Hubungan antara Kadar HBA1C dan Gula Darah Sewaktu (GDS) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo

Authors

  • Muhajiriansyah Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
  • Raafika Studiviani Dwi Binuko Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia

Keywords:

Hypertension, Diabetes mellitus, HBA1C level, Blood sugar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara kadar HbA1c dan gula darah sewaktu (GDS) dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II yang dirawat di Rumah Sakit Darmayu, Ponorogo. Data pasien diabetes melitus tipe II selama periode tertentu dikumpulkan, dan analisis statistik digunakan untuk menentukan korelasi antara kadar HbA1c, GDS, dan kejadian hipertensi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dna sampel dalam penelitin ini sebanyak 60 pasien prolanis yang menderita DM dan rutin kontrol di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur Hasil penelitian ini Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar Hba1c dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur. Terdapat hubungan yang signifikan antara Gula Darah Sewaktu (GDS) dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur.

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnya produksi insulin, ataupun gangguan aktivitas dari insulin ataupun keduanya (Nasution & Azwar, 2021). Penyakit ini dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh penyandangnya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Nugroho, 2019). Berdasarkan jenisnya diabetes melitus diklasifikasikan menjadi dua tipe utama, yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 2 merupakan kondisi ketika kadar gula darah melebihi nilai normal akibat resistensi insulin (Ardiani et al., 2021).

Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021, banyaknya jumlah kasus diabetes melitus di dunia mencapai 135.6 juta jiwa atau sekitar 19.3% dan diprediksi akan adanya peningkatan pada tahun 2030 mencapai 195.2 juta jiwa (IDF, 2021). Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang berada pada peringkat ke 7 dengan kejadian kasus DM tertinggi dengan jumlah penderita sebesar 8.5 juta penderita setelah Cina (98.4 juta), India (65.1 juta), Amerika Serikat (24.4 2 juta), Brazil (11.9 juta), Rusia (10.9 juta) dan Mexico (8.7 juta) (WHO, 2021). Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang menduduki peringkat ke-6 dengan prevalensi diabetes tertinggi di Indonesia, dimana jumlah penderita diabetes mellitus di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2021 mencapai 929.535 kasus. Berdasarkan daerahnya, Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah kasus Diabetes Melitus  yang cukup tingi, dimana pada tahun 2020 tercatat sebanyak 15.397 kasus Diabetes Melitus (Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2021).

Penderita diabetes melitus juga berisiko terhadap terjadinya berbagai komplikasi apabila tidak dikelola dengan baik. Salah satunya yaitu terganggunya fungsi pembuluh darah, baik pada pembuluh darah besar maupun kecil sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi (Haryati & Tyas, 2022). Kejadian hipertensi pada penderita diabetes mellitus disebabkan karena kadar glukosa darah yang tinggi sehingga gula darah menempel pada dinding pembuluh darah. Salah satu parameter pengukuran kadar glukosa darah yaitu HbA1c (Hemoglobin Adult 1C). Besarnya kadar HbA1c dapat digunakan untuk mengukur kadar glukosa yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah karena dapat merepresentasikan kadar glukosa seseorang selama 2-3 bulan terakhir (Haryati & Tyas, 2022).

Sartika & Hestiani (2019) menjelaskan bahwa pemeriksaan HbA1c dapat digunakan sebagai acuan untuk monitoring penyakit diabetes mellitus karena HbA1c ini dapat memberikan informasi yang lebih jelas tentang keadaan yang sebenarnya pada penderita diabetes mellitus. Selain kadar HbA1c, parameter lain yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya kadar gula dalam daerah yaitu Gula darah sewaktu (GDS). Hasil penelitian Putra (2019) menemukan bahwa terdapat hubungan antara kadar gula darah sewaktu dengan hipertensi pada penderita diabetes mellitus tipe 2, dengan nilai p sebesar 0,040 (p< 0,05). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Maharani (2023) menemukan bahwa terdapat hubungan antara kadar HbA1c dengan tekanan darah sistolik pada pasien diabetes melitus tipe-2 di Rumah Sakit Abdul Moeloek denan  nilai p-value sebesar 0,002 (< 0,05). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Husni (2022) menemukan bahwa tidak  terdapat hubungan  yang  signifikan  antara  tekanan  darah  sistolik  dengan  kadar  HbA1c  pada  pasien  hipertensi  dan diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai p sebesar 0,789 (P>0.05).

Berdasarkan latar belakang serta perbedaan beberapa penelitian sebelumnya maka, peneliti ingin mengetahui hubungan antara Kadar Hba1c dan gula darah sewaktu (GDS) dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II melalui sebuah penelitian dengan judul  Hubungan Antara Kadar Hba1c Dan Gula Darah Sewaktu (GDS) Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur. Pemilihan lokasi Sakit Darmayu Ponorogo sebagai lokasi penelitian dikarena tinggi kejadian hipertensi pada pasien DM di Rumah sakit tersebut serta belum penelitian sebelumnya dengan tema yang akan dilakukan oleh peneliti.

METODE

Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Pendekatan cross sectional pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar Hba1c dan gula darah sewaktu (GDS) dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur.

Populasi dalam penelitian ini adalah 60 pasien prolanis yang menderita DM dan rutin kontrol di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur. Karena jumlah populasi dalam penelitian kurang dari 100 (<100), maka semua anggota populasi dijadikan sampel penelitian. Sehingga didapatkan bahwa banyaknya sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 60 sampel.

HASIL

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Darmayu Kabupatan Ponorogo, Provinsi Jawa Timur pada bulan Oktober-November tahun 2023. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 46 pasien prolanis yang menderita DM dan rutin kontrol di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur. Sampel pada penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data pada penelitian ini didapatkan dari data rekam medis yang berupa data umur, jenis kelamin, usia, tekanan darah, kadar HbA1c dan gula darah sewaktu (GDS) penderita DM tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur.

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 22 47,8
Perempuan 24 52,2
Usia
26-35 tahun 2 4,3
36-45 tahun 5 10,9
46-55 tahun 15 32,6
56-65 tahun 16 34,8
> 65 tahun 8 17,4
Kadar HbA1c
Terkontrol 23 50,0
Tidak Terkontrol 23 50,0
Kadar GDS
Terkontrol 26 56,5
Tidak Terkontrol 20 43,5
Hipertensi
Ringan 29 63,0
Sedang 12 26,1
Berat 5 10,9
Table 1. Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas pasien DM tipe yang rutin kontrol di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur memiliki jenis kelamin perempuan dengan jumlah sebanyak 24 orang (52,2%). Kemudian, berdasarkan kategori usia diketahui bahwa mayoritas pasien memiliki usia antara 56-65 tahun dengan jumlah sebanyak 16 orang (34,8%). Berdasarkan kategori kadar HbA1c, diketahui bahwa pasien DM tipe II yang memiliki kategori kadar HbA1c terkontrol dan tidak terkontrol memiliki jumlah yang sama yaitu 23 orang (50%). Berdasarkan kategori kadar Gula Darah Sewaktu (GDS), diketahui bahwa mayoritas pasien DM tipe II memiliki kadar GDS kategori terkontrol dengan jumlah sebanyak 26 orang (56,5%). Sedangkan berdasarkan kategori hipertensi, mayoritas pasien DM tipe II memiliki hipertensi kategori ringan dengan jumlah sebanyak 29 orang (63%).

HbA1c Hipertensi p-value
Ringan Sedang Berat
F % F % F %
Terkontrol 18 39,1% 5 10,9% 0 0,0% 0,030
Tidak Terkontrol 11 23,9% 7 15,2% 5 10,9%
Jumlah 29 63,0% 12 26,1% 5 10,9%
Table 2. Hubungan Hba1c dengan hipertensi pada pasien DM tipe II

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa banyaknya responden yang memiliki kadar HbA1cterkontrol dengan hipertensi kategori ringan sebanyak 18 responden (39,1%). Banyaknya responden yang memiliki kadar HbA1c terkontrol dengan hipertensi kategori sedang sebanyak 5 responden (10,9%). Selanjutnya berdasarkan hasil analisis juga diketahui bahwa banyaknya responden yang memiliki kadar HbA1c tidak terkontrol dengan hipertensi kategori ringan sebanyak 11 responden (23,9%). Banyaknya responden yang memiliki kadar HbA1c yang tidak terkontrol dengan hipertensi kategori sedang sebanyak 7 responden (15,2%). Sedangkan banyak responden yang memiliki kadar HbA1c yang tidak terkontrol dengan hipertensi kategori berat sebanyak 5 responden (10,9%). Kemudian berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya nilai sig. (2-tailed) uji chi-square sebesar 0,030 (p<0,05). Hal ini menujukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kadar Hba1c dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur.

GDS Hipertensi p-value
Ringan Sedang Berat
F % F % F %
Terkontrol 19 41,3% 7 15,2% 0 0,0% 0,024
Tidak Terkontrol 10 21,7% 5 10,9% 5 10,9%
Jumlah 29 63,0% 12 26,1% 5 10,9%
Table 3. Hubungan GDS dengan hipertensi pada pasien DM tipe II

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa banyaknya responden yang memiliki kadar GDS terkontrol dengan hipertensi kategori ringan sebanyak 19 responden (41,3%). Banyaknya responden yang memiliki kadar GDSterkontrol dengan hipertensi kategori sedang sebanyak 7 responden (15,2%). Selanjutnya berdasarkan hasil analisis juga diketahui bahwa banyaknya responden yang memiliki kadar GDS tidak terkontrol dengan hipertensi kategori ringan sebanyak 10 responden (21,7%). Banyaknya responden yang memiliki kadar GDS yang tidak terkontrol dengan hipertensi kategori sedang sebanyak 5 responden (10,9%). Sedangkan banyak responden yang memiliki kadar GDS yang tidak terkontrol dengan hipertensi kategori berat sebanyak 5 responden (10,9%). Kemudian berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya nilai sig. (2-tailed) uji chi-square sebesar 0,024 (p<0,05). Hal ini menujukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kadar GDS dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur.

PEMBAHASAN

Hubungan kadar Hba1c dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur

Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar Hba1c dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur. Hal ini dibuktikan dengan besarnya nilai P-value yang didapatkan sebesar 0,030 (p<0,05). HbA1c merupakan komponen minor dari hemoglobin yang berikatan dengan glukosa (Bai, Wang & Zhao, 2022). Hemoglobin berperan membawa oksigen ke semua jaringan tubuh dan akan terglikasi dengan glukosa melalui aliran darah (Wang & Hang, 2021). Pada DM tipe 2, meningkatnya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) mengakibatkan glukosa dapat mengikat lebih banyak komponen hemoglobin dalam aliran darah sehingga jumlah hemoglobin yang berikatan dengan glukosa darah semakin meningkat (Haryati & Tyas, 2022).

Keadaan hiperglikemia yang kronik dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis, penyebabnya adalah peningkatan reaksi glikasi non-enzimatik yang membentuk advance glycation endproduct (AGEs) pada pembuluh darah (Anggraini, 2022). AGEs dibentuk dengan proses oksidasi dimana glukosa bereaksi dengan protein di dinding pembuluh darah. AGEs akan mengikat lemak dan menempel di pembuluh darah, sehingga merusak dinding pembuluh darah serta menimbulkan reaksi inflamasi yang menyebabkan timbulnya plaque. Pembuluh darah akan menjadi keras, kaku dan menebal sehingga elastisitasnya berkurang dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah, terutama pada pembuluh darah yang diameternya kecil. Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah dan hal ini menyebabkan tekanan darah meningkat (Kurniawati, 2021). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2023) menemukan bahwa terdapat hubungan antara kadar HbA1c dengan tekanan darah sistolik pada pasien diabetes melitus tipe-2 di Rumah Sakit Abdul Moeloek denan  nilai p-value sebesar 0,002 (< 0,05).

Hubungan GDS dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur

Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara GDS dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur. Hal ini dibuktikan dengan besarnya nilai nilai p-value pada variabel kadar trombosit sebesar 0,024 (p<0,05). Gula darah sewaktu (GDS) merupakan parameter pemeriksaan kadar gula darah yang dapat diukur setiap saat, tanpa memperhatikan waktu pasien terakhir kali makan (Andreani et al., 2018). Pemeriksaan GDS dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui plasma vena atau darah kapiler dengan acuan batas normal GDS yaitu bila hasilnya tidak melebihi 200 mg/dl (WHO, 2019).

Penderita diabetes tipe II pada umumnya memiliki kondisi yang disebut dengan resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan kondisi dimana seseorang memiliki jumlah insulin yang cukup untuk merombak glukosa, namun tidak bekerja sebagaimana mestinya. Insulin tidak bekerja dengan  baik membuat kadar glukosa dalam darah menjadi naik sehingga mengakibatkan diabetes (Putra, 2019. Insulin  yang tidak bekerja untuk mengubah glukosa menjadi  glikogen (yang  nantinya akan disimpan di jaringan perifer tubuh) dapat mengakibatkan peningkatan retensi natrium di ginjal dan meningkatkan  aktivitas sistem saraf simpatik, hal inilah yang berpengaruh terhadap meningkatnya tekanan darah. Sehingga pembuluh darah kehilangan kemampuan untuk melebar atau  meregang; jumlah cairan di  dalam  tubuh  meningkat, terlebih  bila penyakit diabetes sudah menyerang  ginjal; dan resistensi insulin menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah pada penderita diabetes mellitus tipe II (Andreani et al., 2018). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2019) menemukan bahwa terdapat hubungan antara kadar gula darah sewaktu dengan hipertensi pada penderita diabetes mellitus tipe 2, dengan nilai p sebesar 0,040 (p< 0,05).

KESIMPULAN DAN SARAN

Terdapat hubungan yang signifikan antara kadar Hba1c dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur. Terdapat hubungan yang signifikan antara Gula Darah Sewaktu (GDS) dengan kejadian hipertensi pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo, Jawa Timur.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). (2018) Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes, A consensus report, New york: Diabetologia. Available at: https://link.springer.com/content/pdf/10.1007%2Fs00125-018-4729-5.pdf

Andreani, S. (2018). Hubungan Antara Gula Darah Sewaktu Dan Puasa Dengan Perubahan Skor Nihss Pada Stroke Iskemik Akut. Jurnal Kedokteran Diponegoro, Vol. 7, No. 1

Atik, S., Susilowati, E. & Kristinawati, K. (2022). Gambaran Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri di SMK Wilayah Dataran Tinggi. Jurnal Indonesia Kebidanan. Vol. 6, No. 2; 61-68

Ayu, R. (2019). faktor-faktor  yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja puskesmas wates kecamatan gadingrejo  kabupaten pringsewu tahun 2018. Journal Gizi Aisyah STIKes Aisyah Pringsewu, Vol.1, No. 2

Bai, X., Wang, H. &  Zhao, Q. (2022). Hemoglobin within normal range is negatively related to hemoglobin A1c in a nondiabetic American population aged 16 years and older. World J Diabetes; 13(3): 251-259

Candra, S. (2018) Perbedaan Pemberian Buklet Hipertensi Dan Pendampingan Keluarga Pada Perubahan Asupan Makan Dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Di Puskesmas Gondokusuman. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Flávio, D.,  Paul, K. &  Whelton. (2020). High Blood Pressure and Cardiovascular Disease. Hypertensionaha:75(1):285-292.

Haryati, A. & Tyas, T. (2022). Perbandingan Kadar HbA1c pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang Disertai Hipertensi dan Tanpa Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Duri, Mandau, Bengkalis, Riau. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 18, No. 1, ISSN : 0216 – 3942

Husni, H. (2022). Hubungan Tekanan Darah Sistolik Dengan Kadar HBA1C Pada Pasien Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Type 2 Di Rs Unhas Makassar. Majalah Farmasi dan Farmakologi (MFF); 26(2):84-87

IDF (2021) Diabetes Atlas. 9th Edition. IDF. Available at: http://diabetesatlas .org/resources /2021-atlas.html.

Kurniawati, D. (2021). Hubungan glukosa darah dengan tekanan darah dan risiko stroke pada lansia: studi korelasi. Jurnal Kesehatan Mercusuar.4(2):60-65.

Linggardini, K. (2019). Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan. 53 (9): 1689–1699.

Magder, S. (2018). The meaning of blood pressure. Critical Care: (22) (1): 257

Nasution, F & Azwar, A. (2021). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 9 No.2.

Nugroho, S. (2019). Determinan  Tingkat Keparahan Pada pasien penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 3, No. 2

Ohishi, M. 2018. Hypertension with Diabetes Melitus: physiology and pathology. Hypertens Res. 41(6): 389-393.

Safitri, A. (2021). Hubungan Kadar Hba1c Dengan Obesitas Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Skirpsi. STIkes ICME Jombang.

Sartika, F. & Hestiani, N. (2019). Kadar Hba1c Pada Pasien Wanita Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 DI RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Borneo Journal Of Medical Laboratory Technology. Volume 2, No. 1

Siddiqui, M., Mittal, P., Little, B., Miller, F., Akduman, E. & Ali, K. Secondary Hypertension and Complications: Diagnosis and Role of Imaging. Radiographics.;39(4):1036-1055. doi: 10.1148/rg.2019180184. Epub 2019 Jun 7. PMID: 31173541.

Soelistijo, S., Suastika, K., Lindarto, D. & Decroli, E. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan deabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia. Jakarta: Perkeni.

Wang, M. & Hang, T. (2021). HbA1c: More than just a number. Aust J Gen Pract.;50(9):628-632.

WHO. (2021) A global brief on Hyper-tension World Health Day 2021. World Health Organization.

Zayne, R., Asllanaj, E., Amin, H., Rojas, L., Nano J., Ikram, M. & Drenos, F. (2021). Natural Menopause and Blood Pressure Traits: Mendelian Randomization Study. J Clin Med;10(19):4299. doi: 10.3390/jcm10194299. PMID: 34640315; PMCID: PMC8509463.

Published

2023-11-17

How to Cite

Muhajiriansyah, M., & Binuko, R. S. D. (2023). Hubungan antara Kadar HBA1C dan Gula Darah Sewaktu (GDS) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Darmayu Ponorogo. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1206. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1206

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check