Prelacteal Feeding Practices in Indonesia's Urban and Rural Areas: a 2017 Indonesia Basic Health Survey data study
DOI:
https://doi.org/10.36990/hijp.v14i2.495Keywords:
Pre-lacteal feeding practice, Rural urban, IDHS-2017Abstract
Based on WHO data, globally, the achievement of exclusive breastfeeding is still relatively low (<50%). Pre-lacteal feeding is a challenge for the success of exclusive breastfeeding. This study aims to analyze the relationship between residence in rural and urban areas with the practice of pre-lacteal feeding and the type of pre-lacteal food given. The study use secondary data from Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS)-2017 with a cencus block sample frame from the results of the 2010 population cencus. The variables studied were the subject's residence (rural-urban), pre-lacteal feeding, and the type of pre-lacteal food given. The subjects of this study were 8841 subjects. Data analysis carried out included univariate and bivariate analysis. There was no relationship between residence in rural/urban areas and the practice of pre-lacteal feeding (p>0.05). There was a relationship between residency in rural/urban areas and the type of pre-lacteal food given, namely milk other than breast milk, plain water, sugar water, formula milk, honey, coffee, and other fluids (p<0.001; p=0.003; p<0.001 ; p<0.001; p<0.001; p=0.011; p<0.001). Water, sugar water, honey, and coffee are pre-lacteal foods frequently given in rural areas. Milk other than breast milk and formula milk is pre-lacteal food frequently given in urban areas. Residency in rural/urban areas is not related to pre-lacteal feeding practices but is related to the type of pre-lacteal food given. Suggestion: it is necessary to conduct a national study to analyze the factors related to the types of pre-lacteal food given in rural and urban areas.
PENDAHULUAN
Pemberian ASI eksklusif merupakan determinan utama status gizi bayi dan balita. Pemberian ASI eksklusif merupakan intervensi yang efektif dalam meningkatkan kesehatan anak (Ashwini et al., 2014; Wold Health Organization & UNICEF, 2009). Pemberian ASI eksklusif memiliki berbagai manfaat kesehatan seperti mencegah terjadinya infeksi akut, menurunkan risiko terjadinya obesitas, penyakit kronis, masalah kolesterol, tekanan darah, dan menurunkan prevalensi DM tipe 2 pada saat dewasa (Green et al., 2021). Meskipun terdapat berbagai keuntungan dari penerapan kebijakan ASI eksklusif, pada praktiknya pemberian ASI eksklusif masih memiliki banyak tantangan. Secara global, pada tahun 2020, hanya 40% bayi usia < 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif (Wold Health Organization & UNICEF, 2009). Adapun di Indonesia, berdasarkan profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020, persen cakupan ASI eksklusif secara nasional di Indonesia sebesar 66%. Persentase tersebut juga bervariasi antar wilayah propinsi.
Berbagai studi melaporkan bahwa kurang optimalnya capaian ASI eksklusif dikarenakan pengenalan makanan padat yang lebih dini dibandingkan usia yang direkomendasikan oleh WHO (Inoue & Binns, 2014). Salah satunya dikarenakan pengenalan makan selain ASI pada bayi baru lahir termasuk pengenalan makanan pada bayi sebelum bayi diberikan ASI yang dikenal dengan istilah pemberian makan prelakteal. Praktik pemberian makan prelakteal merupakan salah satu penghalang utama pelaksanaan ASI eksklusif (Hitachi et al., 2019).
Studi dengan data Demographic and Health Survey/DHS (2000-2013) di 57 negara di dunia melaporkan bahwa capaian praktik Inisiasi Menyusui Dini tertinggi dan bayi tidak diberikan makanan prelakteal paling tinggi yaitu di wilayah Amerika Latin (60,3% IMD dan 65,2% bayi tidak diberikan makanan prelakteal) (Oakley et al., 2018). Studi di Amerika Latin dan Karibia melaporkan bahwa prevalensi praktik pemberian makanan prelakteal bervariasi antara 17,6% (di Guiana)-55% (Republik Dominica) (Boccolini et al., 2015).
Studi di berbagai negara menunjukkan rentang prevalensi yang cukup lebar terkait praktik pemberian makanan prelakteal ini. Penelitian di Turki melaporkan praktik pemberian makanan prelakteal berkisar antara 29,3-41,4% (Yalç?n et al., 2020). Penelitian lain di Ethiopia melaporkan bahwa sebesar 28,92% bayi yang diteliti telah diberikan makanan prelakteal (Belachew et al., 2016). Studi di Punjab, India melaporkan tingginya proporsi pemberian makanan prelakteal (70%) dengan jenis makanan prelakteal yang paling sering diberikan yaitu madu (Dhir & Batta, 2015). Terdapat pula laporan bahwa prevalensi pemberian makanan prelakteal di rural Bangalore India hanya sebesar 30,8% (Reddy & Sreeramareddy, 2017).
Data Demographic and Health Survey/DHS (2000-2013) juga menunjukkan bahwa capaian praktik Inisiasi Menyusui Dini terendah dan praktik pemberian makanan prelakteal tertinggi yaitu wilayah Asia Tenggara (30,8% IMD dan 41,0% bayi tidak diberikan makanan prelakteal) (Oakley et al., 2018). Hal ini menunjukkan praktik pemberian makanan prelakteal di Asia Tenggara tergolong tinggi di tingkat global. Studi di Vietnam juga melaporkan bahwa 3 hari setelah persalinan, 73,3% bayi di Vietnam telah diberikan makanan prelakteal (Dhir & Batta, 2015). Temuan ini sejalan dengan hasil studi di Indonesia bahwa tingginya praktik pemberian makan prelakteal merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan ASI eksklusif di Indonesia (Inoue & Binns, 2014).
Studi di berbagai negara juga menemukan perbedaan jenis makanan prelakteal yang diberikan pada bayi di awal kehidupannya. Jenis makanan prelakteal yang diberikan pada bayi di Vietnam meliputi susu formula (53,5%), dan air putih (44,1%) (Nguyen et al., 2013). Jenis makanan prelakteal yang paling sering diberikan pada bayi di Turki yaitu susu formula (61,1%), diikuti oleh air gula (24,9%) dan air putih (9,3%) (Yalç?n et al., 2020), serta mentega (n=1143), air putih (n=395) dan susu selain ASI (n=323) (Belachew et al., 2016). Jenis makanan yang diberikan kepada bayi baru lahir di India meliputi susu hewan, madu, air beras, dan susu formula (12,8%; 8,5%; 3,3%; 3,5%; dan 1,5%) (Reddy & Sreeramareddy, 2017). Adapun di Indonesia, diketahui bahwa sekitar 45% bayi di Indonesia diberikan makanan/minuman prelakteal dengan jenis makanan/minuman prelakteal yang terbanyak diberikan yaitu susu formula (25%), susu selain ASI (14%), air putih (5%), dan madu (3%) (Rahmartani et al., 2020).
Perbedaan pemberian makanan prelakteal dapat dijumpai antar etnis, kelompok agama, dan antar wilayah (Belachew et al., 2016). Namun, keterkaitan antara faktor wilayah rural/urban dengan praktik pemberian makanan prelakteal tergolong masih kurang konsisten. Terdapat laporan studi di India bahwa tidak ada hubungan antara tempat tinggal di wilayah rural/urban dengan praktik pemberian makanan prelakteal. Namun, terdapat hubungan antara tempat tinggal di wilayah rural/urban dengan pemberian kolostrum, IMD, dan pemberian “Ghutti” sebelum usia 6 bulan (Ashwini et al., 2014). Penelitian lain di India melaporkan bahwa praktik pemberian makanan prelakteal di wilayah urban dan rural India berbeda secara signifikan. Praktik pemberian makanan prelakteal lebih banyak dijumpai di daerah rural dibanding daerah urban (Gautam et al., 2018; Vyas & Butakhieo, 2020). Jenis makanan prelakteal yang diberikan di daerah rural dan urban juga berbeda berdasarkan hasil penelitian Gautam et al. (2018) tersebut. Jenis makanan prelakteal yang banyak diberikan di daerah rural adalah “Kadha” (34,2%) diikuti susu hewan (23,9%), air gula (16,7%), madu (13,2%), dan teh (12%). Jenis makanan prelakteal yang diberikan di daerah urban meliputi susu hewan (71,8%), air gula (16,3%), dan teh (11,9%) (Gautam et al., 2018). Studi di Nigeria menggunakan data National Demographic and Health Survey (NDHS) menunjukkan bahwa prevalensi pemberian makanan prelakteal di wilayah urban lebih tinggi dibandingkan wilayah rural. Selain itu, terdapat perbedaan jenis makanan prelakteal di wilayah rural dan urban Nigeria. Jenis makanan prelakteal yang paling sering diberikan di wilayah urban yaitu air gula sedangkan di wilayah rural yaitu air putih (Berde et al., 2017).
Secara nasional, cakupan ASI eksklusif di Indonesia baru mencapai 44,1%. Meskipun tidak berbeda signifikan, cakupan ASI eksklusif di Indonesia diketahui lebih tinggi pada daerah urban (47,8%) dibandingkan daerah rural (40,5%) (World Health Organization, 2017). Berdasarkan data SDKI tahun 2017 diketahui sebesar 45% anak Indonesia usia 0-2 tahun yang diberikan makanan prelakteal. Jenis makanan prelakteal yang paling banyak diberikan yaitu susu formula (25%), susu selain ASI (14%), air putih (5%), dan madu (3%) (Rahmartani et al., 2020). Namun demikian, belum terdapat laporan studi secara nasional di Indonesia yang menghubungkan wilayah tempat tinggal di wilayah rural/urban dengan praktik pemberian makanan prelakteal. Oleh karena itu, studi ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan praktik pemberian makanan prelakteal secara spesifik di wilayah urban dan rural di Indonesia. Studi ini juga menganalisis hubungan tempat tinggal di wilayah rural/urban dengan praktik pemberian makanan prelakteal dan jenis makanan prelakteal yang diberikan.
METODE
Penelitian dengan desain cross Sectional ini menggunakan data sekunder hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017. Sampel SDKI Tahun 2017 meliputi 1970 blok sensus yang berada di wilayah rural dan urban. Kerangka sampel yang digunakan yaitu master sampel blok dari Sensus Penduduk Tahun 2010. Variabel bebas yang diteliti yaitu tempat tinggal subjek (rural-urban). Variabel terikat yang diteliti yaitu pemberian makanan prelakteal dan jenis makanan prelakteal yang diberikan. Variabel lainnya yang digambarkan secara deskriptif yaitu karakteristik anak (umur anak), karakteristik ibu (umur ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak, jumlah anak balita, metode persalinan terakhir, dan masih menyusui/tidak), karakteristik ayah (usia, pekerjaan ayah), dan karakteristik keluarga (kuintil kekayaan dan jumlah anggota keluarga).
Pemilihan subjek
Populasi sumber dari penelitian ini adalah seluruh anak usia <3 tahun yang dilahirkan oleh wanita usia 15 – 49 tahun di Indonesia dan bertempat tinggal di wilayah rural/urban saat survei berlangsung. Sampel diambil dengan teknik total sampling melalui pembatasan kriteria. Kriteria inklusi yang digunakan untuk membatasi subjek adalah usia anak <3 tahun (diperoleh 10327 subjek), pernah/masih menyusui (diperoleh 9911), dan data lengkap (diperoleh 9252). Setelah dilakukan cleaning dan menghilangkan data missing di tiap variabel yang diteliti, diperoleh sebanyak 8841 subjek. Selanjutnya, subjek dikelompokkan berdasarkan tempat tinggal urban dan rural dengan jumlah subjek urban sebanyak 4372 subjek urban dan subjek rural sebanyak 4469 subjek.
Pengolahan dan analisis data
Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan program komputer SPSS versi 25. Analisis data yang digunakan meliputi analisisis univariat yaitu uji distribusi frekuensi (untuk menggambarkan karakteristik anak, ayah, ibu, dan keluarga) dan analisis bivariat untuk data ordinal menggunakan metode uji Kendall’s tau-b untuk menganalisis hubungan antara tempat tinggal (rural-urban) dengan pemberian makanan prelakteal dan jenis makanan prelakteal yang diberikan (Susu selain ASI, air putih, air gula, gripe water, larutan gula garam, jus buah, formula bayi, teh, madu, dan kopi).
HASIL
Tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik usia anak yang tinggal di wilayah rural dan urban dalam penelitian ini tidak berbeda secara deskriptif yaitu berusia antara 0-3 tahun. Terdapat perbedaan karakteristik ibu yang tinggal di wilayah rural dan urban yaitu ibu yang berusia <20 tahun lebih dari separuhnya (60,60%) tinggal di wilayah rural. Pekerjaan pada sektor pertanian (91,9%) didominasi oleh ibu yang tinggal di wilayah rural sedangkan pekerjaan sebagai clerical (72%) mendominasi di wilayah urban. Sebesar 65% persalinan melalui operasi caesar terjadi di wilayah urban, sedangkan di wilayah rural lebih banyak ibu yang melahirkan melalui persalinan normal. Durasi menyusui lebih panjang pada ibu di wilayah rural dibandingkan urban.
Pekerjaan ayah yang mendominasi di wilayah urban yaitu manajer dan administrasi (72,2%) sedangkan pekerjaan ayah yang mendominasi di wilayah rural yaitu sektor pertanian (83,9%). Tidak ada perbedaan jumlah anak yang dilahirkan antara ibu yang bertempat tinggal di wilayah urban maupun rural. Berdasarkan kuintil kekayaan spesifik untuk daerah urban dan rural, tidak terdapat perbedaan karakteristik antara wilayah urban dan rural.
Tabel 2 menunjukan prevalensi pemberian makanan prelakteal di wilayah urban sebesar 48,9% sedangkan di wilayah rural sebesar 51,1%. Tempat tinggal di wilayah rural/urban tidak berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal. Namun, terdapat hubungan signifikan antara tempat tinggal (rural-urban) dengan pemberian susu selain ASI, pemberian air putih, pemberian air gula, pemberian susu formula, madu, kopi, dan pemberian cairan lainnya (p<0,001; p=0,003; p<0,001; p<0,001; p<0,001; p=0,011; p<0,001). Tidak terdapat hubungan signifikan antara tempat tinggal (rural-urban) dengan pemberian gripe water, larutan gula garam, jus buah, dan the (p>0,05). Jenis makanan prelakteal yang sering diberikan di wilayah urban yaitu susu selain ASI (54,5%). Adapun jenis makanan prelakteal yang sering diberikan di wilayah rural lebih beragam yaitu kopi, air gula, madu, dan air putih (86,4%; 57,6%; 62,7%; dan 57,6%).
PEMBAHASAN
ASI merupakan makanan ideal untuk bayi. Akan tetapi, seringkali pada ibu yang baru saja melahirkan, ASI tidak dapat langsung diberikan. Kolostrum sering dianggap kurang baik untuk diberikan kepada bayi (Saxena et al., 2020). Selain itu pada sebagian kasus, produksi ASI juga sering dianggap kurang, ASI belum keluar tetapi bayi sudah kehausan, atau faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya pemberian makanan prelakteal.
Pemberian makan prelakteal adalah praktik pemberian makan yang berbahaya bagi bayi (Legesse et al., 2014). Pemberian makan prelakteal merupakan salah satu penghalang utama pelaksanaan ASI eksklusif (Hitachi et al., 2019). Makanan prelakteal adalah makanan atau minuman selain ASI yang diberikan kepada bayi sebelum inisiasi menyusui, biasanya dilakukan pada hari-hari awal kelahiran bayi. Pemberian makanan prelakteal dapat mempengaruhi suckling (termasuk mengurangi frekuensi menyusu) dan menyebabkan proses pengenalan menyusui sulit untuk dilakukan. Pemberian makanan prelakteal juga dapat meningkatkan risiko bayi terkena penyakit infeksi dan meningkatkan risiko kematian bayi (Amele et al., 2019; Legesse et al., 2014).
Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi pemberian makan prelakteal di wilayah urban dan rural sebesar 48,9% dan 51,1%. Tempat tinggal (urban-rural) tidak berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal. Temuan ini sejalan dengan laporan hasil studi di India bahwa tidak ada hubungan antara tempat tinggal di wilayah rural/urban dengan praktik pemberian makanan prelakteal. Praktik pemberian makanan prelakteal berhubungan dengan agama, umur ibu, pendidikan, dan status sosioekonomi keluarga. Umur ibu dan pendapatan keluarga juga berhubungan dengan praktik pemberian makanan prelakteal (Ashwini et al., 2014).
Jenis pekerjaan ayah dan ibu di wilayah urban dan rural dalam penelitian ini relatif berbeda, tetapi berdasarkan kuintil kekayaan spesifik untuk daerah urban dan rural tidak terdapat perbedaan karakteristik antara keduanya. Temuan ini sejalan dengan penelitian di Afrika Timur yang melaporkan bahwa praktik pemberian makan prelakteal yang tinggi berkaitan dengan salah satu determinan yaitu kuintil kekayaan (Birhan et al., 2021). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan kuintil kekayaan spesifik untuk daerah urban dan rural, tidak terdapat perbedaan karakteristik antara wilayah urban dan rural. Oleh karena tidak terdapat perbedaan kuintil kekayaan spesifik menurut wilayah urban dan rural di Indonesia berdasarkan penelitian ini, maka tidak terdapat pula hubungan tempat tinggal dengan pemberian makan prelakteal.
Berdasarkan hasil pengkajian data, diketahui bahwa di wilayah urban maupun rural dalam penelitian ini sama-sama memiliki faktor risiko yang dapat meningkatkan praktik pemberian makan prelakteal yaitu tingginya persalinan melalui operasi caesar di wilayah urban dan tingginya prevalensi ibu berusia <20 tahun di wilayah rural. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Vietnam, Turki, Republik Dominika, dan Afrika, dilaporkan adanya hubungan antara operasi Caesar dengan pemberian makanan/minuman prelakteal (Akello et al., 2021; McLennan, 2016; Nguyen et al., 2013; Teshale et al., 2021; Yalç?n et al., 2020). Jika dikaitkan dengan laporan-laporan studi tersebut, maka persalinan melalui operasi caesar yang banyak dijumpai di daerah urban (65%) berisiko meningkatkan praktik pemberian makanan/minuman prelakteal di daerah urban. Akan tetapi, ternyata prevalensi praktik pemberian makanan/minuman prelakteal di wilayah urban dalam penelitian ini tidak secara signifikan lebih tinggi. Hal ini dapat dikarenakan di wilayah rural dalam penelitian ini juga memiliki faktor yang dapat mempengaruhi meningkatnya praktik pemberian makanan prelakteal yaitu lebih tingginya prevalensi ibu yang berusia < 20 tahun di wilayah rural dibandingkan urban. Sejalan dengan laporan studi sebelumnya, tipe persalinan merupakan faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal di wilayah urban, sedangkan usia ibu saat persalinan merupakan faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian makanan prelakteal di wilayah rural (Berde et al., 2017). Oleh karena adanya faktor prediktor yang berbeda di kedua wilayah rural/urban maka tidak ada hubungan antara wilayah tempat tinggal rural/urban dengan praktik pemberian makanan prelakteal.
Hasil studi ini menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tempat tinggal (rural-urban) dengan jenis makanan/minuman prelakteal yang diberikan yaitu pemberian susu selain ASI, pemberian air putih, pemberian air gula, pemberian susu formula, madu, kopi, dan pemberian cairan lainnya (p<0,001; p=0,003; p<0,001; p<0,001; p<0,001; p=0,011; p<0,001). Air putih, air gula, madu, dan kopi sering diberikan sebagai makanan prelakteal di daerah rural, sedangkan susu selain ASI dan susu formula sering diberikan di daerah urban. Jenis makanan prelakteal yang paling sering diberikan di wilayah urban yaitu susu selain ASI (54,5%), sedangkan jenis makanan prelakteal yang sering diberikan di wilayah rural lebih beragam yaitu kopi, air gula, madu, dan air putih (86,4%; 57,6%; 62,7%; dan 57,6%).
Responden yang tinggal di wilayah urban lebih sering memberikan susu selain ASI sebagai makanan prelakteal dibandingkan responden yang tinggal di wilayah rural. Praktik konsumsi susu selain ASI termasuk susu formula dapat dikaitkan dengan gencarnya promosi pengganti ASI (PASI) (Pries et al., 2016). Faktor utama yang mempengaruhi pemberian susu selain ASI adalah adanya motivasi bahwa pemberian PASI akan berdampak positif bagi pertumbuhan, kecerdasan, dan imunitas anak. Sumber promosi yang banyak dilihat dan dapat mempengaruhi yaitu promosi PASI di luar sistem kesehatan (melalui televisi, media sosial, maupun surat kabar) (Green et al., 2021). Adapun promosi PASI melalui fasilitas kesehatan dilaporkan oleh 37,2% ibu balita dalam studi lainnya. Hal ini berdampak pada pemberian makanan prelakteal di 3 hari pertama pasca persalinan sebesar 44,7% (Feeley et al., 2016). Studi lain di Indonesia melaporkan bahwa terdapat 5 faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya ASI eksklusif di Indonesia yaitu kualitas dan kuantitas edukasi menyusui, pemasaran susu formula dan pengaruh perusahaan susu formula, infrastruktur RS, kebijakan dan legislasi, serta persepsi tentang kebutuhan suplementasi susu formula (Flaherman et al., 2018). Faktor-faktor tersebut turut mendukung pemberian susu selain ASI di wilayah urban Indonesia. Kondisi ini perlu diwaspadai karena pemberian makanan prelakteal berupa susu selain ASI memiliki risiko 3,9 kali untuk lebih memilih konsumsi susu selain ASI dibandingkan bayi yang tidak dikenalkan dengan susu selain ASI sebagai makanan prelakteal (Pries et al., 2016).
Studi terdahulu melaporkan bahwa pemberian makanan prelakteal di daerah rural lebih tinggi pada ibu yang tidak bisa baca tulis dan keluarga dengan status sosial ekonomi kurang. Pada keluarga tersebut, jenis makanan yang diberikan antara lain madu, air gula, air yang diberi doa, maupun air kelapa (Jayarama & Ramaiah, 2017). Studi lain di Afrika juga melaporkan temuan yang sama yaitu ketidakterpaparan terhadap media berhubungan dengan tingginya peluang pemberian makan prelaktal (Teshale et al., 2021). Sebaliknya, keterpaparan terhadap media memperbanyak keterpaparan terhadap marketing pengganti ASI (selain alasan utama penggunaan PASI karena kurangnya produksi ASI) (Green et al., 2021).
Pemberian air gula dan madu pada penelitian ini termasuk lebih tinggi dibandingkan studi sebelumnya yang dilakukan di daerah rural India (Gautam et al., 2018). Beberapa studi di India melaporkan bahwa jenis makanan prelakteal yang diberikan di daerah rural mengarah pada jenis makanan khas daerah tersebut. Sedangkan di daerah urban adalah susu hewan (Ashwini et al., 2014; Gautam et al., 2018; Reddy & Sreeramareddy, 2017). Namun demikian, salah satu studi di India juga melaporkan bahwa madu dan air gula termasuk makanan prelakteal yang sering dikonsumsi di India selain makanan khas/lokal di daerah tersebut (Jayarama & Ramaiah, 2017).
Jenis makanan prelakteal yang diberikan di wilayah urban dan rural pada penelitian ini juga berbeda dengan temuan di Nigeria. Studi di Nigeria menggunakan data National Demographic and Health Survey (NDHS) menunjukkan bahwa jenis makanan prelakteal yang paling sering diberikan di wilayah urban yaitu air gula sedangkan di wilayah rural yaitu air putih (Berde et al., 2017). Studi lain di Nigeria juga memperkuat bukti bahwa budaya lokal di Nigeria berbeda dengan di Indonesia mengenai jenis makanan prelakteal yang diberikan kepada bayi di periode perinatal. Di Nigeria, dan negara-negara di Afrika pada umumnya jenis makanan prelakteal yang sering diberikan berupa jus jeruk, decoction, dan madu (ketika bayi sakit) (Hitachi et al., 2019). Studi di Ethiopia juga melaporkan bahwa makanan prelakteal yang biasa diberikan kepada bayi yaitu air putih, berbeda dengan temuan penelitian ini (Bayih et al., 2020).
Pemberian makanan prelakteal ini erat kaitannya dengan faktor budaya, terutama faktor keyakinan terhadap budaya (Adem et al., 2021; El-Gilany & Abdel-Hady, 2014). Studi di Indonesia menunjukkan bahwa makanan prelakteal telah dipercaya secara turun temurun, contohnya pemberian madu hutan karena manis, air kopi supaya tidak step dan santan kental untuk membersihkan perut. Pemberian makanan prelakteal paling banyak dipengaruhi oleh orang tua. Praktik pemberian makanan prelakteal ini juga berkaitan dengan peran bidan, tetangga, posyandu, dan pencarian informasi oleh informan itu sendiri. Meskipun demikian, faktor sosial budaya memiliki peran yang terbesar. Kepatuhan terhadap adat kebiasaan menjadi faktor yang melatarbelakangi praktik pemberian makanan prelakteal. Makanan prelakteal yang diberikan berdasarkan hasil studi tersebut meliputi madu hutan, air kopi, santan kental, air gula merah, dan susu formula (Hervilia & Munifa, 2016).
Adanya keyakinan budaya bahwa pada periode perinatal terutama pada 3 hari pertama setelah persalinan, kolostrum dianggap tidak baik untuk diberikan kepada bayi yang menyebabkan dipraktikkannya pemberian makanan prelakteal (Saxena et al., 2020). Studi di India menjelaskan tentang alasan konsumsi makanan prelakteal bersifat relatif dan berdasarkan kepercayaan terhadap budaya antara lain makanan prelakteal diyakini dapat mendukung perkembangan kemampuan bicara, memperlancar saluran pencernaan, membersihkan saluran pencernaan, dan mencegah evil eye (Bayih et al., 2020; Jayarama & Ramaiah, 2017; Legesse et al., 2014). Praktik ini akan menurun seiring dengan meningkatnya pengetahuan ibu tentang menyusui, peran ayah, kakek dan nenek, maupun anggota keluarga lainnya, kepercayaan dan norma sosial tentang ASI eksklusif, dan keyakinan pribadi akan praktik menyusui (Martin et al., 2020, 2021; Nguyen et al., 2013). Studi di Pulau Nias, Indonesia juga melaporkan bahwa praktik pemberian makan prelakteal dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional dari ayah dan ibu di wilayah penelitian (Inayati et al., 2012).
Prevalensi pemberian makan prelakteal pada studi ini lebih rendah dibandingkan hasil studi yang dilakukan di Nigeria pada Tahun 2019 yaitu 85,3% di wilayah urban dan 62,0% di wilayah rural (Hitachi et al., 2019). Prevalensi ini juga lebih rendah dibandingkan praktik pemberian makan prelakteal di Mesir (58%) dan Vietnam (73,3%) (Dhir & Batta, 2015; El-Gilany & Abdel-Hady, 2014). Akan tetapi, prevalensi ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi yang dilaporkan di Turki (29,3-41,4%) dan Amerika Latin serta Karibia. Prevalensi pemberian makanan prelakteal terendah di wilayah Amerika Latin dan Karibia yaitu di Guiana (17,6%) (Boccolini et al., 2015; Yalç?n et al., 2020). Namun, karena keterbatasan data yang tersedia, belum dapat dijelaskan secara mendalam faktor apa saja yang berkaitan dengan lebih rendahnya prevalensi pemberian makan prelakteal dalam penelitian ini dibandingkan studi di negara-negara lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Prevalensi pemberian makan prelakteal di wilayah urban dan rural sebesar 48,9% dan 51,1%. Tempat tinggal (urban-rural) tidak berhubungan dengan pemberian makanan prelakteal. Terdapat hubungan antara tempat tinggal di wilayah rural/urban dengan jenis makanan prelakteal yang diberikan. Air putih, air gula, madu, dan kopi seringkali diberikan sebagai makanan prelakteal di daerah rural. Adapun susu selain ASI dan susu formula merupakan jenis makanan prelakteal yang sering diberikan di daerah urban. Pemberian makanan prelakteal merupakan tindakan yang berbahaya bagi kesehatan dan tumbuh kembang bayi. Pemberian makanan prelakteal juga merupakan tantangan bagi keberhasilan ASI eksklusif. Perlu dilakukan studi secara nasional untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan tren pemberian makanan prelakteal dan jenis-jenis makanan prelakteal yang diberikan di wilayah rural dan urban di Indonesia.
Kekurangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil SDKI Tahun 2017 dengan klasifikasi wilayah rural dan urban yang tidak sepenuhnya masih relevan dengan kondisi saat ini. Hal ini menjadi salah satu kekurangan dalam kajian secara nasional ini. Selain itu, dikarenakan kajian ini bersifat cross sectional, maka hubungan sebab akibat antar variabel tidak dapat teridentifikasi secara jelas.
References
Adem, A., Assefa, N., Deresa, M., Yuya, M., Ayana, G. M., Negash, B., Beshir, T., & Merga, B. T. (2021). Prelacteal Feeding Practices and Its Associated Factors among Mother of Children Less Than 2 Years of Age in Kersa District, Eastern Ethiopia. Global Pediatric Health, 8. https://doi.org/10.1177/2333794X211018321 DOI: https://doi.org/10.1177/2333794X211018321
Akello, R., Kimuli, D., Okoboi, S., Komuhangi, A., & Izudi, J. (2021). Prelacteal feeding among infants within the first week of birth in eastern Uganda: Evidence from a health facility-based cross-sectional study. International Breastfeeding Journal, 16(1), 77. https://doi.org/10.1186/s13006-021-00425-w DOI: https://doi.org/10.1186/s13006-021-00425-w
Amele, E. A., Demissie, B. wondimeneh, Desta, K. W., & Woldemariam, E. B. (2019). Prelacteal feeding practice and its associated factors among mothers of children age less than 24 months old in Southern Ethiopia. Italian Journal of Pediatrics, 45(1), 15. https://doi.org/10.1186/s13052-019-0604-3 DOI: https://doi.org/10.1186/s13052-019-0604-3
Ashwini, S., Katti, S., & Mallapur, M. (2014). Comparison of breast feeding practices among urban and rural mothers: A cross-sectional study. International Journal of Medicine and Public Health, 4(1), 120. https://doi.org/10.4103/2230-8598.127172 DOI: https://doi.org/10.4103/2230-8598.127172
Bayih, W. A., Mekonen, D. K., & Kebede, S. D. (2020). Prevalence and associated factors of prelacteal feeding among neonates admitted to neonatal intensive care units, North central Ethiopia, 2019. BMC Public Health, 20(1), 1457. https://doi.org/10.1186/s12889-020-09578-5 DOI: https://doi.org/10.1186/s12889-020-09578-5
Belachew, A. B., Kahsay, A. B., & Abebe, Y. G. (2016). Individual and community-level factors associated with introduction of prelacteal feeding in Ethiopia. Archives of Public Health, 74(1), 6. https://doi.org/10.1186/s13690-016-0117-0 DOI: https://doi.org/10.1186/s13690-016-0117-0
Berde, A. S., Yalcin, S. S., Ozcebe, H., Uner, S., & Caman, O. K. (2017). Determinants of pre-lacteal feeding practices in urban and rural Nigeria; a population-based cross-sectional study using the 2013 Nigeria demographic and health survey data. African Health Sciences, 17(3), 690. https://doi.org/10.4314/ahs.v17i3.11
Birhan, T. Y., Birhan, N. A., & Alene, M. (2021). Pooled Prevalence and Determinants of Prelacteal Feeding Practice in Eastern Africa Evidence from Demographic and Health Survey Data: A Multilevel Study. Risk Management and Healthcare Policy, Volume 14, 1085–1095. https://doi.org/10.2147/RMHP.S297564 DOI: https://doi.org/10.2147/RMHP.S297564
Boccolini, C. S., Pérez-Escamilla, R., Giugliani, E. R. J., & Boccolini, P. de M. M. (2015). Inequities in Milk-Based Prelacteal Feedings in Latin America and the Caribbean: The Role of Cesarean Section Delivery. Journal of Human Lactation, 31(1), 89–98. https://doi.org/10.1177/0890334414559074 DOI: https://doi.org/10.1177/0890334414559074
Dhir, S., & Batta, M. (2015). Neonatal rearing and breastfeeding practices in Punjab, India. International Journal of Community Medicine and Public Health, 435–440. https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20150932 DOI: https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20150932
El-Gilany, A.-H., & Abdel-Hady, D. M. (2014). Newborn First Feed and Prelacteal Feeds in Mansoura, Egypt. BioMed Research International, 2014, 1–7. https://doi.org/10.1155/2014/258470 DOI: https://doi.org/10.1155/2014/258470
Feeley, A. B., Ndeye Coly, A., Sy Gueye, N. Y., Diop, E. I., Pries, A. M., Champeny, M., Zehner, E. R., & Huffman, S. L. (2016). Promotion and consumption of commercially produced foods among children: Situation analysis in an urban setting in Senegal. Maternal & Child Nutrition, 12(S2), 64–76. https://doi.org/10.1111/mcn.12304 DOI: https://doi.org/10.1111/mcn.12304
Flaherman, V. J., Chan, S., Desai, R., Agung, F. H., Hartati, H., & Yelda, F. (2018). Barriers to exclusive breast-feeding in Indonesian hospitals: A qualitative study of early infant feeding practices. Public Health Nutrition, 21(14), 2689–2697. https://doi.org/10.1017/S1368980018001453 DOI: https://doi.org/10.1017/S1368980018001453
Gautam, S., Eske, G. S., Singh, P., & Kashyap, A. (2018). Comparison of Feeding Practices Among Rural and Urban Mothers and Their Effect on Nutritional Status of Children. Indian Journal of Child Health, 05(05), 328–331. https://doi.org/10.32677/IJCH.2018.v05.i05.004 DOI: https://doi.org/10.32677/IJCH.2018.v05.i05.004
Green, M., Pries, A. M., Hadihardjono, D. N., Izwardy, D., Zehner, E., & Moran, V. H. (2021). Breastfeeding and breastmilk substitute use and feeding motivations among mothers in Bandung City, Indonesia. Maternal & Child Nutrition, 17(3). https://doi.org/10.1111/mcn.13189 DOI: https://doi.org/10.1111/mcn.13189
Hervilia, D., & Munifa, D. (2016). Pandangan Sosial Budaya terhadap ASI Eksklusif di Wilayah Panarung Palangkaraya (Social and Cultural Aspect toward Exclusive Breastfeeding in Panarung Palangkaraya). Indonesian Journal of Human Nutrition, 3(1), 63–70. https://doi.org/10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.7 DOI: https://doi.org/10.21776/ub.ijhn.2016.003.Suplemen.7
Hitachi, M., Honda, S., Kaneko, S., & Kamiya, Y. (2019). Correlates of exclusive breastfeeding practices in rural and urban Niger: A community-based cross-sectional study. International Breastfeeding Journal, 14(1), 32. https://doi.org/10.1186/s13006-019-0226-9 DOI: https://doi.org/10.1186/s13006-019-0226-9
Inayati, D. A., Scherbaum, V., Purwestri, R. C., Hormann, E., Wirawan, N. N., Suryantan, J., Hartono, S., Bloem, M. A., Pangaribuan, R. V., Biesalski, H. K., Hoffmann, V., & Bellows, A. C. (2012). Infant feeding practices among mildly wasted children: A retrospective study on Nias Island, Indonesia. International Breastfeeding Journal, 7(1), 3. https://doi.org/10.1186/1746-4358-7-3 DOI: https://doi.org/10.1186/1746-4358-7-3
Inoue, M., & Binns, C. (2014). Introducing Solid Foods to Infants in the Asia Pacific Region. Nutrients, 6(1), 276–288. https://doi.org/10.3390/nu6010276 DOI: https://doi.org/10.3390/nu6010276
Jayarama, S., & Ramaiah, R. (2017). Pre lacteal feeding practice among mothers in a rural area of Karnataka: A cross sectional study. International Journal Of Community Medicine And Public Health, 4(8), 2919. https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20173346 DOI: https://doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20173346
Legesse, M., Demena, M., Mesfin, F., & Haile, D. (2014). Prelacteal feeding practices and associated factors among mothers of children aged less than 24 months in Raya Kobo district, North Eastern Ethiopia: A cross-sectional study. International Breastfeeding Journal, 9(1), 189. https://doi.org/10.1186/s13006-014-0025-2 DOI: https://doi.org/10.1186/s13006-014-0025-2
Martin, S. L., McCann, J. K., Gascoigne, E., Allotey, D., Fundira, D., & Dickin, K. L. (2020). Mixed-Methods Systematic Review of Behavioral Interventions in Low- and Middle-Income Countries to Increase Family Support for Maternal, Infant, and Young Child Nutrition during the First 1000 Days. Current Developments in Nutrition, 4(6), nzaa085. https://doi.org/10.1093/cdn/nzaa085 DOI: https://doi.org/10.1093/cdn/nzaa085
Martin, S. L., McCann, J. K., Gascoigne, E., Allotey, D., Fundira, D., & Dickin, K. L. (2021). Engaging family members in maternal, infant and young child nutrition activities in low? and middle?income countries: A systematic scoping review. Maternal & Child Nutrition, 17(S1). https://doi.org/10.1111/mcn.13158 DOI: https://doi.org/10.1111/mcn.13158
McLennan, J. D. (2016). Changes in caesarean section rates and milk feeding patterns of infants between 1986 and 2013 in the Dominican Republic. Public Health Nutrition, 19(15), 2688–2697. https://doi.org/10.1017/S1368980016000847 DOI: https://doi.org/10.1017/S1368980016000847
Nguyen, P. H., Keithly, S. C., Nguyen, N. T., Nguyen, T. T., Tran, L. M., & Hajeebhoy, N. (2013). Prelacteal feeding practices in Vietnam: Challenges and associated factors. BMC Public Health, 13(1), 932. https://doi.org/10.1186/1471-2458-13-932 DOI: https://doi.org/10.1186/1471-2458-13-932
Oakley, L., Benova, L., Macleod, D., Lynch, C. A., & Campbell, O. M. R. (2018). Early breastfeeding practices: Descriptive analysis of recent Demographic and Health Surveys. Maternal & Child Nutrition, 14(2). https://doi.org/10.1111/mcn.12535 DOI: https://doi.org/10.1111/mcn.12535
Pries, A. M., Huffman, S. L., Mengkheang, K., Kroeun, H., Champeny, M., Roberts, M., & Zehner, E. (2016). Pervasive promotion of breastmilk substitutes in Phnom Penh, Cambodia, and high usage by mothers for infant and young child feeding. Maternal & Child Nutrition, 12(S2), 38–51. https://doi.org/10.1111/mcn.12271 DOI: https://doi.org/10.1111/mcn.12271
Rahmartani, L. D., Carson, C., & Quigley, M. A. (2020). Prevalence of prelacteal feeding and associated risk factors in Indonesia: Evidence from the 2017 Indonesia Demographic Health Survey. PLOS ONE, 15(12), e0243097. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0243097 DOI: https://doi.org/10.1371/journal.pone.0243097
Reddy, Nr., & Sreeramareddy, C. (2017). Perinatal care practices in home deliveries in rural Bangalore, India: A community-based, cross-sectional survey. WHO South-East Asia Journal of Public Health, 6(1), 75. https://doi.org/10.4103/2224-3151.206169 DOI: https://doi.org/10.4103/2224-3151.206169
Saxena, V., Jelly, P., & Sharma, R. (2020). An exploratory study on traditional practices of families during the perinatal period among traditional birth attendants in Uttarakhand. Journal of Family Medicine and Primary Care, 9(1), 156. https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_697_19 DOI: https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_697_19
Teshale, A. B., Worku, M. G., Tessema, Z. T., & Tesema, G. A. (2021). Prelacteal feeding practice and its associated factors among mothers having children less than 2 years of age in East Africa: A multilevel analysis of the recent demographic and health surveys. International Breastfeeding Journal, 16(1), 68. https://doi.org/10.1186/s13006-021-00414-z DOI: https://doi.org/10.1186/s13006-021-00414-z
Vyas, L., & Butakhieo, N. (2020). The impact of working from home during COVID-19 on work and life domains: An exploratory study on Hong Kong. Policy Design and Practice, 1–18. https://doi.org/10.1080/25741292.2020.1863560 DOI: https://doi.org/10.1080/25741292.2020.1863560
Wold Health Organization & UNICEF. (2009). Acceptable medical reasons for use of brest-milk substites. World Health Organization.
World Health Organization. (2017). State of health inequality: Indonesia. World Health Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/259685
Yalç?n, S. S., Çaylan, N., Yalç?n, S., & Eryurt, M. A. (2020). Trends and determinants of prelacteal feeding in Turkey: Analysis of 2003–2018 demographic and health surveys. Public Health Nutrition, 23(18), 3269–3282. https://doi.org/10.1017/S1368980020002037 DOI: https://doi.org/10.1017/S1368980020002037
Downloads
Published
Versions
- 2022-12-30 (2)
- 2022-12-14 (1)
How to Cite
Issue
Section
Citation Check
License
Copyright (c) 2022 Rachma Purwanti, Ayu Rahadiyanti, Dewi Marfu'ah Kurniawati, Galuh Chandra Irawan (Author)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgment of the works authorship and initial publication in this journal and able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journals published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book).