Potensi Interaksi Obat-Obat yang Dimediasi Sitokrom P450 pada Pasien Geriatri di Rawat Inap Rumah Sakit X

Authors

  • Nindi Eka Sari Jakarta Global University, Indonesia
  • Eddy Yusuf Jakarta Global University, Indonesia
  • Ahda Sabila Jakarta Global University, Indonesia
  • Dedy Nugroho Jakarta Global University, Indonesia
  • Rizky Farmasita Jakarta Global University, Indonesia
  • Nopratilova Jakarta Global University, Indonesia

Keywords:

Drug Interactions, Number of Drug Items, Cytochrome P450

Abstract

Cases of drug interactions are one of eight categories of drug-related problems that can affect patient clinical outcomes. The increasing complexity of the drugs used in current medicine and the trend towards pharmaceutical practice, have resulted in many drug interactions. Cytochrome P450 is the main enzyme that plays a role in 75% of drug metabolism in the liver. The process of drug metabolism by CYP enzyme inhibition causes reduced metabolism, so that drugs accumulate in the body, while CYP enzyme induction can reduce drug concentrations and effects in plasma. This makes cytochrome P450 enzymes involved in many drug interactions. This study aims to determine the relationship between cytochrome P450- mediated drug-drug interactions and to determine the relationship between the number of drug items and the severity of cytochrome P450-mediated drug interactions. This study used a sample of geriatric patients at the inpatient pharmacy installation at X Hospital between January 2022-January 2023, with a total of 101 patients. This study uses the Pearson Chi-Square Test as a test tool for analyzing the relationship between variables. The results of this study indicate that Drug Items have a relationship with Risk Rating (p=0,000), but have no correlation with Severity (p=0,541) and Reability (p=0,880).

PENDAHULUAN

Berdasarkan data WHO Global Individual Case Safety Report, selama periode 20 tahun ini ditemukan 3766 kasus yang dilaporkan berhubungan dengan interaksi obat (Cazacu I, et al,2013). Di Amerika Serikat, sekitar 195.000 pasien rawat inap mengalami interaksi obat tiap tahunnya (Percha B, Altman RB,2013). Di Meksiko sebanyak 5,6% hingga 63% masalah terkait pengobatan disebabkan oleh interaksi obat (Percha B, Altman RB, 2013).

Sitokrom P450 merupakan enzim utama yang 75% berperan dalam metabolisme obat di hati (Guengerich, FP,2008,21:70-83). Proses metabolisme obat oleh enzim CYP secara inhibisi menyebabkan metabolisme berkurang, sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh, sedangkan induksi enzim CYP dapat menurunkan konsentrasi dan efek obat pada plasma (Stockley, 2008). Hal ini menjadikan enzim sitokrom P450 banyak terlibat dalam interaksi obat (Ekroos, 2006, 103(37): 13682- 13687).

Kasus interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien, dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan kecenderungan terjadinya praktik farmasi, sehingga kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar (Sari dalam Listyanti, Ening et al, 2019).

Interaksi obat merupakan pengaruh farmakokinetik dan farmakodinamik antar obat, yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan maupun efek yang diharapkan, sehingga dapat mempengaruhi efikasi dan efektivitas atau peningkatan toksisitas (Kulkarni et al.,2013).

Interaksi obat pada pasien geriatrik (pasien usia diatas 60 tahun) disebabkan adanya satu atau lebih penyakit kronis degeneratif atau multipatologi, menurunnya fungsi organ karena penuaan, terdapat tanda atau gejala penyakit yang tidak khas, menurunnya kemampuan individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari serta malnutrisi (Setiati, 2013). Dilaporkan dalam penelitian di Amerika, terjadi kejadian interaksi obat di rumah sakit sebesar 7,3 dan 88% di antaranya terjadi pada kelompok pasien khusus (geriatri) (Juurlink et al., 2003).

Masalah interaksi obat pada pasien rawat inap membutuhkan perhatian yang lebih karena adanya penyakit yang parah, penyakit penyerta, penyakit kronis, farmasi, regimen terapi yang kompleks, dan modifikasi obat pada peresepan yang sering dalam terapi (Ismail M, dkk., 2011).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, penyakit dengan persentase terbanyak yang diderita pasien lanjut usia merupakan penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, artritis, stroke, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), DM (Diabetes Melitus), Kanker, PJK, Batu Ginjal, Gagal Jantung, dan Gagal Ginjal (Kemenkes, 2016). Berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 kasus PTM (Penyakit Tidak Menular) di Jawa Tengah yang menempati persentase terbesar seperti Hipertensi (68,6%), Diabetes Melitus.(13,4%), penyakit stroke (3,8%), Asma Bronkial (2,9%), dan Jantung (1,9%) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2019).

Penelitian tentang polifarmasi dan interaksi obat pada pasien geriatrik yang dilakukan di rawat inap rumah sakit  x merupakan penelitian yang pertama dilakukan. Penelitian ini dilakukan karena banyaknya jumlah pasien geriatri yang dirawat inap dengan polifarmasi ?5 item obat.Terbatasnya farmasi klinis dan banyaknya polifarmasi yang diresepkan dokter pada pasien geriatri yang dirawat inap tidak menutup kemungkinan terjadinya potensi interaksi pada pasien.

Penelitian terdahulu tentang polifarmasi dan interaksi obat pada pasien geriatrik yang dilakukan di Mexicali-Mexico dengan melibatkan 385 pasien dimana rata-rata pasien diresepkan 7,5 obat oleh dokter, menunjukkan adanya interaksi obat sebanyak1.458 interaksi dengan kategori tingkat keparahan major 72 interaksi, 847 interaksi moderate, dan 518 interaksi minor. Sejumlah 269 diantara interaksi tersebut terkait dengan kerusakan ginjal, 104 interaksi terkait dengan kerusakan sistem kardiovaskular, 55 interaksi terkait kerusakan muskuloskeletal, dan sebanyak 37 interaksi terkait kerusakan sistem gastrointestinal (Ramirez et al., 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara interaksi obat-obat yang dipengaruhi sitokrom P450 pada pasien geriatrik di instalasi farmasi rawat inap Rumah Sakit X. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dalam pola peresepan obat mengingat belum ada penelitian tentang interaksi obat yang dipengaruhi oleh sitokrom P450 pada pasien geriatri di Rumah Sakit X yang menjadi alasan penelitian ini dilakukan, sehingga dapat menurunkan tingkat kejadian interaksi major yang dapat menyebabkan kerusakan dan mengancam jiwa pasien, serta meningkatkan efektifitas maupun keamanan dalam pengobatan pasien.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian bersifat deskriptif analitik, dan pengambilan data secara retrospektif. Data penelitian diambil menggunakan rekam medik pada pasien geriatrik yang dirawat inap di Rumah Sakit x . Penarikan sampel yang dilakukan pada penelitian ini terbagi menjadi 2 kriteria, yaitu kriteria inklusi dan eksklusi.

Untuk kriteria inklusi, sampel yang diambil haruslah memenuhi kriteria: (1) pasien yang dirawat inap di Rumah  Sakit X; (2) pasien dengan usia >60 tahun; (3) Pasien dengan terapi obat > 2 macam obat, yang salah satu obatnya menginduksi maupun menginhibisi enzim  sitokrom P450. Sedangkan untuk kriteria eksklusi, pasien dengan data medis tidak lengkap.

Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus slovin, dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 101 sampel (pasien). Pengkajian interaksi obat dengan pasien yang termasuk ke dalam sampel dilakukan dengan menggunakan SPSS (Statistical Product for Service Solutions) melalui uji Chi Square. Hasil yang muncul pada uji Chi Square di SPSS tersebut, kemudian di interpretasikan dengan melihat nilai P¬-valuenya. Apabila nilai P-value ? 0,05 maka terdapat hubungan bermakna, sebaliknya apabila nilai P-Value ? 0,05 maka tidak terdapat hubungan yang bermakna.

HASIL

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data rekam medik pasien geriatri yang dirawat inap. Dari 134 pasien geriatri yang memenuhi kriteria inklusi, 101 diantaranya mendapatkan potensi kejadian interaksi obat, dan 33 pasien tidak mengalami potensi interaksi, dari 101 pasien yang mengalami potensi kejadian interaksi obat terdapat 151 item obat yang diterima. Pemeriksaan interaksi obat dalam penelitian ini menggunakan Lexicomp Drug Interaction.

Kategori Hasil N = 134 Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 69 52,00 %
Perempuan 65 48,99  %
Usia
60 – 74 Tahun 90 67,83%
75 – 90 Tahun 44 33,16%
>90 Tahun 0 0%
Charlson Comorbidity Index
Tidak ada komorbid  (0) 36 27,13 %
Mild (1-2) 55 41,45 %
Moderate (3-4) 43 32,41 %
Severe (?5) 0 0%
Polifarmasi ( Jumlah Item Obat)
2-4 8 6,02 %
?5 126 96,97 %
Table 1. Gambaran Karakteristik Pasien Geriatri Yang Dirawat Inap Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Komorbid Dan Polifarmasi

Berdasarkan tabel 1, jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami potensi interaksi obaat sebanyak 52,00%, pada rentan usia 60-74 tahun sebanyak 67,83%. Menurut Charlson Comorbidity Index pasiein dengan kategori mild (1-2) dengan nilai terbanyak yaitu  41,45 %,dengan jumlah polifarmasi ?5 sebanyak 96,97 %.

Katagori Hasil N=151 Persentase (%)
Hasil Interaksi Lexicomp:
Risk Rating :
C. Monitor Therapy 127 84,96 %
D. Consider Therapy 23 15,38%
X. Avoid Combination 1 0,66%
Severity :
Major 121 80,93 %
Moderate 30 20,06 %
Minor 0 0%
Reability :
Fair 117 78,25 %
Good 31 20,73 %
Excellent 3 2,00 %
Table 2. Analisis Potensi Interaksi Obat berdasarkan Lexicomp

Berdasarkan tabel 2, potensi kejadian interaksi obat pada pasien geriatri berdasarkan tingkat keparahan tertinggi pada kategori C(monitor therapy) sebanyak. 84,96 %, dengan nilai severity (major) sebanyak 80,93 %, dan reability (fair) sebanyak 78,25 %.

Crosstab
Risk Rating P
Monitor Therapy Consider Therap Modification Avoid Combination
Item Obat 2-4 6 1 1 0,000
Item Obat  ?5 121 22 0
Table 3. Hubungan Jumlah Obat Terhadap Risk Rating

Berdasarkan tabel 3, nilai Asymptotic Significance (2-sided) pada baris Pearson Chi-Square adalah 0,000 < 0,05. Hal ini berarti bahwa Item Obat memiliki hubungan dengan Risk Rating.

Crosstab
Severity P
Major Moderate
Item Obat 2-4 1 7 0,541
Item Obat ?5 29 114
Table 4. Hubungan Jumlah Obat Terhadap Severity

Berdasarkan tabel 4, nilai Asymptotic Significance (2-sided) pada baris Pearson Chi-Square adalah 0,541 > 0,05. Hal ini berarti bahwa Item Obat tidak memiliki hubungan dengan Severity.

Crositab
Reability P
Fair Good Excelent
Item Obat 2-4 6 2 0 0,880
Item Obat ?5 111 29 3
Table 5. Hubungan Jumlah Obat Terhadap Reability

Berdasarkan tabel 5, nilai Asymptotic Significance (2-sided) pada baris Pearson Chi-Square adalah 0,880 > 0,05. Hal ini berarti bahwa Item Obat tidak memiliki hubungan dengan Reability.

PEMBAHASAN

Usia

Karakteristik usia pasien geriatri yang dikelompokkan berdasarkan WHO (2020) menunjukkan bahwa yang paling banyak dirawat adalah pada kelompok usia 60 – 74 tahun sebesar 90 pasien (67,83%) (Tabel 6), kelompok usia 75 - 90 tahun sebesar 44 pasien ( 33.16 %), dan tidak ada pasien dengan usia >90 tahun ( Tabel 6). Hasil serupa ditemukan pada peneitian Annisa, et al (2022) bahwa pasien paling banyak menerima potensi kejadian interaksi obat dengan rentang usia 60-74 tahun, dengan jumlah 46 pasien (90,9%). Selanjutnya pada rentang usia 75-90 tahun sebanyak 5 pasien (9,8%), dan tidak ada pasien dengan usia >90 tahun.

Jenis interaksi yang terjadi yaitu farmakodinamik sebanyak 104 kejadian (68.8%) dan farmakokinetik sebanyak 47 kejadian (31.1%). Menurut Lukaz, et al (2020) hal tersebut disebabkan karena perubahan metabolisme pada pasien dengan usia lebih dari 60 tahun. Proses metaboliseme sendiri berkaitan dengan farmakokinetik dan farmakodinamik obat di dalam tubuh. Perubahan farmakokinetik yang terjadi karena adanya penurunan kemampuan absorbsi yang disebabkan oleh perubahan dari saluran gastrointestinal, perubahan distribusi terkait dengan penurunan cardiac output dan ikatan protein-obat, perubahan metabolisme karena penurunan fungsi hati dan atau ginjal. Perubahan metabolisme obat di hati yaitu penurunan metabolisme oksidatif oleh enzim sitokrom P450 (CYP) di hati.

Interaksi obat yang disebabkan oleh enzim CYPP450 terdiri dari 2 jenis yaitu : (1) Penghambatan enzim dapat menyebabkan penurunan metabolisme obat, sehingga akan meningkatkan kadar obat di dalam tubuh. (2) Induksi enzim dapat menyebabkan interaksi obat yang lebih kompleks, disebabkan karena meningkatnya transkripsi dan sintesis protein enzim, sehingga aktivitas katalitik meningkat (Lustig, 2017), serta penurunan laju ekskresi karena terjadinya penurunan fungsi ginjal. (Kimble et al, 2005).

Perubahan farmakodinamik pada pasien geriatri disebabkan karena perubahan neurotransmiter, perubahan hormonal, dan gangguan metabolik glukosa. Mekanisme glukosa pada pasien geriatri salah satunya adalah gangguan takikardia sehingga dapat meningkan resiko efek samping obat (Annisa,2021).

Jenis Kelamin

Karakteristik pasien geriatri berdasarkan jenis kelamin menunjukkan, jumlah pasien laki-laki sebanyak 69 pasien (52,00%) dan perempuan sebanyak 65 pasien (48,99%) (Tabel 6). Hasil serupa ditemukan pada penlitian Annisa, et al (2022) bahwa pasien paling banyak menerima potensi kejadian interaksi obat dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding perempuan yaitu 33 pasien (64,7%) dan pasien perempuan berjumlah 18 pasien (35,3%).

Faktor gaya hidup laki-laki seperti merokok dan minum alkohol dapat mempengaruhi kesehatan, selain itu juga pada pasien laki laki morbiditas akibat PJK meningkat menjadi dua kali lebih besar dari wanita dan terjadi hampir 10 tahun lebih awal dari wanita, hal tersebut terkait dengan hormon estrogen endogen yang bersifat protektif pada wanita, tetapi setelah wanita monoupose penyakit jantung koroner lebih cepat meningkat dan sebanding dengan laki-laki (Kawengian et al., 2019).

Jumlah Penyakit Penyerta (Komorbid)

Berdasarkan karakteristik pasien geriatri yang dirawat inap menurut Charlson Comorbidity Index, pasien dengan jumlah penyakit (komorbid) 1-2 sebanyak 55 pasien (41,45%) ( Tabel 6), kategori moderate (3-4) sebanyak 43 pasien (32,41%), kategori tanpa komorbid (0) sebanyak 36 pasien (27,13%) dan tidak ada pasien untuk kategori severe (?5). Jumlah penyakit komorbid terbanyak yaitu jantung , hypertensi sebanyak 8 kejadian. Multimorbiditas pada lansia dapat mengganggu penanganan dan pemberian obat. Ini terutama menyangkut kondisi kronis seperti demensia, penyakit parkinson, stroke, penyakit esofagus (misalnya penyakit refluks gastro-esofagus), adanya gangguan penglihatan atau kognitif dan kesulitan menelan Lukaz, et al (2020).

Hubungan Antara Polifarmasi dengan Tingkat Keparahan

Berdasarkan hasil penelitian potensi interaksi obat pada pasien geriatri dirawat inap, pasien dengan polifarmasi 5 item obat sebanyak 126 pasien (96,97 %) sedangkan dengan jumlah item obat 2-4 sebanyak 8 pasien (6,02 %) (Tabel 6) Hasil serupa ditemukan pada penelitian Annisa, et al (2022) pasien yang paling banyak menerima potensi interaksi dengan polifarmasi ?5 sebanyak 38 pasien. Menurut Salwe dkk (2016) semakin banyak polifarmasi yang digunaan pasien geriatri maka semakin meningkat resiko potensi interaksi yang diterima.

Mulai tahun 1980an, metode in vitro dapat digunakan untuk membedakan obat mana yang merupakan substrat, inhibitor, dan penginduksi P450 individu (Gungerich, 1989). Prediksi tersebut dapat dikonfirmasi pada manusia secara in vivo dalam banyak kasus. Relevansi dengan tinjauan ini, daftar inhibitor dari lima P450 utama manusia yang terlibat dalam metabolisme obat disiapkan oleh mendiang Prof. David Flockhart, dan sebuah situs web dikelola di Indiana University. Informasi ini dapat sangat berguna bagi apoteker dan dokter yang meresepkan obat dan mengisi resep (serta mereka yang terlibat dalam pengembangan obat).

Pengaruh enzim pemetabolisme ikut serta terhadap potensi interaksi yang dialami pasen geriatri di rawat inap. Sitokrom P 450 merupakan enzim pemetabolisme obat yang memiliki cara kerja dengan mempercepat (inductor) atau memperlambat (inhibitor) proses metabolisme obat (Annisa, et al 2022). Terdapat 151 item obat yang berinteraksi yang termasuk dalam kelompok inhibitor seperti cyp 1A2 (levofloxacin), cyp 2C9 (candesartan), cyp 2D6 (cetirizine), cyp 3A4 (aminophyliin inj), dan cyp 3A5 (dexamethasone inj) daripada kelompok inductor seperti cyp 2C19 (phenytoin inj) dan cyp 3A4 (calcium carbonat).

Pada tabel 7 didapat hasil potensi interaksi obat berdasarkan risk rating dengan nilai C (monitor therapy) sebanyak 127 pasien (84.96%), potensi interaksi obat berdasarkan risk rating dengan nilai D (consider therapy) sebanyak 23 pasien (15,38%), potensi interaksi obat berdasarkan risk rating dengan nilai X (avoid combnation) sebanyak 1 pasien (0,66%). Potensi interaksi obat berdasarkan nilai severity didapat hasil major sebanyak 121 pasien (80,93%), moderate sebanyak 30 pasien (20,06%), dan tidak terdapat potensi interaksi pada kategori minor.

KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Berdasarkan hasil penlitian yang didapat karakteristik pasien geriatrik yang paling banyak di rawat inap yaitu pada kelompok usia 60 - 74 tahun, yaitu sebanyak 90 pasien (67,83% ), pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 69 pasien (52,00%), pasien yang mempunyai jumlah komorbid sebanyak 1-2 penyakit yaitu ada 55 pasien (41,45%), dan pasien yang memiliki interaksi obat dengan jumlah item obat lebih dari lima jenis obat saat dirawat inap sebanyak 126 pasien ( 96,97 %).
  2. Pravelensi interaksi obat sebanyak 151 kejadian, dengan total kejadian interaksi obat-obat dengan tingkat monitor therapy sebesar 127 kejadian (84,96%), tingkat keparahan major sebanyak 121 kejadian (80,93%), dan dengan nilai reability fair sebanyak 117 kejadian (78,25%).
  3. Hasil Pengkajian interaksi obat dengan SPSS melalui Uji Chi-Square, menunjukkan bahwa hipotesis diterima, polifarmasi memiliki hubungan dengan risk rating dengan nilai p value 0.000< 0,05, namun hipotesis ditolak karena polifarmasi tidak memiliki hubungan dengan sevrity dengan nilai p value 0,541 > 0,05 dan polifarmasi tidak memiliki hubungan dengan reability dengan nilai p value 0,880 > 0,05.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Bucsa C., Farca A., Cazacu I., et al., 2013. How Many Potential Drug – Drug Interactions Cause Adverse Drug Reactions in Hospitalized Patients?. European Journal of Internal Medicine. 24:27–33.

2.      Bushra, R., Aslam, N., dan Khan, A.Y., 2011. Food-Drug Interactions. Oman Medical Journal, Vol. 26 No. 2, p. 77.

3.      Campbell N., Reece J., Mitchell L., 2002. Biologi. Vol.1, 5th ed. Jakarta: Erlangga. p. 98-9.

4.      Dasopang, E. S., Harahap, U., dan Lindarto, D., 2015. Farmasi dan interaksi obat pasien usia lanjut rawat jalan dengan penyakit metabolik. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 4(4), 235-241.

5.      dr. Rachmad Poedyo Armanto, SpOG., 2020. Metabolisme Xenobiotik Dasar Pemahaman Interaksi Obat.

6.      Guengerich, FP., 2008. Cytochrome P450 and Chemical Toxicology. Chem. Res. Toxicol. 21: 70-83.

7.      Juurlink, D.N., Mamdani, M., Kopp, A., Laupacis, A., dan Redelmeier, D.A. 2003. Drug-drug interaction among elderly patients hospitalized for drug toxicity. JAMA, 289(13):1652-1658.

8.      Julie Doan,Hubert Zakrzewski-jakubiak. 2013. Sejarah Farmakoterapi. Vol 47,329.

9.      Listyanti, E., Hati, A. K., dan Sunnah, I., 2019. Analisis hubungan polifarmasi dan interaksi obat pada pasien rawat jalan yang mendapat obat hipertensi di rsp. Dr. Ario wirawan periode januari-maret 2019. Indonesian Journal of Pharmacy and Natural Product, 2(2).

10.    Lieberman M., dan Marks AD., 2018. Basic medical biochemistry. A clinical approach. 5th ed. Philadelphia: Lippincortt William & Wilkins.

11.    Maindoka, Fangky Sandy., Mpila, Deby., dan Citraningtyas, Gayatri., 2017. PHARMACON, Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No.3 ISSN 2302 – 2493

12.    Percha B., Altman RB., 2013. Informatics Confronts Drug–Drug Interactions. Trends in Pharmacological Sciences. 34(3):178-184 .

13.    Potential drug-drug interactions in cardiovascular patients prescriptions dispensed in community pharmacies in Almarj of Libya Hania abdelwahid belgasim laswad.

14.    Retno., Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 4 Tahun 2008.

15.    Setiati, S., 2013. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut.

16.    Stockelys drug interaction. Ed 8 hal 1

17.    Syamsudin. 2011. Farmasi Klinik.

18.    Tanaka, T., Okuda, T., dan Yamamoto, Y., 2004. Characterization of the CYP3A4 Active Site by Homology Modeling. Chem. Pharm. Bull, 52(7):830-835.

19.    Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di Indonesia. eJournal Kedokteran Indonesia, Vol. 1(3), 235-240.

20.    William Alvarez Jr., BS, PharmD, RPh., 2008-2009. Drug Information Handbook, edisi ke17.

Published

2023-11-25

How to Cite

Sari, N. E., Yusuf, E., Sabila, A., Nugroho, D., Farmasita, R., & Nopratilova, N. (2023). Potensi Interaksi Obat-Obat yang Dimediasi Sitokrom P450 pada Pasien Geriatri di Rawat Inap Rumah Sakit X. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1236. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1236

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check

Most read articles by the same author(s)