Potensi Penggunaan Agen Anti-Fungal Naftifine Sebagai Terapi Inovatif Tinea: Sebuah Tinjauan Literatur

Authors

  • Pussof Yayazucah Titanic Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia, Indonesia
  • Vira Geraldine Arliska Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara, Indonesia
  • Johansen Johansen Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara, Indonesia
  • Given Kentanto Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara, Indonesia
  • Teguh Priyanto Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara, Indonesia

Keywords:

Terapi, Dermatofitosis, Tinea

Abstract

A disease with the first name "Tinea" is aninfection caused by the presence of dermatophyte fungi that can occur invarious locations of the body. Tinea corporis is a superficial fungalskin infection of the body caused by dermatophytes, specifically on thetrunk, neck, arms and legs. Other forms of tinea infection based on itslocation are on the scalp (tinea capitis), face (tinea faciei), hands(tinea manuum), groin (tinea cruris), and feet (tinea pedis). Ingeneral, there are 3 genera that can cause this condition ofdermatophytosis (tinea), namely the genera Trichophyton, Epidermophyton,and Microsporum. Currently, there are various topical anti-fungal agentsfor treating dermatophytosis (tinea). The two main classes thatrepresent the majority of available topical antifungal agents are azolesand allylamines. Overall, the allylamines (naftifine) are superior tothe azoles in activity against dermatophytes, although both areclinically effective. Therefore, in this literature review, we conductedan analysis of the effects of using naftifine in treating various typesof tinea. Study searches were conducted on various databases such asPubmed, ScienceDirect, Directory of Open Access Journals, and theCochrane Library. From the search results obtained a total of 212studies. The studies that met the inclusion and exclusion criteria werethe 3 studies analyzed in this literature review. Administration ofNaftifine showed a higher mycological cure rate, therapeuticeffectiveness, clinical symptoms, and cure rate than the control group.No adverse events were reported with any type of naftifine in allinclusion studies. Administration of naftifine is a therapy with sideeffects in treating various types of tinea(dermatophytosis).

PENDAHULUAN

Penyakit dengan nama depan “Tinea” adalah infeksi yang disebabkan oleh adanya jamur dermatofita yang dapat terjadi pada berbagai lokasi tubuh. Tinea corporis adalah infeksi kulit jamur superfisial pada tubuh yang disebabkan oleh dermatofita, secara khusus pada lokasi batang tubuh, leher, lengan, dan kaki (Jordon et al., 2019). Bentuk lainnya dari infeksi tinea berdasarkan lokasinya adalah pada kulit kepala (tinea capitis), wajah (tinea faciei), tangan (tinea manuum), selangkangan (tinea cruris), dan kaki (tinea pedis) (Yee & Al Aboud, 2019).

Secara umum, terdapat 3 genera yang dapat menyebabkan kondisi dermatofitosis (tinea) ini yaitu genera Trichophyton, Epidermophyton, and Microsporum. Secara spesifik, spesies yang paling sering menyebabkan kejadian penyakit tinea ini adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Microsporum audouinii pada tinea corporis (Feriyanto & Dimawan, 2022). Spesies yang paling sering menyebabkan tinea capitis adalah Trichophyton tonsurans, sedangkan pada tinea pedis adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton interdigitale, dan Epidermophyton floccosum. Selain itu, terdapat juga tinea unguium yang menyerang kuku dengan etiologic paling banyak adalah Trichophyton rubrum (Nigam & Saleh, 2017).

Saat ini, terdapat berbagai agen anti-jamur topikal untuk mengatasi dermatofitosis (tinea) dengan beberapa kelas kimia utama yaitu poliena (nistatin), imidazol (ketokonazol, ekonazol, oksikonazol, dll), alilamin (naftifine, terbinafine), benzylamines (butenafine), dan hidroksipiridon (ciclopirox). Dua kelas utama yang mewakili sebagian besar agen antijamur topikal dan tersedia adalah azoles dan allylamines. Secara keseluruhan, allylamines lebih unggul daripada azoles dalam aktivitas melawan dermatofita, meskipun keduanya efektif secara klinis (Parish et al., 2011).

Naftifine adalah allylamine topical yang memiliki sifat fungisidal secara in vitro dalam mengatasi spektrum luas dari jamur dermatofita dan telah terbukti sangat efektif mengatasi berbagai infeksi dermatofita pada kulit (Makola et al., 2018). Onset aktivitas klinis yang cepat dan data klinis yang menunjukkan pembersihan infeksi secara kontinyu telah ditunjukkan oleh penggunaan naftifine. Penambahan krim naftifine 2% yang lebih baru telah memperluas armamentarium (Dogra et al., 2019).

Oleh karena itu, pada tinjauan literatur ini, dilakukan analisis efek penggunaan naftifine topical terhadap infeksi dermatofita (tinea) pada berbagai lokasi tubuh sehingga dapat dijadikan evidence based of medicine secara klinis (Aditya K Gupta et al., 2018).

METODE

Pencarian studi dilakukan pada berbagai database seperti Pubmed, ScienceDirect, Directory of Open Access Journal, dan Cochrane Library. Pencarian studi dilakukan dengan menggunakan kata kunci “naftifine” dan “tinea”. Studi yang didapatkan kemudian disaring berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi studi. Kriteria inklusi yang digunakan pada sampel ini adalah: 1) Subjek penelitian merupakan pasien yang menderita dermatofitosis (tinea); 2) Intervensi yang digunakan berupa pemberian naftifine; 3) Comparator berupa terapi konvensional atau plasebo; 4) Outcome berupa tingkat kesembuhan dari tinea secara klinis atau parameter lainnya. Studi yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diakses secara full-text untuk melihat ketersediaan artikel. Studi yang tidak dapat diakses secara penuh akan dieksklusi (LF et al., 2015). Hasil akhirnya akan didapatkan studi yang akan digunakan pada tinjauan literatur ini. Pencarian studi dilakukan dengan menggunakan kata kunci Dari hasil pencarian didapatkan total 212 studi. Adapun studi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah 3 studi yang dianalisis pada tinjauan literatur ini (Sari & Angraini, 2020).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek pemberian Naftifine terhadap berbagai outcome pasien tinea dapat dilihat secara komprehensif pada tabel 1.

Author (Tahun) Populasi Intervensi Outcome Efek Samping
Parish et al. (2011a) 80 subjek tinea corporis Naftifine cream 2% Mycological cure rate, efektivitas terapi, dan gejala klinis yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol Tidak ada efek samping yang dilaporkan
Vlahovic (2015) 1715 pasien tinea pedis dengan atau tanpa tipe moccasin Naftifine gel 2% Naftifine gel 2% secara signifikan memiliki mycology cure rate, efektifitas terapi, dan tingkat kesembuhan klinis yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol Tidak ada efek samping yang dilaporkan
Parish et al. (2011b) 709 subjek tinea pedis Naftifine cream 2% Mycological cure rate, dan efektivitas terapi yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol Tidak ada efek samping yang dilaporkan
Table 1. Efek Pemberian Naftifine terhadap Berbagai Outcomepada Tinea

Mekanisme Kerja Naftifine pada Tinea

Mekanisme kerja naftifine dalam mengatasi tinea diperantarai oleh beberapa mekanisme seperti inhibisi dari sintesis ergosterol dengan menghambat squalene epoxidase sehingga terjadi penghentian dari pertumbuhan sel jamur yang disertai dengan efek fungostatic. Inhibisi dari squalene epoxidase menyebabkan akumulasi dari squalene di membrane reticulum endoplasma dan menstimulasi pembentukan dari squalene sehingga terjadi peningkatan squalene yang drastic sebelum defisiensi ergosterol (Nurindi et al., 2020). Banyaknya squalene pada membrane ini akan mengganggu struktur membrane fungsi sehingga menunjukkan efek bakterisidal. Selain itu, mekanisme lainnya meliputi penghambatan sintesis dari dinding sel jamur, penghambatan proses glikosilasi protein (Warouw et al., 2021).

Efek Pemberian Naftifine terhadap Outcome Pasien Tinea Corporis

Efek nafitine terhadap luaran pasien tinea corporis telah ditunjukkan oleh studi Parish et al., dengan populasi 80 orang (67 pria dan 13 wanita). Pasien secara acak dibagi ke kelompok perlakuan (33 pasien ke kelompok naftifine dan 37 ke kelompok kontrol). Pasien kemudian diinstruksikan untuk menerapkan pemberian krim mereka sekali sehari selama 4 minggu. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa krim Naftifine, yang digunakan sekali sehari, sangat baik dalam pengobatan tinea cruris dan tinea corporis, yang ditunjukkan dengan peningkatan secara cepat dari angka mycologic cure rate (Widhiastuti et al., 2023). Setelah 2 minggu pengobatan, angka kesembuhan yang didapatkan adalah sebesar 79% untuk pasien yang diobati dengan naftifine dan 31% untuk pasien yang diobati dengan regimen kontrol (p <0,001).

Tingkat kesembuhan yang lebih tinggi untuk kelompok naftifine juga didapatkan pada pemeriksaan terakhir selama pengobatan (minggu 4) dan 2 minggu pasca pengobatan (minggu 6) secara signifikan. Perbaikan tanda dan gejala klinis, berdasarkan pengurangan kejadian dan tingkat keparahan, lebih cepat dan lebih jelas pada pasien yang menggunakan naftifine (Tri Putra, 2018). Setelah 2 minggu pengobatan, eritema, papulasi, dan fisura secara signifikan lebih ringan pada kelompok naftifine dibandingkan dengan kelompok plasebo. Pada minggu keempat kelompok naftifine juga mengalami vesikel, scaling, crusting, dan pruritus yang secara signifikan kurang parah dibandingkan kelompok kontrol (Susanto, 2023). Hasil ini menunjukkan bahwa naftifine memberikan luaran yang baik pada pasien tinea corporis (Nurwulan et al., 2019).

Efek Pemberian Naftifine terhadap Outcome Pasien Tinea Cruris

Efek terapi naftifine terhadap luaran pasien tinea cruris ditunjukkan oleh studi Parish et al., yang melibatkan sebanyak 334 subjek dengan T. cruris dirandomisasi ke kelompok yang mendapatkan naftifine 2% (NAFT-2%) yaitu sebanyak 166 orang dan kelompok kontrol sebanyak 168 orang dengan frekuensi terapi sekali sehari selama 14 hari (Fattahi et al., 2021;Sacheli & Hayette, 2021). Efikasi dilihat pada minggu ke-2 (akhir pengobatan) dan minggu ke-4. Luaran efikasi meliputi kesembuhan total, keefektifan pengobatan, kesembuhan mikologi (mycology cure rate), kesembuhan klinis, serta keberhasilan klinis. Luaran ini dianalisis hanya pada subjek dengan kalium hidroksida (KOH) positif dan kultur dermatofita pada awal studi (n=75 pada kelompok naftifine dan n=71 pada kelompok kontrol) (Putri et al., 2020;Sahni et al., 2018).

Hasil yang didapatkan pada minggu ke-4 menunjukkan bahwa subjek yang diterapi dengan naftifine mendapatkan mycological cure rate sebesar 72% dan tingkat keefektifan pengobatan sebesar 60% dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapatkan mycological cure rate sebesar 16% dan efektivitas terapi sebesar 10% saja.[6] Hal ini menunjukkan bahwa pemberian naftifine memberikan hasil yang baik terhadap luaran pasien tinea cruris (Mellaratna & Fitri, 2023).

Efek Pemberian Naftifine terhadap Outcome Pasien Tinea Pedis

Efek pemberian naftifine terhadap luaran pasien tinea pedis ditunjukkan oleh studi Parish et al., dan Vlahovic. Pada studi Parish et al., sebanyak 709 subjek secara acak dibagi dengan perbandingan 2:1:2:1 menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu: (i) NAFT-2 (n= 235), (ii) kontrol dua minggu (n=118), (iii) NAFT-1 (n=237), atau (iv) kontrol empat minggu (n=119). Efikasi dievaluasi pada awal, minggu ke-2, minggu ke-4, dan minggu ke-6 dan terdiri dari penentuan mikologi (KOH dan kultur dermatofita) dan penilaian keparahan gejala klinis (eritema, scaling, dan pruritus) (Piranti & Istarini, 2021). Efikasi hanya dianalisis pada 425 subjek dengan kultur dermatofit awal yang positif. Hasilnya menunjukkan bahwa efikasi terapi naftifine lebih baik yang dilihat dari mycology cure rate sebesar 67% dan efektifitas terapi sebesar 57% dibandingkan kelompok kontrol dengan mycological cure rate sebesar 21% dan efektifitas terapi hanya sebesar 20% (Nowicka & Nawrot, 2021;Jartarkar et al., 2021;Alkeswani et al., 2019).

Selanjutnya, pada studi Vlahovic, sebanyak 1715 subjek dirandomisasi dan sebanyak 1174 subjek yang memiliki tinea pedis dengan atau tanpa tipe moccasin dianalisis. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang mendapatkan naftifine gel 2% selama satu kali setiap hari selama 2 minggu dan kelompok kontrol selama satu kali setiap hari. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kelompok naftifine gel 2% secara signifikan memiliki mycology cure rate, efektifitas terapi, dan tingkat kesembuhan klinis yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol pada minggu ke-2 dan ke-6 (4 minggu post-terapi).[8] Kedua studi tersebut menunjukkan bahwa naftifine memiliki efikasi yang baik dalam mengatasi tinea pedis (Leung et al., 2020).

Efek Samping Penggunaan Naftifine dalam mengatasi Tinea

Pada keseluruhan studi inklusi, efek samping penggunaan naftifine dalam terapi tinea tidak menunjukkan adanya efek samping yang serius (Rouzaud et al., 2018). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan nafitine dalam mengatasi preeklamsia tergolong aman dengan tingkat keefektifan yang lebih baik dibandingkan terapi kontrol dengan plasebo (A.K. Gupta et al., 2018).

KESIMPULAN

Pada tinjauan literatur ini, pemberian naftifine kepada pasien Tinea (dermatofitosis) menunjukkan hasil mycological cure rate, efektivitas terapi, gejala klinis, dan tingkat kesembuhan klinis yang lebih baik pada pemberian naftifine krim 2% maupun naftifine gel 2%. Pemberian terapi ini tidak menunjukkan efek samping yang serius, namun diperlukan studi lebih lanjut menggunakan dosis naftifine dengan variasi sediaan untuk mengkonfirmasi efektivitas dan safety dari penggunaan naftifine dalam mengatasi tinea (dermatofitosis).

DAFTAR PUSTAKA

Alkeswani, A., Cantrell, W., & Elewski, B. (2019). Treatment ofTinea Capitis. Skin Appendage Disorders,5(4), 201–210. https://doi.org/10.1159/000495909

Dogra, S., Shaw, D., & Rudramurthy, S. M. (2019). Antifungal drugsusceptibility testing of dermatophytes: Laboratory findings to clinicalimplications. Indian Dermatology Online Journal,10(3), 225.

Fattahi, A., Shirvani, F., Ayatollahi, A., Rezaei?Matehkolaei, A.,Badali, H., Lotfali, E., Ghasemi, R., Pourpak, Z., & Firooz, A.(2021). Multidrug?resistant Trichophyton mentagrophytes genotype VIII inan Iranian family with generalized dermatophytosis: report of four casesand review of literature. International Journal ofDermatology, 60(6), 686–692.

Feriyanto, D. D., & Dimawan, R. S. A. (2022). Seorang Laki-LakiUsia 58 Tahun dengan Tinea Kruris: Laporan Kasus. ProceedingBook Call for Papers Fakultas Kedokteran Universitas MuhammadiyahSurakarta, 986–994.

Gupta, A.K., Mays, R. R., Versteeg, S. G., Piraccini, B. M., Shear,N. H., Piguet, V., Tosti, A., & Friedlander, S. F. (2018). Tineacapitis in children: a systematic review of management. Journalof the European Academy of Dermatology and Venereology,32(12), 2264–2274.https://doi.org/10.1111/jdv.15088

Gupta, Aditya K, Ryder, J. E., & Cooper, E. A. (2018). Naftifine:a review. Journal of Cutaneous Medicine and Surgery,12(2), 51–58.https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18346400/

Jartarkar, S. R., Patil, A., Goldust, Y., Cockerell, C. J., Schwartz,R. A., Grabbe, S., & Goldust, M. (2021). Pathogenesis, Immunologyand Management of Dermatophytosis. Journal of Fungi,8(1), 39. https://doi.org/10.3390/jof8010039

Jordon, R. E., Rapini, R. P., Rex Jr, I. H., Katz, H. I., Hickman, J.G., Bard, J. W., Medansky, R. S., Lew?Kaya, D. A., Sefton, J., &DeGryse, R. E. (2019). Once?daily naftifine cream 1% in the treatment oftinea cruris and tinea corporis. International Journal ofDermatology, 29(6), 441–442.https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2397973/

Leung, A. K., Lam, J. M., Leong, K. F., & Hon, K. L. (2020).Tinea corporis: an updated review. Drugs in Context,9, 1–12. https://doi.org/10.7573/dic.2020-5-6

LF, S. G., Vlahovic, T., Verma, A., Olayinka, B., & Fleischer Jr,A. B. (2015). Naftifine Hydrochloride Gel 2%: An Effective TopicalTreatment for Moccasin-Type Tinea Pedis. Journal of Drugs inDermatology: JDD, 14(10), 1138–1144.

Makola, N. F., Magongwa, N. M., Matsaung, B., Schellack, G., &Schellack, N. (2018). Managing athlete’s foot. South AfricanFamily Practice, 60(5), 37–41.

Mellaratna, W. P., & Fitri, S. (2023). Penanganan Tinea KorporisPada Lansia Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. LENTERA (Jurnal:Sains, Teknologi, Ekonomi, Sosial Dan Budaya),7(1).https://doi.org/http://www.journal.umuslim.ac.id/index.php/ltr2/article/view/1764

Nigam, P. K., & Saleh, D. (2017). Tinea pedis.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470421/

Nowicka, D., & Nawrot, U. (2021). Tinea pedis—An embarrassingproblem for health and beauty—A narrative review.Mycoses, 64(10), 1140–1150.https://doi.org/10.1111/myc.13340

Nurindi, F. S., Oktarlina, R. Z., & WP, R. R. (2020). TerapiFarmakologis Tinea Korporis pada Anak. Medical ProfessionJournal of Lampung, 9(4), 760–766.https://doi.org/https://doi.org/10.53089/medula.v9i4.215

Nurwulan, D., Hidayatullah, T. A., Nuzula, A. F., & Puspita, R.(2019). Profil Dermatofitosis Superfisialis Periode Januari – Desember2017 Di Rumah Sakit Islam Aisiyah Malang. SaintikaMedika, 15(1), 25.https://doi.org/10.22219/sm.Vol15.SMUMM1.8625

Parish, L. C., Parish, J. L., Routh, H. B., Fleischer Jr, A. B.,Avakian, E. V, Plaum, S., & Hardas, B. (2011). A randomized,double-blind, vehicle-controlled efficacy and safety study of naftifine2% cream in the treatment of tinea pedis. Journal of Drugs inDermatology: JDD, 10(11), 1282–1288.

Piranti, A. T., & Istarini, A. (2021). KARAKTERISTIK DANFAKTOR RISIKO DERMATOFITOSIS DI PUSKESMAS SIMPANG IV SIPIN KOTAJAMBI. Universitas Jambi.https://repository.unja.ac.id/id/eprint/29890

Putri, A. M., Ismail, S., & Sabir, M. (2020). TINEA CRURIS.JURNAL MEDICAL PROFESSION, 1(3),209–213. https://doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v29i1.2423

Rouzaud, C., Chosidow, O., Brocard, A., Fraitag, S., Scemla, A.,Anglicheau, D., Bouaziz, J., Dupin, N., Bougnoux, M., Hay, R.,Lortholary, O., & Lanternier, F. (2018). Severe dermatophytosis insolid organ transplant recipients: A French retrospective series andliterature review. Transplant Infectious Disease,20(1), e12799. https://doi.org/10.1111/tid.12799

Sacheli, R., & Hayette, M.-P. (2021). Antifungal Resistance inDermatophytes: Genetic Considerations, Clinical Presentations andAlternative Therapies. Journal of Fungi,7(11), 983. https://doi.org/10.3390/jof7110983

Sahni, K., Singh, S., & Dogra, S. (2018). Newer topicaltreatments in skin and nail dermatophyte infections. IndianDermatology Online Journal, 9(3), 149.https://doi.org/10.4103/idoj.IDOJ_281_17

Sari, F. T. A., & Angraini, D. I. (2020). Penatalaksanaan PasienTinea Korporis Pembuat Kerupuk Dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga.Majority, 9(1), 12–18.http://www.cdc.gov/nchs/about/major/dvs/icd10des.htm

Susanto, I. K. (2023). Tinea Corporis Therapy. JurnalKedokteran Meditek, 29(1), 82–88.https://doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v29i1.2423

Tri Putra, M. I. W. (2018). Hubungan Diabetes Melitus Tipe 2Terhadap Kejadian Dermatofitosis Di Rsud Dr. Rm DjoelhamBinjai. http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/775

Warouw, M. W., Kairupan, T. S., & Suling, P. L. (2021).Efektivitas Anti Jamur Sistemik Terhadap Dermatofitosis. JURNALBIOMEDIK (JBM), 13(2), 185.https://doi.org/10.35790/jbm.13.2.2021.31833

Widhiastuti, F., Handamari, D. A., & Musy, R. (2023). StudiRetrospektif Kunjungan Pasien Baru Mikosis Superfisialis di PoliklinikKulit dan Kelamin RSUD Dr. Soedono Madiun, Indonesia Januari-Desember2021. Cermin Dunia Kedokteran, 50(4),186–190. https://doi.org/10.55175/cdk.v50i4.853

Yee, G., & Al Aboud, A. M. (2019). Tineacorporis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544360/

Author Biographies

Vira Geraldine Arliska, Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Johansen Johansen, Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Given Kentanto, Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Teguh Priyanto, Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Published

2023-08-24

How to Cite

Titanic, P. Y., Arliska, V. G., Johansen, J., Kentanto, G., & Priyanto, T. (2023). Potensi Penggunaan Agen Anti-Fungal Naftifine Sebagai Terapi Inovatif Tinea: Sebuah Tinjauan Literatur. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1044. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1044

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check

Most read articles by the same author(s)