Maternal Height and Family Food Security are Risk Factors for Stunting in Coastal Areas of Central Buton Regency: A Case Control Study

Authors

  • Hasan Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.36990/hijp.v15i2.1007

Keywords:

Maternal height, Food security, Stunting, Coastal communities

Abstract

The incidence of stunting can be influenced by many factors, parental height and food security are known as factors that affect the incidence of stunting in toddlers. This study aims to analyze maternal height risk factors and family food security for stunting in toddlers in coastal areas of Central Buton Regency, Southeast Sulawesi Province. This study is an observational study with a control case design carried out in Mawasangka Tengah District. The sample of this study was toddlers aged 6-23 months, divided into 2 groups, namely the case group and the control group, the sampling method by consecutive sampling and a total sample of 120 people. Bivariate analysis is performed with the Chi-square test and identifies the Odds Ratio (OR) value. Mothers with a height of < 150 cm are 1.7 times more likely to have stunted children under five than mothers with a height of >150 cm, but statistically the relationship between the two variables is not significant (p = 0.17). Food insecure families are at risk of having stunting children at 2.5 times greater than food insecure families (OR=2.6, 95% CI: 1.2-5.8), and statistically show a significant effect (p=0.01). Maternal height and household food security are risk factors for stunting, but what has a significant influence is the food security factor compared to the mother's height.

PENDAHULUAN

Prevalensi stunting pada anak balita di Indonesia pada periode 2007-2013 menunjukkan trend peningkatan yakni dari 36,8% menjadi 37,2%, meskipun pada tahun 2018 mengalami penurunan, namun prevalensi stunting masih cukup tinggi yakni sebesar 30,8% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018). Prevalensi stunting yang cukup tinggi terdapat pada wilayah Kabupaten Buton Tengah. Pemantauan Status Gizi (PSG) di Kabupaten Buton Tengah tahun 2016 menunjukkan prevalensi stunting anak balita sebesar 50,9% dan PSG 2017 sebesar 49,9% (Direktorat Gizi Masyarakat, 2017).

Stunting pada balita disebabkan oleh multi faktor, diantaranya tinggi badan ibu dan ketahanan pangan keluarga. Balita yang memiliki orang tua dengan tinggi badan yang pendek, memiliki peluang mewarisi susunan gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek, sehingga anak akan memiliki tinggi badan kategori pendek (Aridiyah et al., 2015). Ketahanan pangan rumah tangga juga menjadi penentu indikator kecukupan gizi. Zat gizi yang hingga kini digunakan sebagai indikator ketahanan pangan adalah tingkat kecukupan gizi makro yaitu energi dan protein. Rumah tangga dengan tingkat kecukupan energi protein yang rendah termasuk kategori rawan pangan, dan berpontensi mengalami asupan energi protein kronis (Suaib et al., 2022), sehingga dalam jangka panjang akan berdampak kurang baik bagi pertumbuhan anggota keluarga khususnya balita, pada kondisi demikian ketahanan pangan rumah tangga dapat dikatakan sebagai faktor risiko kejadian stunting (Arida et al., 2015).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor tinggi badan ibu, dan ketahanan pangan pada balita stunting pada wilayah pesisir.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan rancangan Case Control Study, dan dilaksanakan di wilayah Kecamatan Mawasangka Tengah, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, pada bulan Februari-Maret 2019.

Populasi penelitian ini adalah seluruh balita Umur 6-23 bulan yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Mawasangka Tengah yang berjumlah 422 orang yang tersebar pada 7 (tujuh) desa/kelurahan. Sampel penelitian adalah 120 orang balita umur 6-23 bulan, terbagi menjadi kelompok kasus (balita stunting) dan kelompok kontrol (balita non stunting), penentuan besar sampel menggunakan aplikasi openepi.com pada confidence level 80%, yang dipilih dengan teknik consecutive sampling, dengan memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi.

Kriteria Inklusi Anak balita usia 6-23 bulan Tinggi badan kategori stunting (kelompok kasus) Tinggi badan kategori normal (kelompok kontrol) Ibu anak balita bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden

Kriteria Ekslusi Anak balita tidak diasuh oleh ibu kandungnya Tidak memiliki KMS/Buku KIA atau tidak memiliki catatan riwayat imunisasi pada petugas kesehatan/puskesmas Menderita gangguan pertumbuhan bawaan sejak lahir/ down syndrom yang diidentifikasi secara medis oleh dokter/dokter anak

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran variabel tinggi badan ibu, sedangkan wawancara dilakukan untuk mengidentifikasi identitas dan umur ibu, serta variabel ketahanan pangan rumah tangga. Kuesioner ketahanan pangan rumah tangga menggunakan kuesioner Household Food Insecurity Access Scale (HFIAS) dari penelitian terdahulu (Jennifer Coates, 2004).

Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengukuran tinggi badan ibu, kemudian dikelompokkan dalam 2 kategorik yakni, tinggi badan < 150 cm dan > 150 cm. Tinggi badan yang kurang dari 150 cm dikategorikan sebagai kelompok beresiko memiliki balita stunting, sedangkan ketahanan pangan rumah tangga dibagi menjadi tahan pangan dan rawan pangan, dimana rawan pangan dianggap sebagai faktor resiko stunting. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi gambaran umum variabel diteliti dan dinyatakan dalam bentuk proporsi, sedangkan analisis inferensial dilakukan untuk mengidentifikasi faktor resiko variabel iindependent terhadap variabel dependent, dengan melakukan perhitungan besar resiko dengan menghitung nilai Odds, serta menggunakan uji statistik nonparametrik Chi-square.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Responden

Perbandingan kelompok kasus (stunting) dan kelompok kontrol (tinggi badan normal) adalah 1 : 1 dengan jumlah masing-masing 60 orang, 53,3% (n=64) berjenis kelamin laki-laki. Tabel 1 menjelaskan bahwa ibu balita sebanyak 32,5% (n=39) memiliki tinggi badan kurang dari 150 cm, tingkat pendidikan ibu sebagian besar 33,3% (n=80) merupakan tamatan SMA. Ditinjau dari aspek ketahanan pangan keluarga, sebesar 51,6% (n=62) keluarga balita termasuk keluarga dengan tingkat ketahanan pangan kategori rawan pangan.

Tabel 2. Analisis Bivariat Variabel Independent terhadap Kejadian Stunting pada Balita

Bahwa dari 60 balita stunting, 61,7% (n=37) memiliki ibu dengan tinggi badan > 150 cm, dan dari 60 balita dengan tinggi badan normal, sebesar 73,3% (n=44) juga memiliki ibu dengan tinggi badan > 150 cm. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,17 dan OR 1,7 (CI 95 % : 0,7-4,0), sehingga dapat diartikan bahwa ibu dengan tinggi badan < 150cm beresiko 1,7 kali lebih besar memiliki anak balita stunting dibanding ibu dengan tinggi > 150 cm, namun secara statistik hubungan kedua variabel tidak signifikan.

Kajian tentang hubungan tingkat ketahanan pangan keluarga dengan kejadian stunting sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2 diperoleh informasi bahwa dari 60 balita stunting, sebesar 63,3% (n=38) berasal dari keluarga dengan tingkat ketahanan pangan kategori rawan pangan, sebaliknya dari 60 balita dengan tinggi badan normal diketahui 60% (n=36) merupakan keluarga dengan tingkat ketahanan pangan kategori tahan pangan, hasil uji statistik chi square yang menujukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat ketahanan pangan keluarga dengan kejadian stunting pada balita (p =0,01), dimana keluarga rawan pangan beresiko memiliki balita stunting sebesar 2,5 kali lebih besar dibanding keluarga tahan pangan (OR=2,6, CI 95% : 1,2-5,8).

PEMBAHASAN

Tinggi badan ibu dalam penelitian ini, menujukkan bahwa ibu dengan tingi badan kurang dari 150 cm, berisiko melahirkan anak stunting sebesar 1,7 kali lebih besar dibanding ibu dengan tinggi > 150 cm, namun secara statistik hubungan kedua variabel tidak signifikan (p = 0,17, OR = 1,7, CI 95% : 0,8-3,7) (Tabel 2).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanum et al. (2014) yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tinggi badan ibu dengan stunting pada anak balita. Tinggi badan anak secara genetik ditentukan oleh tinggi badan ibu dan tinggi badan ayah, sehingga jika dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan, ada kemungkinan beberapa balita yang terpilih sebagai subyek penelitian dipengaruhi oleh tinggi badan ayah, dimana dalam penelitian ini tinggi badan ayah tidak diukur, mengingat banyaknya jumlah ayah balita yang merantau keluar daerah. Tinggi badan anak secara teori dipengaruhi oleh faktor genetik kedua orang tuanya. Balita yang memiliki ayah atau ibu yang pendek, memiliki peluang mewarisi susunan gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek, sehingga anak akan memiliki tinggi badan kategori pendek (Arida et al., 2015).

Hasil penelitian ini (Tabel 1 & 2) bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Winda (2021) menyimpulkan bahwa ibu dengan tinggi kurang dari 150 cm memiliki risiko lebih besar melahirkan anak stunting dibandingkan dengan ibu dengan tinggi badan > 150 cm. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa tinggi badan ibu dan ayah merupakan faktor resiko stunting pada anak balita. Nasikhah & Margawati (2012) menemukan bahwa pada anak usia 24-36 bulan di Kecamatan Semarang Timur, ibu dengan tinggi kurang dari 150 cm, anak balitanya memiliki resiko mengalami stunting sebesar 10,3 kali lebih besar dibanding ibu dengan tinggi badan 150 cm ke atas, selain tiu ayah dengan tinggi badan < 162 cm juga beresiko memiliki anak stunting sebesar 7,4 kali lebih besar dibanding ayah dengan tinggi lebih dari 162 cm.

Hasil penelitian ini juga menemukan adanya fakta bahwa ketahan pangan keluarga merupakan faktor resiko kejadian stunting pada balita. Ketahanan pangan rumah tangga merupakan indikator terbentuknya ketahanan pangan daerah baik di wilayah atau regional. Ketahanan pangan rumah tangga juga dapat dilihat dari indikator kecukupan gizi. Zat gizi yang hingga kini digunakan sebagai indikator ketahanan pangan adalah tingkat kecukupan gizi makro yaitu energi dan protein. Rumah tangga dengan tingkat kecukupan energi protein yang rendah termasuk kategori rawan pangan, dan berpontensi mengalami asupan energi protein kronis, sehingga dalam jangka panjang akan berdampak kurang baik bagi pertumbuhan anggota keluarga khususnya anak balita, pada kondisi demikian ketahanan pangan rumah tangga dapat dikatakan sebagai faktor resiko kejadian stunting (Arida et al., 2015).

Penelitian lain yang menemukan fakta yang sejalan dengan penelitian ini yang dilakukan di Kabupaten Semarang, yang menemukan bahwa keluarga dengan kondisi rawan pangan, memiliki resiko 3,059 kali anak balitanya mengalami stunting dibanding keuarga dengan kondisi tahan pangan (Adelia et al., 2018). Penelitian tentang faktor risiko ketahanan pangan dengan kejadian stunting yang dilakukan oleh Raharja et al. (2019), menemukan fakta bahwa ketahanan pangan dalam kelurga menjadi faktor resiko anak balita mengalami stunting. Keluarga dengan ketahanan pangan kategori tahan pangan cenderung mampu memenuhi kebutuhan makan keluarga termasuk kebutuhan gizi balita dengan baik. Rumah tangga yang rawan pangan memiliki peluang tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi makro berupa energi dan protein anggota keluarganya, dan berpontensi mengalami asupan energi protein kronis, sehingga dalam jangka panjang akan berdampak kurang baik bagi pertumbuhan anggota keluarga khususnya anak balita, pada kondisi demikian ketahanan pangan rumah tangga menjadi faktor resiko kejadian stunting (Arida et al., 2015).

KESIMPULAN DAN SARAN

Tinggi badan ibu dan ketahanan pangan rumah tangga merupakan faktor resiko kejadian stunting, namun yang memiliki pengaruh signifikan adalah faktor ketahanan pangan dibanding tinggi badan ibu.

Kekurangan Penelitian

Penelitian ini hanya mengidentifikasi aspek gen orang tua dari faktor tinggi badan ibu, sehingga perlu penelitian lain yang melakukan kajian dengan pengaruh tinggi badan orang tua dengan melibatkan faktor tinggi badan ayah sebagai faktor resiko stunting pada balita, selain ituperlu penggunaan instrumen lain untuk mengukur aspek ketahanan pangan rumah tangga, mengingat metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data skala ordinal, sehingga analisis statistik hanya dapat dilakukan dengan uji nonparametrik.

References

Adelia, F. A., Widajanti, L., & Nugraheni, S. A. (2018). Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat Konsumsi Gizi, Status Ketahanan Pangan Keluarga dengan Balita Stunting (Studi pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Duren Kabupaten Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(5), Article 5. https://doi.org/10.14710/jkm.v6i5.22059

Arida, A., Sofyan, S., & Fadhiela, K. (2015). Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Pangan dan Konsumsi Energi (Studi Kasus pada Rumah Tangga Petani Peserta Program Desa Mandiri Pangan di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar). Jurnal Agrisep Unsyiah, 16(1), 20–34.

Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas). Pustaka Kesehatan, 3(1), 163–170.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Laporan Nasional RISKESDAS Tahun 2018. Kementerian Kesehatan.

Direktorat Gizi Masyarakat. (2017). Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Penjelasannya Tahun 2016. Kementerian Kesehatan.

Hanum, F., Khomsan, A., & Heryatno, Y. (2014). Hubungan Asupan Gizi dan Tinggi Badan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita. Jurnal Gizi Dan Pangan, 9(1), Article 1. https://doi.org/10.25182/jgp.2014.9.1.%p

Nasikhah, R., & Margawati, A. (2012). Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-36 Bulan di Kecamatan Semarang. Journal of Nutrition College, 1(1), Article 1. https://doi.org/10.14710/jnc.v1i1.738

Raharja, U., Waryana, W., & Sitasari, A. (2019). The economic status of parents and family food security as a risk factor for stunting in children under five years old in Bejiharjo Village. Ilmu Gizi Indonesia, 3, 73. https://doi.org/10.35842/ilgi.v3i1.130

Suaib, F., Mas’ud, H., Rusneni, R., & Muhtar, G. A. (2022). Ketahanan Rumah Tangga Balita Stunting di Daerah Stunting, Kelurahan Bakung, Kota Makassar: Laporan Data. Health Information?: Jurnal Penelitian, 14(2), Article 2. https://doi.org/10.36990/hijp.v14i2.737

Winda, S. A. (2021). Tinggi Badan Ibu terhadap Kejadian Stunting pada Balita: Literature Review. ProNers, 6(1). https://doi.org/10.26418/jpn.v6i1.48107

Published

2023-08-31

How to Cite

Hasan, H. (2023). Maternal Height and Family Food Security are Risk Factors for Stunting in Coastal Areas of Central Buton Regency: A Case Control Study. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), 236–243. https://doi.org/10.36990/hijp.v15i2.1007

Issue

Section

Original Research

Citation Check

Funding data