HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA RISIKO DI PUSKESMAS LINGGAR KABUPATEN BANDUNG

Authors

  • Erlina Fazriana Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada Bandung, Indonesia
  • Fenti Prianti Rahayu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada, Indonesia
  • Supriadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada, Indonesia

Abstract

Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia dapat menyebabkan masalah terutama dalam segi kesehatan. Proses degeneratif pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan kondisi fisiologi. Pada lansia tekanan darah akan cenderung tinggi sehingga lansia beresiko mengalami hipertensi. Banyak faktor yang dapat menyebabkan hipertensi salah satunya kualitas tidur. Kualitas tidur adalah suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat terbangun . Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung. Metode  penelitian analitik kolerasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan total sampling dengan responden sebanyak 86 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner PQSI (Pittsburgh Sleep Quality Index) untuk mengetahui kualitas tidur dan pengukuran tekanan darah menggunakan spyhgmomanometer dan stethoscope. Metode analisa data yang digunakan yaitu uji spearmen rank. Hasil analisis didapatkan sebagian besar  responden sebanyak 64 responden (74,4%) memiliki kualitas tidur buruk dan sebagian besar responden sebanyak 30 responden (34,9%) mengalami hipertensi stadium 1. Hasil uji spearmen rank didapatkan nilai p-value (0,000) <  (0,05), maka H1 diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung. Dari penelitian ini diharapkan lansia risiko dapat meningkatkan kualitas tidur untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah dengan cara merubah kebiasaan minum terlalu banyak dimalam hari.

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah penduduk lansia di Indonesia terjadi dalam waktu 50 tahun terakhir. Selama periode tersebut, proporsi penduduk lanjut usia di Indonesia meningkat dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya. Secara global, terdapat 727 juta orang yang berusia 65 tahun atau lebih. Pada tahun 2021, terdapat delapan provinsi yang telah memasuki struktur penduduk tua, yaitu persentase penduduk lanjut usia yang lebih besar dari sepuluh persen. Kedelapan provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta (15,52%), Jawa Timur (14,53%), Jawa Tengah (14,17%), Sulawesi Utara (12,74%), Bali (12,71%), Sulawesi Selatan (11,24%), Lampung (10,22%), dan Jawa Barat (10,18%).

Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia tentu dapat menimbulkan masalah terutama dalam segi kesehatan. Proses degeneratif pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Penyakit yang sering di jumpai pada lansia seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, jantung, dan stroke (Nugroho & Wibowo, 2019).

Pada tahap lanjut usia akan terjadi perubahan-perubahan terutama pada perubahan fisiologi karena semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun. Salah satu gangguan kesehatan yang terjadi pada lansia adalah pada sistem kardiovasuler yaitu terjadi penurunan elastisitas dinding arteri, adanya penebalan pada dinding kapiler sehingga menyebabkan melambatnya pertukaran antara nutrisi dan zat sisa metabolisme antara sel dan darah, terjadinya kekakuan pada dinding pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik (Dewi, 2014).

Pada lansia tekanan darah akan cenderung tinggi sehingga lansia beresiko terkena hipertensi. Menurut World Health Organizational (WHO) menyebutkan bahwa tekanan darah normal bila kurang dari 135/85 mmHg dan hipertensi bila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Suhartini, Ermawati, & dkk, 2018). Hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90 mmHg (Setiyorini & Wulandari, 2018).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2018 didapatkan bahwa sekitar 1,13 Miliar orang terkena hipertensi, yang memiliki arti bahwa 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosisi hipertensi. Jumlah klien hipertensi diperkirakan pada tahun 2025 akan menjadi 1,5 Milyar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahun 10,44 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Suharto, Jundapri, & Pratama, 2020). Hipertensi menjadi salah satu permasalahan kesehatan pada populasi lansia di Indonesia yaitu sebanyak 63,5% lansia menderita hipertensi (Riskesdas, 2018). Prevelensi hipertensi pada lansia berdasarkan diagnosis dokter di Jawa Barat yakni pada umur 45-54 sebesar 14,75%, umur 55-64 tahun sebesar 21,26%, umur 65-74 tahun sebesar 27,31% dan umur diatas 75 tahun 28,28% (Riskesdas, 2019).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rasimen dan Ansyah (2020), usia 75-83 tahun tekanan darahnya akan tinggi karena semakin bertambahnya usia maka akan semakin tinggi tekanan darahnya, jadi lansia cenderung mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi dan perempuan lebih berisiko terkena hipertensi karena masalah hormonal (Yunding, Megawaty, & Aulia, 2021). Faktor risiko hipertensi menunjukan bahwa ada hubungan antara usia, jenis kelamin, genetik, kebiasaan merokok, makanan tinggi garam, serta konsumsi lemak jenuh, kebiasaan olahraga, status gizi serta istirahat. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan perubahan tekanan darah adalah kualitas tidur (Hasiando, Amar, & Fatimawati, 2019). Peningkatan tekanan darah cenderung terjadi pada orang-orang yang kurang tidur karena jika kurang tidur tingkat hormon stress pada tubuh akan meningkat (Hasnawati, 2021).

Proses degenerasi pada lansia menyebabkan waktu tidur tidak efektif semakin berkurang, sehingga tidak mencapai kualitas tidur yang adekuat dan akan menimbulkan berbagai keluhan tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan seseorang dalam mempertahankan keadaan tidur dan mendapatkan tahap tidur REM dan dan NREM yang sesuai (Khasanah & Hidayati, 2012). Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas tidur seperti faktor usia, aktivitas yang dilakukan, penyakit yang diderita, dan lain-lain (Reza, Berawi, Karima, & Budiarto, 2019).

World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011 kurang lebih 18% penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur. Prevalensi di dunia pada tahun 2017 yang mengalami insomnia pada lansia yang terbesar di Negara Amerika Serikat dengan jumlah 83,952 dan yang terendah terdapat pada negara Meksiko dengan jumlah 8,712. Prevalensi insomnia pada lansia tahun 2014 di Indonesi sekitar 10% artinya kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk indonesia menderita insomnia, Di pulau jawa dan bali prevelensi gangguan tersebut juga cukup tinggi sekitar 44% dari jumlah total lansia (Kurniawan, 2020)

Kualitas tidur yang baik penting dalam mengatur regulasi tekanan darah sehingga jika terjadi gangguan akan meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada kardiovaskuler yaitu hipertensi. Pada sebuah penelitian yang dilakukan gelombang tidur lambat berperan penting terhadap penekanan kadar katekolamin dan pertumbuhan kadar hormon secara fisiologis pada malam hari. Pengurang gelombang tidur lambat dapat menyebabkan katekolamin nokturnal meningkat (Assiddiqy, 2020). Terdapat 7 komponen yang penilaian kualitas tidur, yakni kualitas tidur subyektif (subjective sleep quality), latensi tidur (sleep latency), durasi tidur (sleep duration), lama tidur efektif di ranjang (habitual sleep efficiency), gangguan tidur (sleep disturbance), penggunaan obat tidur (sleep medication), dan gangguan konsentrasi di waktu siang (daytime dysfunction) (Sukmawati & Putra, 2019).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Assiddiqy Tahun 2020 menyatakan bahwa kualitas tidur buruk bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah. Kualitas tidur buruk dapat mengubah hormon stres kortisol dan sistem saraf simpatik, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Dari hasil penelitian ini menunjukan adanya ada hubungan positif antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia di Posyandu Lansia RW II Puskesmas Kedungkandang Kota Malang, didapatkan nilai p = (0,001) < (0,050) dimana kualitas tidur yang buruk menyebabkan peningkatkan tekanan darah pada lansia menjadi hipertensi pada lansia. Dari penelitian lain yang dilakukan (Harsismanto, Andri, & dkk, 2020) diperoleh lansia hipertensi yang memiliki kualitas tidur buruk mengalami peningkatan tekanan darah dibandingkan dengan lansia yang memiliki kualitas tidur baik. Dari data hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang signifikan dan erat antara kualitas tidur lansia dengan perubahan tekanan darah lansia hipertensi, ada pengaruh kualitas tidur terhadap perubahan tekanan darah.

Studi Pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22 April 2022 di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung didapatkan jumlah lansia yang termasuk di wilayah kerja puskesmas pada tahun 2021 yaitu pada lansia yang berusia >60 tahun sebanyak 5.208 jiwa dan lansia resiko berusia >70 tahun sebanyak 1.916 jiwa. Berdasarkan data tersebut peneliti telah melakukan wawancara singkat pada lansia resiko tinggi di wilayah puskesmas Linggar tepatnya di kampung Burayut pada hari selasa 25 April 2022 sebanyak 9 orang lansia resiko tinggi, 6 dari 9 lansia risiko mengatakan sering terbangun dimalam hari dan susah untuk kembali tidur, dan 3 dari 9 orang mengatakan sulit untuk memulai tidur.

Berdasarkan latar belakang di atas bahwa terdapat korelasi antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia yang berusia 60-70 tahun dan berdasarakan teori yang menyatakan

bahwa semakin bertambahnya usia maka dapat terjadi penurunan fungsi organ dan hormon, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung”.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik kolerasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini berjumlah 86 lansia risiko yang berusia >70 tahun. Teknik pengambilan sampel pada penelitian menggunakan total sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 86 orang lansia risiko yang berusia diatas 70 tahun.Variabel dari penelitian ini adalah kualitas tidur dan tekanan darah.

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner Pitsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Kuesioner PSQI mengukur kualitas tidur dalam interval 1 bulan dan terdiri atas 19 pertanyaan yang mengukur 7 komponen penilaian, yakni kualitas tidur subyektif (subjective sleep quality), latensi tidur (sleep latency), durasi tidur (sleep duration), lama tidur efektif di ranjang (habitual sleep efficiency), gangguan tidur (sleep disturbance), penggunaan obat tidur (sleep medication), dan gangguan konsentrasi di waktu siang (daytime dysfunction) (Sukmawati & Putra, 2019). memiliki skala 0-3 di setiap pertanyaan. Tujuh komponen yang dinilai memiliki total skor global 0-21 disesuaikan dengan kriteria penilaian. Seseorang dikata memiliki kualitas tidur yang baik apabila memiliki skor kurang dari atau sama dengan 5, dan memiliki kualitas tidur buruk apabila memiliki skor lebih dari 5 (Septadina, 2021).

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan pemeriksaan tekanan darah. Penelitian ini menggunakan analisa data secara univariat dan bivariat. Analisis univariat dalam penelitian ini akan menganalisis kualitas tidur dan tekanan darah lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung. Analisis bivariat dalam penelitian ini data yang dihasilkan mempunyai skala ordinal, maka analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah uji statistik Rank Spearman (Dharma, 2015).

HASIL

Karakteristik F Persentase
Umur
70-80 tahun 74 86
80-90 tahun 11 12,8
90-100 tahun 1 1,2
Jenis Kelamin
Perempuan 651 70,9
Laki-laki 25 29,1
Riwayat Pendidikan
Tidak Sekolah 13 15,1
SD 47 54,7
SMP 18 20,9
SMA 1 1,2
Sekolah Tinggi 7 8,1
Table 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur antara 70-80 tahun sebanyak 74 orang (86%), sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 61 orang (70,9%) dan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar sebanyak 47 orang (54,7%).

No. Kualitas Tidur F (%)
1. Baik 22 25,6
2. Buruk 64 74,4
Jumlah 86 100,0
Table 2. Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur

Tabel 2 menunjukan bahwa kualitas tidur sebagian responden termasuk kategori buruk sebanyak 64 orang (74,4%).

No. Tekanan Darah F (%)
1. Normal 16 18,6
2. Prahipertensi 17 19,8
3. Hipertensi 1 30 34,9
4. Hipertensi 2 18 20,9
5. Hipertensi 3 5 5,8
Jumlah 86 100,0
Table 3. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah

Tabel 3 menunjukan bahwa kategori tekanan darah sebagian besar responden termasuk pada hipertensi stadium 1 sebanyak 30 orang (34,9%).

No. Tekanan Darah F (%)
1. <120 mmHg 16 18,6
2. 120-139 mmHg 17 19,8
3. 140-159 mmHg 31 36,0
4. ?160 mmHg 17 17,8
5. >180 mmHg 5 5,8
Jumlah 86 100,0
Table 4. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sistolik

Tabel 4 menunjukan bahwa tekanan darah sistolik paling banyak berada pada angka 140-159 mmHg sebanyak 31 orang (36%).

No. Tekanan Darah F (%)
1. <80 mmHg 33 38,4
2. 80-89 mmHg 9 10,5
3. 90-99 mmHg 27 31,4
4. ?100 mmHg 17 19,8
5. >110 mmHg 0 0
Jumlah 86 100,0
Table 5. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Diastolik

Tabel 5 menunjukan bahwa tekanan darah diastolik paling banyak berada pada angka <80 mmHg sebanyak 33 orang (38,4%).

Kualitas Tidur Tekanan Darah Jumlah P-Value
Normal Pra hipertensi Hipertensi 1 Hipertensi 2 Hipertensi 3
f % f % f % f % f % f % 0,000
Baik 13 15,1 6 7 2 2,3 1 1,1 0 0 22 25,5
Buruk 3 3,5 11 12,8 28 32,5 17 19,8 5 5,9 64 74,5
Jumlah 16 18,6 17 19,8 30 34,8 18 20,9 5 5,8 86 100
Table 6. Hubungan Kualitas Tidur denganTekanan Darah pada Lansia Risiko

Tabel 6 menunjukan bahwa responden memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 64 orang dan sebagaian besar diantaranya memiliki tekanan darah berkategori hipertensi 1 sebanyak 28 orang (32,5%). Sedangkan sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 22 orang sebagian besar diantaranya memiliki tekanan darah berkategori normal sebanyak 13 orang (15,6%). Dari hasil uji spearman rank didapatkan nilai p-value 0,000 dengan nilai Correlation Coefficient 0,585 yang menunjukkan kolerasi yang kuat.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian menurut karakteristik responden berdasarkan umur, didapatkan responden terbanyak yaitu yang berusia 70-80 tahun sebanyak 74 orang (86%), dan paling sedikit yang berusia 90-100 sebanyak 1 orang (1,2%). Peningkatan usia akan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi dalam tubuh. Usia merupakan salah satu aspek yang dapat memberikan dampak terhadap perubahan tekanan darah. Jika usia seseorang bertambah maka proses kerja jantung, pembuluh darah, maupun hormon akan mengalami perubahan ilmiah secara signifkan (Triyanto, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian menurut karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, didapatkan responden terbanyak adalah perempuan sebanyak 61 orang (70,9%) dan laki-laki sebanyak 25 orang (29,1%). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Falah (2019) didapatkan bahwa wanita cenderung lebih tinggi terjadi peningkatan tekanan darah dibandingkan dengan laki-laki. Wanita yang mengalami menopause merupakan salah satu faktor penyebab wanita memiliki kecenderungan angka kejadian hipertensi lebih tinggi daripada laki-laki (Falah, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian menurut karakteristik responden berdasarkan riwayat pendidikan sebagian besar berpendidikan sekolah dasar sebanyak 47 orang (54,7%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Susanti, 2020) menunjukan hasil bahwa responden dengan pendidikan rendah lebih banyak mengalami hipertensi dari pada yang memiliki pendidikan tinggi, analisis chi square yang mendapatkan nilai p-value sebesar 0,001 (<?0,05), artinya menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status pendidikan terhadap kejadian hipertensi (Susanti, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 64 orang (74,4%) memiliki kualitas tidur buruk dan 22 responden (24,6%) memiliki kualitas tidur yang baik. Kualitas tidur merupakan kemampuan seseorang dalam mempertahankan keadaan tidur dan mendapatkan tahap tidur REM dan dan NREM yang sesuai (Khasanah & Hidayati, 2012). Kualitas tidur memiliki berbagai aspek antara lain, penilaian terhadap kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, lama tidur efektif di ranjang, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan gangguan konsentrasi di waktu siang (Sukmawati & Putra, 2019).

Responden dalam penelitian ini adala lansia risiko, dimana Lanjut usia dikelompokkan menjadi pra lansia usia (45-59 tahun), lanjut usia (60-69 tahun), dan lanjut usia resiko tinggi (lanjut usia >70 tahun atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan (Permenkes, 2016). Kualitas tidur sebagian besar responden berada pada kategori usia (70-80 tahun) sebanyak 53 responden (82,8%) dari 86 responden mengalami kualitas tidur buruk. Menurut Riyadi (2015), kebutuhan dan pola tidur normal pada lansia cenderung memendek yaitu sekitar 6-7 jam/hari.

Proses degenerasi pada lansia menyebabkan waktu tidur tidak efektif semakin berkurang, sehingga tidak mencapai kualitas tidur yang adekuat dan akan menimbulkan berbagai keluhan tidur (Khasanah & Hidayati, 2012). Berdasarkan penelitian yang didapatkan, dari 7 komponen dalam kuesioner yang terdiri dari kualitas tidur subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiesnsi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan disfungsi sehari-hari (Sukmawati & Putra, 2019).

Kebanyakan responden lansia risiko mengisi item gangguan tidur mengenai seberapa sering mengalami kesulitan tidur yaitu pada item terbangun dimalam hari atau bangun pagi terlalu cepat dan terbangun karena ingin ketoilet, dan menjawab lama mereka tidur ±4-5 jam setiap harinya dan perlu menghabiskan waktu untuk bisa terlelap tidur. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Assiddiqy, 2020) yang menunjukan bahwa sebagian besar lansia yang mengalami kualitas tidur buruk diketahui dari responden yang terbangun ditengah malam untuk ke kamar mandi, sering bermimpi buruk, lama bisa tidur sekitar 16-30 menit dan terbiasa bangun jam 4 sehingga mengalami lama tidur malam kurang dari 6 jam. Oleh karena itu, sebagian besar responden mengalami kualitas tidur yang buruk (Assiddiqy, 2020).

Faktor yang mempengaruhi kualitas tidur yaitu stress, lingkungan fisik, diet, obat-obatan, latihan fisik, penyakit dan gaya hidup. Perubahan umur juga berpengaruh terhadap pola tidur seseorang, sebenarnya yang terjadi perubahan jumlah total tidur, tetapi kualitas tidur yang berubah, akan terjadi penurunan episode tidur REM yang cenderung memendek (Martini, 2018). Menurut (Sakinah, 2018) menyatakan bahwa mayoritas responden yang memiliki kualitas tidur buruk lebih banyak daripada responden yang memiliki kualitas tidur baik dikarenakan faktor usia, jenis kelamin, derajat hipertensi (penyakit), serta zat stimulus seperti merokok dan konsumsi kafein.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar tekanan darah responden memiliki tekanan darah kategori hipertensi stadium 1 sebanyak 30 orang (34,9%), hipertensi stadium 2 sebanyak 18 orang (20,9%), prahipertensi sebanyak 17 orang (19,8%), normal sebanyak 16 orang (18,6%), dan hipertensi stadium 3 sebanyak 5 orang (5,8%). Berdasarkan tekanan darah sistolik paling banyak berada pada angka 140-159 mmHg sebanyak 31 orang (36,0%) dan tekanan darah diastolik paling banyak berada pada angka <80 mmHg sebanyak 33 orang (38,4%).

Tekanan darah merupakan salah satu perubahan fisik pada lansia serta bisa mengancam kesehatan. Salah satu akibat perubahan fisik yang dialami oleh seorang saat memasuki periode masa tuanya (lansia) adalah peningkatan tekanan darah. Pada lansia tekanan darah akan cenderung tinggi sehingga lansia beresiko terkena hipertensi. Hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90 mmHg (Setiyorini & Wulandari, 2018).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rasimen dan Ansyah (2020), usia 75-83 tahun tekanan darahnya akan tinggi karena semakin bertambahnya usia maka akan semakin tinggi tekanan darahnya, jadi lansia cenderung mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi. Hal ini terjadi pada lansia dikarenakan terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler yaitu terjadi penurunan elastisitas dinding aorta, katub jantung menebal dan menjadi kaku, penurunan kemampuan pompa darah pada jantung. Hal ini menyebabkan penurunan kontraksi dan volume darah, elastisitas pembuluh darah berkurang, efektifitas oksigenasi pembuluh darah perifer kurang efektif sehingga resistensi pembuluh darah perifer meningkat, kondisi ini yang memicu terjadinya hipertensi (Setiyorini & Wulandari, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4.6 menunjukan bahwa sebanyak 64 orang dari 86 orang responden dengan kualitas tidur buruk dimana yang mengalami hipertensi stadium 1 (32,5%) sebanyak 28 orang, hipertensi stadium 2 (19,8%) sebanyak 17 orang, pra hipertensi (12,8%) sebanyak 11 orang, hipertensi stadium 3 (5,9%) sebanyak 5 orang, dan normal (3,5%) sebanyak 3 orang. Responden yang memiliki kualitas tidur baik sebanyak 22 orang dimana responden dengan tekanan darah normal (15,1%) sebanyak 13 orang, prahipertensi (7%) sebanyak 6 orang, hipertensi stadium 1 (2,3%) sebanyak 2 orang dan hipertensi stadium 2 (1,1%) sebanyak 1 orang. Dapat dilihat bahwa pada responden yang memiliki kualitas tidur buruk lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah.

Hasil analisis bivariat telah dilakukan dalam penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kualitas tidur dan tekanan darah pada lansia risiko. Besarnya angka kolerasi uji spearman rank dengan p-value (0,000) < (0,05), maka H1 diterima. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung.

Sejalan dengan hasil penelitian dari (Maulana, 2021) menunjukan ada hubungan antara tingkat hipertensi dengan kualitas tidur pada lansia di Posyandu Lansia Melati Dusun Karet Kecamatan Plret Kabupaten Bantul Yogyakarta dengan nilai koefisien korelasi Uji spearmen rank 0,528 dan nilai signifikansinya 0,001. Dimana tingkat hipertensi yang tinggi dapat berpengaruh terhadap kualitas tidur yang buruk. Apabila kualitas tidur seseorang semakin buruk maka akan meningkat risiko terjadi peningkatan tekanan darah.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Maulana, 2021) untuk mengetahui kualitas tidur dengan tingkat hipertensi pada lansia penderita hipertensi dengan hasil keseluruhan lansia memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 15 orang dengan tingkat hipertensi berat. Pada lansia juga sering ditemukan keluhan-keluhan mengenai gangguan tidur. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas tidur pada lansia seperti penyakit, stress, obat, diet, lingkungan, dan gaya hidup (Riyadi & Widuri, 2015).

Kualitas tidur menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan darah. Kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis dalam diri seseorang. Selain itu, durasi tidur pendek dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan tekanan darah 24 jam dan denyut jantung, peningkatan sistem saraf simpatik, dan peningkatan retensi garam. Selanjutnya akan menyebabkan adaptasi struktural sistem kardiovaskular sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Mekanisme yang mendasari hubungan antara kualitas tidur yang buruk (gangguan tidur) diduga menjadi salah satu multifaktorial terjadinya masalah tekanan darah (Riyadi & Widuri, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Assiddiqy (2020) dimana hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar lansia yang mengalami kualitas tidur buruk diketahui sering terbangun di tengah malam untuk kekamar mandin lama bisa tertidur sekitar 16-30 menit dan terbiasa terbangun pukul 4 pagi sehingga mengalami lama tidur malam kurang dari 6 jam, dibandingkan dengan respondennya dengan kualitas tidur baik yang bisa tidur malam sekitar jam 9 malam dengan mudah lelap. Berdasarkan hal tersebut maka lansia harus minimal lama tidur 6-7 jam untuk menghindari peningkatan tekanan darah (Assiddiqy, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dipahami bahwa responden yang mengalami kualitas tidur buruk bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi. Kualitas tidur yang baik penting dalam mengatur regulasi tekanan darah sehingga jika terjadi gangguan akan meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada kardiovaskuler yaitu hipertensi. Pada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai gelombang tidur dimana gelombang tidur lambat berperan penting terhadap penekanan kadar katekolamin dan pertumbuhan kadar hormon secara fisiologis pada malam hari.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia risiko di Puskesmas Linggar Kabupaten Bandung dengan p-value (0,000) < (?0,05). Bagi responden dapat meningkatkan kualitas tidur untuk mencegahterjadinya peningkatan tekanan darah dengan cara merubah kebiasaan minumterlalu banyak dimalam hari untuk mencegah terbangun untuk ke toilet.Bagi Perawat memberikan penyuluhan mengenai cara meningkatkan kualitastidur dan melakukan kontrol tekanan darah secara rutin. Bagi Penelitiselanjutnya dapat melakukan penelitian terkait fakor lain yangberhubungan dengan kualitas tidur dan tekanan darah pada lansiarisiko.

DAFTAR PUSTAKA

Assiddiqy, A. (2020). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Tekanan DarahPada Lansia Di Posyandu Lansia RW II Puskesmas Kedungkadang Kota Malang.Jurnal Kesehatan Mesencephalon, Vol.6 No.1, 62-68.

Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:Deepublish.

Dharma, K. K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan (PedomanMelaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta: CV. Trans InfoMedia.

Falah, M. (2019). Hubungan Jenis Kelamin dengan Angka KejadianHipertensi Pada Masyarakat di Kelurahan Tamansari Kota Tasikmalaya.Jurnal Keperawatan & Kebidanan STIKes Mitra Kencana TasikmalayaVolume 3 Nomor 1, 85-94.

Hasiando, C. N., Amar, M., & Fatimawati, I. (2019). HubunganKebiasaan Konsumsi Natrium, Lemak Dan Durasi Tidur Dengan HipertensiPada Lansia Di Puskesmas Cimanggis Kota Depok Tahun 2018. Jurnal IlmiahKesehatan MasyarakatVol. 11Edisi 2,2019, 214-218.

Hasnawati. (2021). Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Sastrabook.

Khasanah, K., & Hidayati, W. (2012). Kualitas Tidur Lansia BalaiRehabilitasi Sosial "MANDIRI" Semarang. Jurnal Nursing StudiesVolume 1, Nomor 1 Tahun 2012,, 189-196.

Kurniawan, A. (2020). PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENURUNAN SKALAINSOMNIA PADA LANSIA DI DESA BATU BELAHWILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMPARTAHUN 2020. Jurnal Ners Volume 4 Nomor 2 Tahun 2020, 102-106.

Martini, S. (2018). Pola Tidur yang Buruk Meningkatkan RisikoHipertensi. JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 3, September 2018 DOI :http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v14i3.4181, 297-303.

Maulana, N. (2021). Kualitas Tidur Berhubungan Dengan TingkatHipertensi Pada Lansia Penderita Hipertensi . Jurnal Ilmiah Permas:Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No. 4, 641-648.

Nugroho, K. D., & Wibowo. (2019). Buku Ajar Keperawatan PadaLansia (Dasar). Malang: Media Nusa Creative.

Permenkes. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 25 Tahun 2016 Tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut usiaTahun 2016-2019. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Riskesdas. (2019). Laporan Provinsi Jawa Barat Riset Kesehatan Dasar2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan KesehatanKementerian Kesehatan RI.

Riyadi, S., & Widuri, H. (2015). Kebutuhan Dasar ManusiaAktivitas Istirahat Diagnosis Nanda. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Sakinah, P. R. (2018). Gambaran Kualitas Tidur Pada PenderitaHipertensi Quality Of Sleep Among Hypertension Patients. Media KesehatanPoliteknik Kesehatan Makassar Vol. XIII No. 2 Desember 2018 DOI:https://doi.org/10.32382/medkes.v13i2.663, 46-52.

Septadina, I. S. (2021). TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN UNTUK MENURUNKANANSIETAS DAN MEMPERBAIKI KUALITAS TIDUR. Pekalongan: Penerbit NEM.

Setiyorini, E., & Wulandari, N. A. (2018). Asuhan KeperawatanLanjut Usia dengan Penyakit Degeneratif. Malang: Media NusaCreative.

Setiyorini, E., & Wulandari, N. A. (2018). Asuhan KeperawatanLanjut Usia dengan Penyakit Degeneratif. Malang: Media NusaCreative.

Suhartini, Ermawati, T., & dkk. (2018). Profil Tekanan Darah PadaLansia di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Warta Pengabdian, Volume11, 170-176.

Suharto, Jundapri, K., & Pratama, M. Y. (2020). FAKTOR RISIKOHIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA LIMAU MANIS KECAMATAN TANJUNG MORAWA.Jurnal Kesehatan Global, Vol. 3, No. 1, Januari 2020 : 41-46.

Sukmawati, N. H., & Putra, I. S. (2019). RELIABILITAS KUSIONERPITTSBURGH SLEEP QUALITY INDEX (PSQI) VERSI BAHASA INDONESIA DALAMMENGUKURKUALITAS TIDUR LANSIA. WICAKSANA, Jurnal Lingkungan &Pembangunan Vol.3 No. 2, 30-38.

Susanti, N. (2020). Determinan Kejadian Hipertensi Masyarakat PesisirBerdasarkan Kondisi Sosio Demografi dan Konsumsi Makan. Jurnal IlmiahKesehatan (JIKA), 2(1),, 43-52.

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan bagi Penderita HipertensiSecara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yunding, J., Megawaty, I., & Aulia, A. (2021). Efektivitas SenamLansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah: Literature Review. BORNEONURSING JOURNAL (BNJ) Vol.3 No.1, 23-30.

Published

2023-06-22

How to Cite

Fazriana, E., Rahayu, F. P., & Supriadi, S. (2023). HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA RISIKO DI PUSKESMAS LINGGAR KABUPATEN BANDUNG. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), Version 1. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/930

Issue

Section

Original Research

Citation Check