yang tinggal di wilayah perkotaan, terutama di negara berpendapatan rendah dan menengah, memiliki risiko stunting yang lebih rendah karena akses lebih mudah ke fasilitas kesehatan dan dukungan sistem kesehatan perkotaan yang lebih maju (Nursanyoto et al., 2023). Orang – orang yang tinggal di perkotaan biasanya memiliki pasokan makanan yang memadai dan tempat tinggal yang dilengkapi dengan fasilitas seperti listrik, air dan sanitasi serta transportasi yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Akombi et al.,(2017), menunjukkan bahwa meskipun ada penurunan prevalensi stunting secara global, disparitas antara daerah perkotaan dan pedesaan masih ada. Penelitian ini menemukan bahwa anak – anak di daerah pedesaan memiliki risiko 1,3 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan anak – anak di daerah perkotaan.

Prevalensi stunting cenderung lebih tinggi di wilayah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan. Beberapa faktor yang menyumbang terhadap disparitas ini melibatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, status gizi ibu, pendidikan ibu, dan kondisi sanitasi (Sserwanja et al., 2021; Zhu et al., 2021). Di Indonesia, studi menunjukkan perbedaan prevalensi stunting berdasarkan status ekonomi sosial dan lokasi tempat tinggal (pedesaan atau perkotaan). Anak-anak dengan status sosial ekonomi rendah atau yang tinggal di daerah pedesaan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami stunting (Widyaningsih et al., 2022).

Meskipun disparitas prevalensi stunting antara wilayah pedesaan dan perkotaan sering terjadi, penelitian yang mendalam mengenai fenomena ini di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perbedaan prevalensi stunting di wilayah pedesaan dan perkotaan serta mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap disparitas tersebut. Harapannya, hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan penting untuk perencanaan dan implementasi intervensi guna mengurangi prevalensi stunting, khususnya di wilayah pedesaan.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode systematic review, yaitu suatu metode desain untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menginterpretasikan semua hasil yang relevan terkait dengan pertanyaan, topik, atau fenomena yang menjadi perhatian (Kitchenham et al., 2020). Dalam penyusunan systematic review ini, metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses) diikuti sebagai panduan. Dalam proses pencarian artikel, digunakan dua mesin pencarian, yakni Pubmed dan Google scholar. Dalam pencarian artikel di kedua mesin pencarian tersebut, penelusuran menggunakan kata kunci dan kombinasi kata kunci. Kata kunci yang digunakan dengan operator Boolean (AND, OR) yaitu: “Disparities” OR “Disparity” OR “Inequalities” AND “Rural” AND “Urban” AND “Stunting”.

Dalam penelitian ini, jenis literatur yang digunakan adalah artikel penelitian, yang mencakup penelitian cross-sectional. Kriteria inklusi dalam penelitian ini melibatkan artikel-artikel yang diterbitkan antara tahun 2013 hingga 2023, ditulis dalam bahasa Inggris, tersedia dengan akses bebas penuh (open access), serta relevan dengan topik yang diteliti. Sedangkan, kriteria eksklusi mencakup publikasi yang hanya menyediakan abstrak tanpa memberikan akses ke artikel penuh, artikel yang diterbitkan sebelum tahun 2013, penelitian systematic review dan study review, artikel yang tidak relevan dengan topik yang diteliti.

Informasi tentang penyaringan awal telah dilakukan. Jika ada perbedaan dalam jumlah artikel yang diperoleh, bantuan pihak ketiga diberikan. Setiap perbedaan pendapat diselesaikan melalui diskusi, dan keputusan akhir dibuat. Strategi pencarian didasarkan pada pendekatan participants, intervention, comparison, and outcome (PICO). Penilaian kualitas dilakukan dengan menggunakan Daftar Penilaian Kritis Joanna Briggs Institute (JBI) yang diadaptasi ke dalam desain penelitian ini.

HASIL

Melalui proses pencarian literatur menggunakan metode PRISMA, artikel yang berhasil diidentifikasi sebanyak 63 artikel yang dipublikasikan pada periode 2013-2023, dengan kriteria akses bebas penuh (free full text) dan ditulis dalam bahasa Inggris. Dalam proses ini, terdapat 5 artikel yang memiliki kesamaan judul (duplikat) yang kemudian dikeluarkan. Selanjutnya, dari 58 artikel yang tersisa, dilakukan proses screening berdasarkan judul dan abstrak, di mana 38 artikel dieliminasi karena tidak relevan dan tidak berkaitan dengan topik yang diteliti.

Setelah melakukan peninjauan penuh teks (full text review) terhadap 20 artikel yang tersisa, kami menemukan bahwa 8 artikel tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Artikel-artikel ini tidak mencakup pembahasan tentang disparitas stunting di wilayah perkotaan dan perdesaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, atau memiliki desain penelitian yang tidak sesuai, seperti systematic review dan study literatur. Oleh karena itu, hanya 12 artikel yang memenuhi syarat dan relevan untuk dianalisis dalam systematic review ini, seperti yang tercantum dalam Tabel 1.

Figure 1. Proses Pencarian Literatur Menggunakan Metode PRISMA

No Peneliti,Tahun Judul Desain Studi Hasil Penelitian
1 (Kalinda et al., 2023) Understanding factors associated with rural?urban disparities of stunting among under?five children in Rwanda: A decomposition analysis approach Cross- sectional Penurunan angka stunting berat sebesar 6,7% pada anak usia 6–23 bulan yang tinggal di perkotaan dan penurunan sebesar 8,2% pada anak yang tinggal di pedesaan. Faktor penentu utama penurunan stunting sedang dan berat adalah usia anak, indeks kekayaan, pendidikan ibu dan jumlah kunjungan antenatal.
2 (Akram et al., 2018) Prevalence and Determinants of Stunting Among Preschool Children and Its Urban–Rural Disparities in Bangladesh Cross- sectional Prevalensi stunting secara keseluruhan adalah 36,3% dan secara signifikan lebih tinggi di daerah pedesaan (38,1%) dibandingkan daerah perkotaan (31,2%). peluang yang jauh lebih tinggi ditemukan pada anak-anak berusia 36 hingga 47 bulan dibandingkan dengan anak-anak berusia 6 hingga 12 bulan dan pada anak-anak dari rumah tangga termiskin. Di daerah pedesaan, anak laki-laki secara signifikan lebih mungkin mengalami stunting (odds rasio¼ 1,31; Interval kepercayaan 95%: 1,12-1,53). Faktor risiko lain yang signifikan terhadap stunting pada masa anak-anak adalah pendidikan ibu dan indeks massa tubuh, anak yang menderita diare, pemberian ASI awal, dan pembagian administratif.
3 (Widyaningsih et al., 2022)

Determinants of socioeconomic and rural-urban disparities in stunting: evidence from Indonesia

Cross- sectional Perbedaan faktor-faktor yang berhubungan dengan stunting antara anak-anak di daerah pedesaan dan perkotaan, atau anak-anak dari rumah tangga miskin dan tidak miskin. Perawakan ibu yang pendek dan tingkat pendidikan yang rendah meningkatkan kemungkinan terjadinya stunting pada semua kelompok. Namun, pada anak dari keluarga yang lebih tinggi pengeluaran rumah tangga, jajanan tidak sehat merupakan prediktor signifikan terjadinya stunting (rasio odds yang disesuaikan (aOR) 1,23, interval kepercayaan 95% (CI) 1,04–1,47). Temuan ini tidak ditemukan pada kelompok lain. Sanitasi yang baik secara signifikan mengurangi stunting pada anak-anak dari keluarga dengan pengeluaran rumah tangga yang lebih tinggi dan anak-anak dari masyarakat perkotaan. Pelayanan gizi mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak-anak miskin dan anak-anak di daerah perkotaan.
4 (Tadesse et al., 2023) Urban-rural disparity in stunting among Ethiopian children aged 6–59 months old: A multivariate decomposition analysis of 2019 Mini-EDHS Cross- sectional Prevalensi stunting pada anak usia 6–59 bulan di Ethiopia adalah 37,8% (95% CI: 36,8%, bahwa tidak ada persaingan 39,6%). Perbedaan prevalensi stunting antara perkotaan dan perdesaan tempat tinggal yang tinggi (prevalensi di pedesaan adalah 41,5%, sedangkan di perkotaan adalah 25,5%). Faktor endowment dan koefisien menjelaskan disparitas stunting perkotaan-perdesaan dengan besaran masing-masing sebesar 35,26% dan 64,74%. Status pendidikan ibu, jenis kelamin, dan usia anak menjadi faktor penentu disparitas perkotaan-perdesaan terhadap stunting.
5 (Zhu et al., 2021) Urban–rural disparities in the magnitude and determinants of stunting among children under five in tanzania: Based on tanzania demographic and health surveys 1991–2016 Cross- sectional Prevalensi stunting di wilayah perkotaan Tanzania menurun secara signifikan dan telah memenuhi target 5 tahun sebelumnya yaitu menurunkan prevalensi stunting menjadi 28% pada tahun 2021. Kesenjangan gizi antara anak-anak di perkotaan dan pedesaan telah melebar, dan stunting masih merupakan fenomena yang sangat besar di daerah pedesaan. Karena tidak ada interaksi antara tempat tinggal dan faktor lain yang berpengaruh terhadap stunting pada anak, kesenjangan gizi terutama disebabkan oleh ketidakseimbangan sosial ekonomi antara rumah tangga di pedesaan dan perkotaan. Oleh karena itu, inisiatif anti-malnutrisi harus diarahkan pada anak-anak yang rentan, seperti anak-anak dari keluarga petani, dan ketika kesenjangan ekonomi, pendidikan, pasokan makanan, dan status perempuan antara pedesaan dan perkotaan secara bertahap menyempit, kesenjangan gizi anak juga akan meningkat. menghilang.
6. (Sserwanja et al., 2021)

Rural and Urban Correlates of Stunting Among Under-

Five Children in Sierra Leone: A 2019 Nationwide Cross-

Sectional Survey

Cross- sectional Prevalensi stunting sebesar 31,6% di perdesaan dan 24,0% di perkotaan. Di daerah pedesaan, anak-anak dari ibu yang mengalami stunting, ibu yang lebih muda berusia 15 hingga 19 tahun, ibu yang tidak berpendidikan, serta anak yang lebih tua, dan anak laki-laki lebih mungkin mengalami stunting dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami stunting, lebih tua, pasca pendidikan dasar, dan mereka yang masing-masing berusia kurang dari 24 bulan dan perempuan. Sedangkan anak perkotaan yang ayahnya berpendidikan rendah yang ibunya lebih banyak, dan anak laki-laki lebih mungkin mengalami stunting dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang ayah berpendidikan tinggi, ibu dengan paritas rendah, dan anak perempuan
7. (Li et al., 2023) Urban–rural disparities in the association between long-term exposure to high altitude and malnutrition among children under 5 years old: evidence from a cross-sectional study in Tibet Cross- sectional

Secara total, 1975 anak di bawah 5 tahun dilibatkan dalam penelitian ini. Ditemukan

bahwa penambahan ketinggian 1000 m (wilayah) dikaitkan dengan penurunan skor Z tinggi badan menurut usia, skor Z sebesar berat badan menurut usia, OR untuk stunting dan underweight masing-masing adalah 2.03 dan 2.04 per 1000 m peningkatan ketinggian; dan OR meningkat pesat pada ketinggian di atas 3500 m. Dampak paparan jangka panjang terhadap dataran tinggi terhadap prevalensi berat badan kurang pada anak-anak di pedesaan lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak di perkotaan (P <0.05)

8. (Hunde, 2022) Explaining urban-rural disparity in prevalence of stunting and wealth related inequality in Ethiopia: A decomposition analysis Cross- sectional Perbedaan karakteristik anak, karakteristik ibu, rumah tangga, dan lingkungan yang diamati menjelaskan 82,8% kesenjangan prevalensi stunting antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Penguraian lebih lanjut mengenai kesenjangan stunting menunjukkan bahwa perbedaan karakteristik ibu berkontribusi terhadap 36,7% kesenjangan stunting, variasi karakteristik rumah tangga menjelaskan 31,7% kesenjangan tersebut, dan 13,6% kesenjangan stunting disebabkan oleh perbedaan karakteristik anak dalam keluarga. kedua area tersebut. Studi ini juga menemukan adanya kesenjangan absolut terkait kekayaan yang signifikan dengan stunting (-0,133). Usia anak, tingkat pendidikan ibu, usia ibu dan tempat tinggal ditemukan berhubungan secara signifikan dengan ketimpangan sosial ekonomi pada stunting.
9. (Lin & Feng, 2023) Exploring the impact of water, sanitation and hygiene (WASH), early adequate feeding and access to health care on urban–rural disparities of child malnutrition in China Cross- sectional Prevalensi stunting lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan (crude RR: 2.55; 95% CI: 1.92–3.39). Setelah disesuaikan dengan WASH, RR berkurang menjadi 2,01 (95% CI: 1,44–2,79). Selain itu, penyesuaian terhadap pemberian makanan yang cukup sejak dini, akses terhadap pelayanan kesehatan dan faktor perancu lainnya tidak semakin mengurangi dampak dari tempat tinggal di perkotaan-pedesaan. Anak-anak dari rumah tangga yang tidak memiliki WASH yang baik atau tidak memiliki akses yang mudah terhadap pelayanan kesehatan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami stunting, dengan angka RR kasar masing-masing sebesar 2,19 (95% CI: 1,72–2,79) dan 1,67 (95% CI: 1,24–2,26).
10. (Srinivasan et al., 2013) Rural-urban disparities in child nutrition in Bangladesh and Nepal Cross- sectional Perbedaan tingkat karakteristik sosio-ekonomi – pendidikan ibu, pendidikan pasangan dan indeks kekayaan (yang mencakup kepemilikan aset rumah tangga dan akses terhadap air minum dan sanitasi) berkontribusi besar terhadap kesenjangan desa-kota di negara-negara dengan jumlah penduduk terendah. Perbedaan kekuatan hubungan antara karakteristik sosio-ekonomi dan hasil gizi anak menyebabkan kurang dari seperempat kesenjangan desa-kota pada bagian bawah distribusi skor HAZ. Data DHS menunjukkan bahwa 45% balita di pedesaan Bangladesh mengalami stunting, dibandingkan dengan 36% di perkotaan, dengan rata-rata populasi 43%. Di Nepal, 51% balita di pedesaan mengalami stunting, dibandingkan dengan 36% di perkotaan, dengan rata-rata populasi 49%.
11 (Cardenas et al., 2022)

Mind the Gap! Socioeconomic Determinants

of the Stunting Urban-Rural Gap for Children in Colombia

Cross-sectional

Prevalensi stunting (tinggi badan rendah untuk usia) pada anak-anak di Colombia secara keseluruhan telah menurun dalam beberapa dekade terakhir, tetapi masih ada kesenjangan geografis yang signifikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Pada tahun 2015, prevalensi stunting di wilayah perkotaan adalah 7,85% dan di wilayah pedesaan 15,11%.

Tiga faktor utama yang menjelaskan kesenjangan adalah: indeks kekayaan rumah tangga (54%), tingkat pendidikan ibu (26%), dan akses layanan kesehatan yang diukur melalui persalinan institusional dan pemeriksaan antenatal (12%).

12 (Kismul et al., 2017)

Determinants of childhood stunting in the

Democratic Republic of Congo: further

analysis of Demographic and Health Survey

2013–14

Cross-sectional

Prevalensi stunting di Congo sangat tinggi, sekitar 43% pada tahun 2013-2014. Ini meningkat bila dibandingkan tahun 2001 sebesar 33%. Prevalensi stunting lebih tinggi terjadi di pedesaan sebesar 47,2% dibandingkan di perkotaan sebesar 32,5%, dimana kejadian stunting lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki (45%) dibandingkan anak perempuan (40%). Sementara prevalensi stunting pada anak dari ibu yang tidak berpendidikan di pedesaan (53,3%) sedangkan di perkotaan (44,8%) dan prevalensi stunting pada kelompok termiskin di perkotaan adalah 39,5%, sedangkan 50,5% di pedesaan.

Faktor risiko utama untuk stunting adalah usia anak, jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, tinggal di provinsi tertentu dengan rawan pangan tinggi, jarak kelahiran pendek, dan usia ibu saat melahirkan muda.

Table 1. Deskripsi Artikel yang Diulas dalam Penelitian

PEMBAHASAN

Perbandingan Tingkat Stunting di Pedesaan dan Perkotaan

Berdasarkan penelitian di Rwanda Prevalensi stunting berat di daerah pedesaan adalah 18,1% pada tahun 2010 dan 9.8% pada tahun 2020. Sebaliknya, di daerah perkotaan sebesar 7.6% pada tahun 2010 dan 4,8% pada tahun 2020. Berdasarkan hasil penelitian tersebut angka stunting di Rwanda selama 10 tahun sudah berhasil mengalami penurunan. Hasil penelitian di Bangladesh Prevalensi stunting di perdesaan lebih tinggi yaitu (38,1%) dibandingkan di perkotaan yaitu (31,2%). Prevalensi stunting di Bangladesh paling tinggi ditemukan pada anak usia 36 hingga 47 bulan (45,3%) baik di perkotaan maupun perdesaan. Hasil penelitian di Indonesia Proporsi stunting di perdesaan sebesar 33,73% dibandingkan di perkotaan yang hanya 25,02%, hal ini menunjukkan kesenjangan prevalensi stunting sebesar 8,7% antara pedesaan dan perkotaan.  Dan hasil penelitian di Ethiopia juga menunjukkan prevalensi stunting di pedesaan adalah 41,5%, sedangkan di perkotaan adalah 25,5%.  Berdasarkan hasil tersebut di dapat disimpulkan bahwa angka stunting di daerah pedesaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi sosial demografi, kesenjangan ekonomi dan juga ketidaksetaraan akses pelayanan Kesehatan antara pedesaan dan perkotaan (Akram et al., 2018; Kalinda et al., 2023; Tadesse et al., 2023; Ulep et al., 2022; Widyaningsih et al., 2022)

Tren Prevalensi Stunting pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan di Tanzania secara keseluruhan di Tanzania telah menurun secara signifikan dalam tiga dekade terakhir, namun beban stunting pada anak-anak di wilayah pedesaan masih tetap tinggi.. Pada tahun 1991–1992, prevalensi stunting adalah 50,48% di perdesaan dan 46,80% di perkotaan. Pada tahun 2015–2016, prevalensi stunting turun menjadi 38,26% di pedesaan dan 25,65% di perkotaan. Meskipun secara umum angka penurunan stunting tahunan adalah sebesar 6,81%, angka penurunan tersebut lebih tinggi di wilayah perkotaan (11,33%) dibandingkan dengan wilayah pedesaan (5,39%). Sejalan dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan di Sierra Leone yakni prevalensi stunting sebesar 31,6% di perdesaan dan 24,0% di perkotaan. Begitu juga dengan daerah Tibet, prevalensi stunting di daerah pedesaan lebih besar dibandingkan dengan daerah perkotaan  (Sserwanja et al., 2021; Zhu et al., 2021)

Hasil penelitian yang dilakukan di tiongkok, prevalensi stunting pada tahun 2013-2018  adalah (10%) diperkotaan dan (27,9%) dipedesaan. Sejalan dengan penelitian ini di Ethiopia, stunting pada anak-anak lebih besar terjadi di daerah pedesaan (41%) dibandingkan di daerah perkotaan (26%) dengan perbedaan sebesar 15% antara anak-anak yang tinggal di perkotaan dan di pedesaan. Stunting pada kategori sosioekonomi termiskin dan terkaya masing-masing sebesar 45,1% dan 26,9%, dengan kesenjangan stunting sebesar 18% antara kategori sosio ekonomi terkaya dan termiskin. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian di Bangladesh yang menyatakan berdasarkan Data DHS menunjukkan bahwa 45% balita di pedesaan Bangladesh mengalami stunting, dibandingkan dengan 36% di perkotaan, dengan rata-rata populasi 43%. Di Nepal, 51% balita di pedesaan mengalami stunting, dibandingkan dengan 36% di perkotaan, dengan rata-rata populasi 49%. (Lin & Feng. 2023 ; Hunde. 2022; Srinivasan et al. 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan di Congo menunjukkan bahwa prevalensi stunting masih sangat tinggi, sekitar 43% pada tahun 2013-2014 meningkat bila dibandingkan tahun 2001 sebesar 33%. Prevalensi stunting di daerah pedesaan lebih tinggi (47,2%) dibandingkan perkotaan (32,5%) dengan kejadian stunting lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki (45%) dibandingkan anak perempuan (40%) (Kismul et al., 2018). Hasil penelitian yang sama juga terjadi di Kolombia dengan kejadian stunting yang masih tinggi meskipun secara keseluruhan telah menurun dalam beberapa dekade terakhir, tetapi masih ada kesenjangan geografis yang signifikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan dengan prevalensi stunting di wilayah perkotaan adalah 7,85% dan di wilayah pedesaan 15,11% (Cardenas et al., 2022).

Kesimpulannya, prevalensi stunting pada anak-anak di bawah usia 5 tahun cenderung lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan, dan hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk kondisi sosial demografi, kesenjangan ekonomi, dan aksesibilitas pelayanan kesehatan. Solusi yang efektif untuk mengatasi masalah ini perlu mempertimbangkan keragaman faktor-faktor tersebut dan menyesuaikan strategi intervensi sesuai dengan kebutuhan setiap wilayah.

Faktor Penyebab Disparitas Stunting pada Anak di Pedesaan dan Perkotaan

Berdasarkan hasil penelitian di Rwanda, Bangladesh, Filipina, Indonesia, Ethiopia, Tanzania, Sierra Leone, Tibet, dan Tiongkok, sejumlah faktor menyebabkan disparitas tingkat stunting pada anak antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Penelitian di Rwanda menyoroti bahwa usia anak, pola makan, dan faktor rumah tangga seperti jumlah anggota keluarga, status ekonomi, tingkat pendidikan ibu, dan jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan memainkan peran utama dalam penurunan stunting. Temuan ini sejalan dengan penelitian di Bangladesh dan Filipina, yang menunjukkan bahwa faktor usia, jenis kelamin anak, tempat lahir, status vaksinasi, tingkat pendidikan ibu, BMI ibu, tinggi badan, paparan media, jumlah anak, status ekonomi, jumlah anggota keluarga, dan infrastruktur sanitasi ikut berperan (Akram et al., 2018; Kalinda et al., 2023; Ulep et al., 2022; Win et al., 2021)

Di Indonesia, perbedaan karakteristik antara anak-anak di pedesaan dan perkotaan menjadi penyebab disparitas stunting. Kesenjangan prevalensi stunting lebih dominan diakibatkan oleh perbedaan dalam proporsi berat badan lahir rendah, pendidikan ibu, tinggi badan ibu, konsumsi makanan ringan yang tidak sehat, dan sanitasi yang baik. Faktor sosiodemografi ini memberikan kontribusi signifikan terhadap kesenjangan prevalensi stunting antara kedua wilayah(Widyaningsih et al., 2022).

Sementara itu, di Ethiopia, disparitas stunting diakibatkan oleh status pendidikan ibu, jenis kelamin, dan usia anak. Faktor ini menjadi penentu utama kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan (Tadesse et al., 2023) Tanzania, kesenjangan gizi antara pedesaan dan perkotaan lebih terkait dengan ketidakseimbangan sosial ekonomi antara rumah tangga di kedua wilayah tersebut (Zhu et al., 2021).

Penelitian di Sierra Leone menunjukkan bahwa faktor seperti tingkat pendidikan ibu, usia, status stunting, wilayah, usia, dan jenis kelamin anak memiliki hubungan signifikan dengan stunting pada anak di pedesaan. Di perkotaan, faktor seperti paritas ibu, tingkat pendidikan ayah, dan jenis kelamin anak menjadi berpengaruh. Ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi stunting dapat bervariasi antara wilayah pedesaan dan perkotaan (Sserwanja et al., 2021).

Di Tibet, faktor lingkungan, khususnya ketinggian wilayah, menjadi peningkatan risiko stunting dan berat badan kurang pada anak-anak. Risiko ini meningkat pada ketinggian di atas 3500 m, dan hubungan antara ketinggian tempat tinggal dan berat badan kurang lebih signifikan di daerah pedesaan dibandingkan di daerah perkotaan (Lin & Feng, 2023).

Hasil penelitian di Ethiopia menemukan peningkatan risiko stunting pada anak di bawah 5 tahun disebabkan karena ibu-ibu di pedesaan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah, pekerjaan yang lebih sedikit, dan akses terhadap sanitasi yang memadai serta air minum yang lebih baik dibandingkan dengan rumah tangga di perkotaan. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa terjadinya stunting meningkat seiring dengan bertambahnya usia anak pada kedua wilayah tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh pengenalan makanan tambahan yang berkualitas rendah gizinya yang tidak tepat dan terlambat, dan sebagian besar orang tua di daerah pedesaan mengabaikan pemenuhan kebutuhan makanan optimal anak-anak mereka seiring bertambahnya usia anak di perkotaan dan pedesaan. Pendidikan ibu sangat bermanfaat bagi anak-anak mereka karena kemungkinan terjadinya stunting berkurang seiring dengan tingkat pendidikan ibu di kedua wilayah tersebut. Anak dengan pendidikan ibu yang lebih rendah mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami stunting yang lebih buruk. Anak-anak yang ibunya berpendidikan tinggi mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk mengalami stunting dibandingkan dengan anak-anak yang ibunya berpendidikan rendah atau tidak sama sekali. Ketika ibu yang berpendidikan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan dan gizi anak, mereka akan lebih sadar akan kesehatan anak mereka dan menjaga anak mereka dengan lebih baik (Hunde, 2022).

Berdasarkan hasil penelitian di Congo didapatkan bahwa ada beberapa faktor penyebab stunting baik di perkotaan maupun di pedesaan yaitu tingkat sosial ekonomi yang rendah dimana stunting lebih tinggi terjadi pada anak dari ibu tidak berpendidikan dan rumah tangga termiskin, akses terhadap air bersih dan sanitasi yang buruk, akses ke air bersih dan toilet higienis yang rendah sangat berkontribusi terhadap terjadinya stunting. Tingginya angka pernikahan dan kehamilan usia dini, pola asuh dan pemberian makanan yang buruk dan rendahnya inisiasi menyusui dini serta pemberian makanan pendamping ASI yang tidak memadai umur 6-24 bulan juga menjadi faktor terhadap tingginya stunting di Congo. Selain itu ketidakstabilan pangan yang menyebabkan rawan pangan tinggi di beberapa provinsi pedesaan menyebabkan asupan gizi ibu dan anak tidak mencukupi, minimnya akses pelayanan kesehatan yang masih kurang baik di perkotaan maupun pedesaan, paparan penyakit infeksi yang tinggi, kondisi sanitasi dan kebersihan yang buruk juga dapat meningkatkan diare dan penyakit infeksi lain yang berkontribusi pada stunting (Kismul et al., 2017)

Keseluruhan, kesenjangan stunting antara anak di pedesaan dan perkotaan dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk karakteristik demografis, lingkungan, pendidikan ibu, status ekonomi, dan aksesibilitas pelayanan kesehatan. Strategi intervensi yang berhasil harus mempertimbangkan keragaman faktor-faktor ini dan menyelaraskan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anak di berbagai konteks geografis.

Rekomendasi Kebijakan untuk Mengatasi Disparitas Stunting

Berdasarkan beberapa penelitian, terdapat beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi disparitas stunting. Penting untuk memperkuat kebijakan yang kuat dan tepat sasaran, terutama dalam merancang ulang program nutrisi dan ketahanan pangan. Program ini perlu difokuskan pada anak-anak yang rentan, dengan menjembatani kesenjangan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Beberapa rekomendasi kebijakan meliputi (Akram et al., 2018; Cardenas et al., 2022; Kalinda et al., 2023; Tadesse et al., 2023; Ulep et al., 2022; Widyaningsih et al., 2022): peningkatan pemeriksaan antenatal dan pendidikan ibu, prioritas wilayah rawan stunting, strategi gizi komprehensif dan edukasi masyarakat, perbaikan kondisi sanitasi, peningkatan kesadaran dan pendidikan, intervensi khusus untuk kelompok rentan, kolaborasi dan koordinasi lintas sektor, dan pengurangan kemiskinan serta evaluasi berkelanjutan.

Peningkatan Pemeriksaan Antenatal dan Pendidikan Ibu, pemeriksaan antenatal yang lebih intensif dan peningkatan pendidikan ibu menjadi langkah penting. Ini melibatkan pendampingan ibu dalam pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak serta memberikan asupan nutrisi yang tepat. Faktor ini diidentifikasi sebagai kunci dalam meningkatkan kesehatan anak. Prioritisasi Wilayah Rawan Stunting, melakukan tinjauan ulang terhadap wilayah-wilayah yang memiliki tingkat stunting tertinggi dan ketidaksetaraan yang signifikan. Dengan memprioritaskan daerah-daerah ini, sumber daya dan program intervensi dapat dialokasikan secara efisien untuk mengatasi disparitas stunting.

Strategi Gizi Komprehensif dan Edukasi Masyarakat, mengimplementasikan strategi gizi yang komprehensif dengan mendukung edukasi orang tua dan masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang dan praktik makan yang baik. Program suplementasi gizi dan pemberian makanan tambahan kepada anak-anak dengan stunting juga perlu diperkuat untuk memastikan asupan nutrisi yang memadai. Perbaikan Kondisi Sanitasi, menangani disparitas stunting juga melibatkan perbaikan kondisi sanitasi di masyarakat pedesaan agar setara dengan perkotaan. Akses yang setara dan ketersediaan fasilitas sanitasi yang baik menjadi faktor penting dalam menjamin kesehatan anak.

Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan, faktor pendidikan dan kesadaran masyarakat berperan besar. Diperlukan kampanye penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya nutrisi dan perawatan anak-anak. Upaya ini harus mencakup peningkatan akses pendidikan dan penyediaan informasi tentang praktik-praktik perawatan anak yang benar. Intervensi Khusus untuk Kelompok Rentan, Identifikasi kelompok-kelompok rentan, seperti anak-anak miskin, keluarga dengan akses terbatas ke sumber daya, dan kelompok etnis tertentu. Berikan intervensi khusus bagi kelompok-kelompok ini untuk mengurangi disparitas stunting yang mereka alami.

Kolaborasi dan koordinasi lintas sektor, seperti kolaborasi dan koordinasi antara pemerintah, lembaga internasional, LSM, dan sektor swasta sangat diperlukan. Upaya bersama ini dapat mengkoordinasikan intervensi yang efektif dalam mengatasi stunting dan disparitasnya. Pengurangan Kemiskinan dan Evaluasi Berkelanjutan, Upaya pengurangan kemiskinan secara umum diharapkan dapat membantu mengurangi disparitas stunting. Evaluasi terus-menerus terhadap kebijakan dan intervensi diperlukan untuk memastikan bahwa disparitas stunting berkurang seiring waktu.

Rekomendasi kebijakan ini perlu disesuaikan dengan konteks lokal, budaya, dan sumber daya yang tersedia. Melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, dalam upaya bersama untuk mengatasi disparitas stunting, menjadi kunci dalam mencapai perubahan positif dalam penanggulangan stunting.

KESIMPULAN

Prevalensi stunting pada anak di bawah 5 tahun lebih tinggi di pedesaan dibandingkan perkotaan, meskipun terjadi penurunan secara keseluruhan. Kesenjangan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor kompleks seperti sosial demografi, kesenjangan ekonomi, dan akses pelayanan kesehatan. Faktor penyebab disparitas melibatkan karakteristik demografis, lingkungan, pendidikan ibu, status ekonomi, dan aksesibilitas pelayanan kesehatan. Rekomendasi kebijakan untuk mengatasi masalah ini termasuk peningkatan pemeriksaan antenatal dan pendidikan ibu, strategi gizi, perbaikan sanitasi, dan pengurangan kemiskinan. Kolaborasi lintas sektor diidentifikasi sebagai kunci untuk efektivitas intervensi, dengan pentingnya penyesuaian kebijakan sesuai dengan konteks lokal. Oleh karena itu, solusi holistik yang melibatkan semua pemangku kepentingan diperlukan untuk mengurangi disparitas stunting antara pedesaan dan perkotaan secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Akombi, B. J., Agho, K. E., Hall, J. J., Merom, D., Astell-Burt, T., & Renzaho, A. M. N. (2017). Stunting and severe stunting among children under-5 years in Nigeria: A multilevel analysis. BMC Pediatrics, 17(1), 1–16. https://doi.org/10.1186/s12887-016-0770-z

Akram, R., Sultana, M., Ali, N., Sheikh, N., & Sarker, A. R. (2018). Prevalence and Determinants of Stunting Among Preschool Children and Its Urban–Rural Disparities in Bangladesh. Food and Nutrition Bulletin, 39(4), 521–535. https://doi.org/10.1177/0379572118794770

Cardenas, E., Osorio, A. M., Barandica, O. J., & Pico Fonseca, S. M. (2022). Mind the Gap! Socioeconomic Determinants of the Stunting Urban-Rural Gap for Children in Colombia. Child Indicators Research, 15(2), 415–432. https://doi.org/10.1007/s12187-021-09880-7

Dewey, K. G., & Begum, K. (2011). Long-term consequences of stunting in early life. Maternal and Child Nutrition, 7(SUPPL. 3), 5–18. https://doi.org/10.1111/j.1740-8709.2011.00349.x

Hunde, T. B. (2022). Explaining urban-rural disparity in prevalence of stunting and wealth related inequality in Ethiopia: A decomposition analysis. Journal of Clinical Images and Medical Case Reports, 3(4). https://doi.org/10.52768/2766-7820/1796

Kalinda, C., Phiri, M., Simona, S. J., Banda, A., Wong, R., Qambayot, M. A., Ishimwe, S. M. C., Amberbir, A., Abebe, B., Gebremariam, A., & Nyerere, J. O. (2023). Understanding factors associated with rural-urban disparities of stunting among under-five children in Rwanda: A decomposition analysis approach. Maternal and Child Nutrition, 19(3). https://doi.org/10.1111/mcn.13511

Kismul, H., Acharya, P., Mapatano, M. A., & Hatløy, A. (2017). Determinants of childhood stunting in the Democratic Republic of Congo: Further analysis of Demographic and Health Survey 2013-14. BMC Public Health, 18(1), 1–14. https://doi.org/10.1186/s12889-017-4621-0

Kitchenham, B., Madeyski, L., & Brereton, P. (2020). Meta-analysis for families of experiments in software engineering: a systematic review and reproducibility and validity assessment. In Empirical Software Engineering (Vol. 25, Issue 1). Empirical Software Engineering. https://doi.org/10.1007/s10664-019-09747-0

Li, X., Li, Y., Xing, X., Liu, Y., Zhou, Z., Liu, S., Tian, Y., Nima, Q., Yin, L., & Yu, B. (2023). Urban-rural disparities in the association between long-term exposure to high altitude and malnutrition among children under 5 years old: evidence from a cross-sectional study in Tibet. Public Health Nutrition, 26(4), 844–853. https://doi.org/10.1017/S1368980022001999

Lin, J., & Feng, X. L. (2023). Exploring the impact of water, sanitation and hygiene (WASH), early adequate feeding and access to health care on urban–rural disparities of child malnutrition in China. Maternal and Child Nutrition, 19(4), 1–12. https://doi.org/10.1111/mcn.13542

Nugroho, A., & Putri, S. (2020). Perbedaan Determinan Balita Stunting di Pedesaan dan Perkotaan di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 15(2), 84. https://doi.org/10.26630/jkep.v15i2.1499

Nursanyoto, H., Kusumajaya, A. A. N., Mubasyiroh, R., Sudikno, Nainggolan, O., Sutiari, N. K., Suarjana, I. M., Januraga, P. P., & Kadek Tresna Adhi. (2023). Low Participation of Children’s Weight as a Barrier to Acceleration Stunting Decrease in the Rural Area Bali Province: Further Analysis of Riskesdas 2018. Media Gizi Indonesia, 18(1), 8–18. https://doi.org/10.20473/mgi.v18i1.8-18

Srinivasan, C. S., Zanello, G., & Shankar, B. (2013). Rural-urban disparities in child nutrition in Bangladesh and Nepal. BMC Public Health, 13(1), 1–15. https://doi.org/10.1186/1471-2458-13-581

Ssentongo, P., Ssentongo, A. E., Ba, D. M., Ericson, J. E., Na, M., Gao, X., Fronterre, C., Chinchilli, V. M., & Schiff, S. J. (2021). Global, regional and national epidemiology and prevalence of child stunting, wasting and underweight in low- and middle-income countries, 2006–2018. Scientific Reports, 11(1), 1–12. https://doi.org/10.1038/s41598-021-84302-w

Sserwanja, Q., Kamara, K., Mutisya, L. M., Musaba, M. W., & Ziaei, S. (2021). Rural and Urban Correlates of Stunting Among Under- Five Children in Sierra Leone?: A 2019 Nationwide Cross- Sectional Survey. https://doi.org/10.1177/11786388211047056

Tadesse, S. E., Mekonnen, T. C., Dewau, R., Zerga, A. A., Kebede, N., Feleke, Y. W., & Muche, A. (2023). Urban-rural disparity in stunting among Ethiopian children aged 6–59 months old: A multivariate decomposition analysis of 2019 Mini-EDHS. PLoS ONE, 18(4 April), 1–10. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0284382

Ulep, V. G. T., Uy, J., & Casas, L. D. (2022). What explains the large disparity in child stunting in the Philippines? A decomposition analysis. Public Health Nutrition, 25(11), 2995–3007. https://doi.org/10.1017/S136898002100416X

Widyaningsih, V., Mulyaningsih, T., Rahmawati, F. N., & Adhitya, D. (2022). Determinants of Socio Economic and rural-urvab disparities in stunting?: evidence from Indonesia. Rural Remote Health.

Win, H., Wallenborn, J., Probst-Hensch, N., & Fink, G. (2021). Understanding urban inequalities in children’s linear growth outcomes: a trend and decomposition analysis of 39,049 children in Bangladesh (2000-2018). BMC Public Health, 21(1), 1–18. https://doi.org/10.1186/s12889-021-12181-x

Zhu, W., Zhu, S., Sunguya, B. F., & Huang, J. (2021). Urban – Rural Disparities in the Magnitude and Determinants of Stunting among Children under Five in Tanzania?: Based on Tanzania Demographic and Health Surveys 1991 – 2016.

Published

2023-12-10

How to Cite

Astari, D. W., Sari, D. K., Hakim, D. R., Apriliani, F., Mufarikhah, M., Hasanah, P. U., Septiani, S. A., & Hasyim, H. (2023). Disparitas Stunting di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan: Systematic Review. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(3), e1320. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1320

Issue

Section

Literature Review

Citation Check