The Effect of Cadre Training on Knowledge and Attitudes regarding Giving MP-ASI

Authors

  • Khalidatul Khair Anwar Health Polytechnic Kendari, Indonesia https://orcid.org/0000-0002-2365-3827
  • Nurmiaty Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia
  • Dyah Noviawati Setya Arum Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.36990/hijp.v15i2.751

Keywords:

Cadres, Breast milk complementary foods, Knowledge, Attitude

Abstract

The prevalence of stunting is high enough in Indonesia that it requires the role of all cross-sectors. One of the causes of stunting is the provision of breast milk complementary foods which is less than optimal and incorrect due to lack of information and knowledge related to it. Posyandu cadres who are the spearhead of health in the community have a very strategic role as educators for mothers. Cadres need to be empowered to convey information to the community about the provision of complementary food as a step to prevent and detect stunting. The purpose of the study was to determine the effect of cadre training on the provision of complementary food on knowledge and attitudes in giving complementary food. The research design is quasi-experimental with the population of this study is the entire Posyandu cadre in Kendari City. The study sample of 92 people consisted of an intervention group of 46 people and Control of 46 people. The research was carried out in the working areas of Puskesmas Abeli, Puskesmas Mokoau, Puskesmas Nambo and Puskesmas Poasia. Data analysis using Wilcoxon test and Mann Whitney test using STATA software. The results showed that there were differences in knowledge values and attitudes of the intervention group before and after training (p=0.000), there were differences in knowledge scores and attitudes between the two groups (p=0.000). This shows that there is an influence of cadre training on the provision of breast milk complementary foods on the knowledge and attitude of cadres towards the provision of breast milk complementary foods.

PENDAHULUAN

Prevalensi stunting berdasarkan hasil studi status gizi indonesia tahun 2021 adalah 24,4 % (Kementerian Kesehatan RI, 2021). Angka tersebut masih jauh dari target penurunan stunting menjadi 14% di tahun 2024. Stunting berdampak pada angka kesakitan dan kematian, menurunnya pertumbuhan, prestasi belajar, meningkatkan risiko kejadian penyakit tidak menular dan infeksi serta mengurangi produktivitas (Stewart et al., 2013). Penyebab stunting di Indonesia antara lain factor proximate (status gizi ibu, pemberian ASI dan MP-ASI, paparan penyakit infeksi). Faktor distal adalah pendidikan, food system, perawatan kesehatan, air, sanitasi (Beal et al., 2018).

Dalam framework stunting badan kesehatan dunia, penyebab stunting dibagi 2 yaitu penyebab proximate dan determinant contekstual. Penyebab proximate meliputi faktor rumah tangga dan lingkungan keluarga, pola menyusui, pemberian MP-ASI yang tidak adekuat, dan penyakit infeksi. Determinan kontekstual meliputi faktor sosial dan komunitas. Ada pengaruh pemberian MPASI terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia 12-24 bulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Banda Aceh (Suryana and Fitri, 2019). Penelitian lain juga memperlihatkan ada korelasi yang signifikan antara jumlah pemberian MPASI, frekuensi pemberian MPASI, dan pengetahuan gizi terhadap kejadian gizi kurus (Waliyo et al., 2017). Hasil penelitian tersebut, membuktikan bahwa MPASI merupakan salah satu faktor penting agar pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi optimal sehingga dapat mencegah terjadinya stunting.

Pemerintah Kota Kendari membentuk tim pendampingan keluarga yang tersebar di 65 kelurahan pada 11 kecamatan dan terus melakukan rembug stunting dalam rangka mengoptimalkan upaya pencegahan anak stunting (Suparman, 2022). Upaya lain yang telah dilakukan adalah rutin memberikan pendidikan kesehatan terkait bagaimana persiapan berumat tangga yang seharusnya telah dimulai sejak dan intervensi pemberian PMT, FE, zat besi, zink, dan imunisasi ke ibu hamil (Wahyudono, 2022). Intervensi tersebut belum cukup untuk menangani stunting karena perlu adanya peran serta masyarakat untuk ikut andil dalam menangani masalah stunting.

Kader posyandu adalah salah satu bagian dari masyarakat dan mitra dari tenaga Kesehatan. Kader bertindak sebagai penyambung informasi dan menjembatani antara tenaga kesehatan dengan masyarakat serta membantu seseorang menentukan dan memahami kebutuhan kesehatan mereka sendiri. Peran kader sangat besar dalam pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA (Prasetyo, 2019). Penelitian di Kota Depok memperlihatkan terdapat perbedaan skor pengetahuan pemberian MPASI sebelum dan sesudah penyuluhan pada kelompok yang diberikan perlakuan dan kelompok kontrol. Namun, tidak ada perbedaan nilai perilaku pemberian MPASI kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah perlakuan (Arini et al,. 2017). Penelitian yang dilakukan Lestiarini & Sulistyorini (2020) membuktikan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberian MPASI. Penelitian Wahyuni et al. (2019) menunjukkan bahwa pelatihan dengan pemberian modul dapat meningkatkan sikap dan pengetahuan kader posyandu.

Berdasarkan uraian di atas perlu disadari bahwa kader memiliki peran yang sangat strategis sebagai educator bagi ibu. Saat pandemik interaksi antara tenaga Kesehatan dan masyarakat sangat terbatas, sehingga diperlukan pemberdayaan masyarakat (kader) sebagai educator untuk pencegahan stunting. Perlu diberdayakan para kader untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang pemberian MP-ASI yang benar. Berdasarkan hal tersebut kajian penelitian terkait dampak pelatihan kader tentang pemberian ASI menjadi sangat penting. Tujuan penelitian dilakukan adalah mengetahui pengaruh pengaruh pelatihan kader tentang pemberian ASI terhadap pengetahuan dan sikap kader terhadap pemberian MP-ASI.

METODE

Penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan kuasi ekperimental. Pengukuran pengetahuan dan sikap dilakukan sebelum diberikan pelatihan (pre-test) dan setelah diberikan intervensi (post-test).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di 4 puskesmas di Kota Kendari yaitu Puskesmas Abeli, Puskesmas Mokoau, Puskesmas Nambo, dan Puskesmas Poasia. Sebagian wilayah kerja Puskesmas Nambo dan Abeli adalah wilayah pesisir dan berdekatan. Kedua wilayah tersebut dipilih dalam mendukung visi dan misi Poltekkes Kemenkes Kendari untuk fokus pelaksanaan penelitian di wilayah pesisir. Sedangkan wilayah kerja Puskesmas Poasia dan Mokoau adalah daratan dan juga saling berdekatan yang terletak di tengah kota Kendari. Pemilihan wilayah tersebut juga berdasarkan adanya kejadian stunting tahun 2021 di Kota Kendari terutama pada Kecamatan Abeli 106 kasus yang tersebar di 8 kelurahan (jumlah kasus tertinggi di Kota Kendari), Kecamatan Poasia 4 kasus yang tersebar di 1 kelurahan, dan Kecamatan Nambo 1 kasus (Kendarinesia, 2021). Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2022.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Abeli, Puskesmas Mokoau, Puskesmas Nambo, dan Puskesmas Poasia. Sedangkan sampel penelitian adalah kader posyandu yang ada di 4 wilayah kerja Puskesmas yang terpilih dan ditetapkan jumlah kader adalah 23 kader dari setiap puskesmas. Sehingga kader adalah perwakilan dari setiap posyandu yang ada di wilayah 4 Puskesmas tersebut. Jumlah sampel adalah 92 kader yang terdiri dari kelompok intervensi sebanyak 46 kader dan kelompok kontrol sejumlah 46 kader.

Pengumpulan Data

Tahapan penelitiannya adalah sebelum dilakukan intervensi baik kelompok intervensi maupun kelompok kontrol diberikan pre-test untuk mengukur tingkat pengetahuan dan sikap dalam pemberian MP-ASI. Setelah pretest akan dilanjutkan dengan pendidikan kesehatan pada kader tentang MP-ASI. Intervensi yang diberikan adalah pendidikan kesehatan menggunakan modul. Pelaksanaan intervensi dilakukan selama 2 hari. Post test dilakukan 2 minggu setelah intervensi untuk melihat retensi dari pengetahuan dan sikap yang diperoleh saat pendidikan kesehatan. Pelaksanaan pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk mengukur pengetahuan, sikap dalam pemberian MP-ASI.

Pengolahan dan Analisis Data

Data berupa data rasio yang dilakukan uji normalitas (uji Shapiro wilk). Hasil uji Shapiro wilk menunjukkan data tidak berdistribusi normal. Selanjutnya, data diuji menggunakan Wilcoxon signed rank test untuk melihat perbedaan intra kelompok. Sedangkan untuk melihat perbedaan antar kelompok menggunakan uji Mann Whitney test. Data dianalisis menggunakan software STATA.

HASIL

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan tabel 1 bahwa distribusi usia pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol hampir sama. Sebagian besar kader berada pada kelompok usia di atas 40 tahun baik pada kelompok intervensi (52,17%) dan kelompok kontrol (54,35%). Hanya Sebagian kecil saja kader yang berusia antara 20-30 tahun. Distribusi pendidikan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol hampir sama. Sebagian besar kader memiliki Pendidikan menengah (SMA) yaitu 58,70 % pada kelompok intervensi dan 52,17% pada kelompok kontrol. Masih ada kader yang hanya menempuh Pendidikan dasar (SD-SMP) yaitu 19,57% pada kelompok intervensi dan 32,61% pada kelompok kontrol. Distribusi pekerjaan kelompok intervensi dan kelompok kontrol hampir sama. Sebagian besar kader adalah Ibu Rumah Tangga yaitu 84,78% pada kelompok intervensi dan 82,60% pada kelompok kontrol. Terdapat kader yang bekerja sebagai PNS pada kelompok kontrol sebesar 6,52% dan sebagai tenaga honor sebesar 4,35% pada kelompok intervensi.

Tabel 2. Distribusi Nilai Rata-Rata, Standar Deviasi, Nilai Minimum dan Maximum, Serta Uji Normalitas

Berdasarkan tabel 2 bahwa peningkatan skor pada kelompok intervensi baik pada variabel pengetahuan dan sikap secara keseluruhan setelah diberikan intervensi. Pada kelompok kontrol juga terjadi kenailan skor pengetahuan dan sikap pada pengukuran kedua. Apabila dibandingkan kenaikan skor antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, kenaikan paling tinggi terjadi di kelompok intervensi. Hasil menunjukkan hanya data pengetahuan post-test tentang MP-ASI pada kelompok intervensi yang berdistribusi normal.

Tabel 3. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Tentang Pemberian MP-ASI Sebelum dan Sesudah Intervensi Intrakelompok

Berdasarkan tabel 3 terlihat uji perbedaan intra kelompok dengan Wilcoxon signed rank test pada variabel pengetahuan tentang MP-ASI pada kelompok intervensi diperoleh nilai p value 0,00 artinya ada perbedaan skor pengetahuan tentang MP-ASI sebelum dan setelah intervensi. Sedangkan pada kelompok kontrol untuk variabel pengetahuan tentang MP-ASI diperoleh hasil 0,06 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan skor pengetahuan tentang MP-ASI pada kelompok kontrol. Pada variabel sikap terhadap pemberian MP-ASI pada kelompok intervensi diperoleh p value 0,00 artinya ada perbedaan skor sikap setelah pemberian intervensi. Sedangkan pada kelompok kontrol, sikap terhadap pemberian MP ASI, diperoleh nilai p-value lebih besar 0,05 sehingga tidak ada perbedaan skor sikap pre-test dan post-test.

Tabel 4. Perbedaan pengetahuan pemberian MP-ASI dan Sikap terhadap Pemberian Mp-ASI antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan hasil uji dengan metode Mann Whitney test pada variabel pengetahuan tentang pemberian MP-ASI diperoleh nilai p-value 0,000 artinya ada perbedaan yang signifikan skor pengetahuan tentang pemberian MP-ASI antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Selanjutnya untuk variabel sikap terhadap MP-ASI, hasil Mann Whitney test juga diperoleh nilai p-value 0,000 artinya ada perbedaan yang signifikan skor sikap terhadap MP-ASI antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Intervensi berupa pelatihan kader mampu meningkatkan skor pengetahuan dan sikap kader terhadap MP-ASI.

PEMBAHASAN

Kader bertindak sebagai mitra tenaga kesehatan dalam membantu masyarakat agar hidup sehat secara mandiri. Kader adalah seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya dipilih dan mengikuti pelatihan tentang KIA, KB, dan kesehatan secara umum sehingga berperan pada terselenggaranya kegiatan Posyandu. Keberadaan kader diharapkan masyarakat dapat memahami pentingnya menjaga kesehatan diri dan keluarganya.

Karakteristik Responden

Usia kader yang mengikuti penelitian sebagian besar berada pada rentang usia di atas 40 tahun baik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Penelitian didukung pernyataan Riyanto & Budiman (2013), menyebutkan bahwa usia 31-40 tahun merupakan kelompok usia dewasa (matang). Hal ini dikarenakan usia muda rata-rata belum matang dalam hal kedewasaan berpikir, sedangkan usia > 50 tahun pola pikirnya sudah menurun. Pola pikir dan daya tangkap seseorang dipengaruhi oleh lamanya seseorang hidup sehingga berdampak pada pengetahuan. Pertambahan usia seseorang dan pengalaman dalam adaptasi pada situasi baru juga berpengaruh pada tingkat perkembangan (Ibda, 2015). Orang yang menjadi kader posyandu harus bisa membaca, menulis, ikhlas, bekerja sukarela, dan memiliki waktu luang.

Tingkat pendidikan kader mayoritas adalah pendidikan menengah (SMA) akan tetapi ada sebagian kecil kader yang memiliki pendidikan terakhir pendidikan dasar (SD-SMP). Seseorang dengan lulusan minimal SMA rata-rata telah mempunyai pengetahuan dasar yang cukup sehingga berdampak pada pengetahuan (Simanjuntak et al., 2022). Tingkat pendidikan ikut mempengaruhi kemudahan seseorang memahami informasi yang didapatkan sehingga terjadi peningkatan pada pengetahuannya (Ardhiyanti, 2019).

Berdasarkan karakteristik pekerjaan diperoleh sebagian besar kader adalah ibu rumah tangga yaitu 84,78% pada kelompok intervensi dan 82,60% pada kelompok kontrol. Hamzah (2022) menyebutkan bahwa bekerja pada umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, sehingga kader yang bekerja tidak mempunyai banyak waktu untuk memperoleh informasi. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Lestari et al. (2013) menyebutkan pekerjaan seseorang merupakan faktor proteksi yang artinya ibu rumah tangga (tidak bekerja) akan mempunyai waktu luang dan kesempatan dalam mendapat informasi tentang MP-ASI sehingga pengetahuan meningkat.

Perbedaan Pengetahuan Pemberian MP-ASI

Rerata pengetahuan kelompok intervensi dan kontrol pada pre-test hampir sama berada pada skor 60an, kedua kelompok tidak mencapai nilai 80. Setelah mendapatkan pelatihan dengan modul atau belajar mandiri dengan modul, menunjukkan dari hasil analisis uji Wilcoxon pada kelompok intervensi, rerata pengetahuan meningkat secara signifikan setelah diberikan intervensi berupa pelatihan dan pemberian modul (p=0.000), sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan pengetahuan MP-ASI sebelum dengan sesudah diberikan modul (p=0,006).

Hasil analisis statistik menggunakan uji Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara skor pengetahuan antara kedua kelompok (p=0,000). Hal tersebut membuktikan bahwa dengan pemberian pelatihan tentang pemberian ASI disertai pemberian modul sangat efektif dan berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan responden dibandingkan hanya diberikan modul untuk dipelajari secara mandiri. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Arini et al. (2017) bahwa dengan pemberian pelatihan sangat berdampak besar terhadap peningkatan pengetahuan ibu di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok tentang MP-ASI (p=0,011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Momongan & Sahelangi (2018) menunjukkan terdapat pengaruh pelatihan MP-ASI terhadap pengetahuan ibu.

Pelatihan adalah proses pembelajaran dimana adanya transfer keterampilan serta pengetahuan dari pelatih pada peserta atau penerima pesan (Sanjaya, 2016). Pelatihan berguna dalam membangun perilaku untuk mengembangkan suatu masyarakat. Pelatihan dimaksudkan untuk mempersiapkan seseorang supaya bisa melakukan kegiatan tertentu atau bekerja (Nugraha, 2020). Pelatihan dalam penelitian ini salah satunya yaitu pelatihan tentang pemberian MP-ASI yang benar sesuai dengan umur anak. Pemberian pelatihan tersebut kepada kader bertujuan supaya mentransfer informasi benar, terpercaya, dan akurat pada masyarakat khususnya pada ibu.

Pada penelitian juga ditemukan skor pengetahuan tidak terjadi peningkatan pada kader terutama pada kelompok kontrol. Hal tersebut karena kontrol hanya diberikan modul untuk diminta dibaca dan dipelajari secara mandiri tanpa diberikan pelatihan langsung oleh tim peneliti yang sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pengetahuan didapatkan dari hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang dimilikinya.

Pengetahuan yang dihasilkan dari penginderaan pada objek sangat dipengaruhi dengan adanya persepsi serta besarnya menaruh perhatian pada suatu objek (Anwar et al., 2023). Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui Indra penglihatan dan indra pendengaran merupakan indra yang paling besar pengaruhnya pada pengetahuan Ketika digunakan secara optimal (Notoatmodjo, 2014; Anwar et al., 2021). Pemberian pelatihan akan melibatkan dan merangsang indra pendengaran dan indra penglihatan sehingga terjadi peningkatan pengetahuan MP-ASI pada kader.

Pengetahuan tentang MP-ASI sangat penting dimiliki kader dan masyarakat. Pemberian MP-ASI bertujuan dalam pemberian nutrisi adekuat untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun psikomotorik bayi atau balita agar optimal serta dapat mendidik bayi untuk terbiasa makan yang baik (Momongan & Sahelangi, 2018). Makanan pendamping ASI diberikan sebagai pelengkap ASI sehingga dapat membantu bayi memiliki keterampilan makan (Kemenkes RI, 2020). Pemberian MP-ASI bertujuan menambah zat-zat gizi dan energi yang diperlukan bayi karena ASI sudah tidak cukup untuk bayi di atas 6 bulan yang semakin bertumbuh dan berkembang, oleh karena itu tambahan makanan diperlukan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI.

Sikap terhadap Pemberian MP-ASI

Hasil Wilcoxon singned rank test, pada variabel sikap terhadap pemberian MP-ASI pada kelompok intervensi diperoleh p value 0,00 yang berarti ada perbedaan skor sikap antara sebelum dengan setelah pemberian intervensi. Hasil pada kelompok kontrol menunjukkan sebaliknya, sikap terhadap pemberian MP ASI, diperoleh nilai p value 0,76 lebih besar 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan skor sikap pre dan posttest.

Penelitian sejalan dengan riset yang dilakukan oleh Rahmawati et al. (2022), skor sikap responden yang diberikan pelatihan dengan modul mengalami perbedaan antara sebelum dengan setelah diberikan intervensi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat peningkatan rerata sikap yang telah diberikan pelatihan. Penelitian yang dilakukan Nurasiah dan Marliana juga menunjukkan adanya perbedaan sikap sebelum dan sesudah pelatihan pada kader posyandu dengan nilai yaitu 0,005 (Nurasiah and Marliana, 2019).

Analisis sikap terhadap MP-ASI yang membandingkan kelompok intervensi dengan kontrol menggunakan uji Mann Whitney diperoleh nilai p value 0,00. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan skor sikap terhadap MP-ASI antar kedua kelompok. Intervensi berupa pelatihan kader dan penggunaan modul mampu meningkatkan skor sikap kader terhadap MP-ASI. Penelitian di Kota Palu menunjukkan hasil yang sama bahwa nilai pengetahuan, sikap dan keterampilan konseling kader posyandu dipengaruhi secara signifikan dengan pendidikan gizi (Imansari et al., 2021).

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek dan merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak (Prasetya, 2021). Sikap kader yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah perasaan kader terhadap pernyataan pemberian MP-ASI dalam bentuk penyuluhan atau pendampingan. Keterampilan kader dalam memberi penyuluhan tentang ASI dan MP-ASI menjadi lebih kreatif dan interaktif.

Domain pada proses perubahan perilaku yaitu sikap dibentuk melalui proses pembelajaran atau pelatihan (Anwar et al., 2021). Peserta pelatihan sangat antusias mengikuti pelatihan. Proses belajar berdampak positif pada ranah afektif yaitu adanya kesadaran sehingga memunculkan sikap positif pada hal yang telah diterima (Santrock, 2011). Kaitannya pada penelitian yang telah dilakukan dengan pemberian pelatihan yang disertai modul pada kader dalam upaya pemberian MP-ASI dapat meningkatkan kesadaran dan menghasilkan perubahan sikap positif ke arah yang lebih baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Adapun kesimpulan yang didapatkan yaitu ada pengaruh pelatihan kader terhadap pengetahuan tentang pemberian MP-ASI (p=0,000) dan ada pengaruh pelatihan kader pada sikap terhadap pemberian MP-ASI (p=0,000). Oleh karena itu pelatihan pada kader perlu dilakukan secara berkala di tingkat puskesmas atau dinas kesehatan kota/ kabupaten untuk mengupdate pengetahuan kader yang menunjang dalam melaksanakan tugas di posyandu.

Kekurangan Penelitian

Penelitian ini belum mengukur sampai kemampuan keterampilan kader dalam memberikan penyuluhan langsung kepada masyarakat terkait pemberian MP-ASI.

References

Anwar, K.K. et al. (2021) ‘Pembinaan Kader Posyandu tentang Perawatan Masa Nifas’, Jurnal Inovasi, Pemberdayaan dan Pengabdian Masyarakat, 1(1), pp. 1–5. doi:10.36990/jippm.v1i1.278.

Anwar, K.K. et al. (2023) ‘Keikutsertaan Suami pada Kelas Ibu Hamil Terhadap Pengambilan Keputusan dalam P4K’, Window of Health: Jurnal Kesehatan, 6(2), pp. 199–207.

Anwar, K.K., Naningsih, H. and Patongai, N. (2021) ‘Penguatan Kualitas Pelayanan KIA Melalui Peningkatan Pengetahuan Ibu dengan Pelaksanaan Kelas Ibu Balita 0-1 Tahun’, Poltekita: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(2), pp. 49–53. Available at: http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/PJPM/article/view/398.

Ardhiyanti, Y. (2019) ‘Faktor? Faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Balita ke Posyandu di Tanjung Rhu Wilayah Kerja Puskesmas Lima Puluh Kota Pekanbaru’, Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Menara Ilmu, 13(8).

Arini, F.A., Sofianita, N.I. and Ilmi, I.M.B. (2017) ‘Pengaruh Pelatihan Pemberian MP ASI kepada Ibu dengan Anak Baduta di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok terhadap Pengetahuan dan Perilaku Pemberian MP ASI’, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13(1), pp. 80–89.

Beal, T. et al. (2018) ‘A Review of Child Stunting Determinants in Indonesia’, Maternal & child nutrition, 14(4), p. e12617.

Hamzah, S. (2022) ‘Factors Associated with Visit to Posyandu Toddlers in the work area of the Public Health Center Gogagoman: Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Posyandu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gogagoman’, Journal of sciences and health, 2(3), pp. 171–179.

Ibda, F. (2015) ‘Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget’, Intelektualita, 3(1).

Imansari, A., Madanijah, S. and Kustiyah, L. (2021) ‘Pengaruh Pendidikan Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan Kader Melakukan Konseling Gizi Di Posyandu. Amerta Nutrition, 5 (1), 1’.

Kemenkes RI (2020) Pedoman Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Available at: https://www.google.co.id/books/edition/Pemberian_Makan_Bayi_dan_Anak/UcuXDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=tanda+bayi+cukup+asi&pg=PA15&printsec=frontcover.

Kementerian Kesehatan RI (2021) Buku Saku Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota Tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kendarinesia (2021) Kasus Stunting di Kendari Capai 157 Kasus, Terbanyak Berada di Kecamatan Abeli | kumparan.com. Available at: https://kumparan.com/kendarinesia/kasus-stunting-di-kendari-capai-157-kasus-terbanyak-berada-di-kecamatan-abeli-1wnJXwILPOn/4.

Lestari, D., Zuraida, R. and Larasati, T. (2013) ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Air Susu Ibu dan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Fajar Bulan’, Medical Journal fof Lampung University, 2(4), pp. 88–99.

Lestiarini, S. and Sulistyorini, Y. (2020) ‘Perilaku Ibu pada Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) di Kelurahan Pegirian’, Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education, 8(1), pp. 1–11.

Momongan, N.R. and Sahelangi, O. (2018) ‘Pelatihan MP-ASI Pangan Berbasis Lokal Dalam Peningkatan Pengetahuan Ibu dan Status Gizi Pada Anak di bawah Dua Tahun di Wilayah Puskesmas Kabupaten Minahasa Tenggara’, Jurnal GIZIDO, 10(2), pp. 93–100. doi:10.47718/gizi.v10i2.742.

Notoatmodjo, S. (2014) Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugraha, F. (2020) Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta: Litbangdiklat Press. Available at: https://www.google.co.id/books/edition/Pendidikan_dan_Pelatihan/EwUNEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Pelatihan+bertujuan+mempersiapkan+orang-orang+agar+mampu+bekerja+dan+melaksanakan+kegiatan+tertentu&printsec=frontcover (Accessed: 14 November 2022).

Nurasiah, A. and Marliana, M.T. (2019) ‘Pengaruh Pelatihan Keterampilan Konseling Terhadap Sikap Kader Posyandu dalam Pelayanan Konseling Pencegahan Kanker Serviks di Kabupaten Kuningan Tahun 2018’, Jurnal Ilmiah Bidan, IV(1), pp. 23–27.

Prasetya, F. (2021) Buku ajar Psikologi Kesehatan . Guepedia. Available at: https://www.google.co.id/books/edition/Buku_ajar_Psikologi_Kesehatan/7mhNEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Sikap+adalah+reaksi+atau+respon+seseorang+yang+masih+tertutup+terhadap+stimulus+atau+objek+dan+merupakan+kesiapan+atau+kesediaan+untuk+bertindak&pg=PA128&printsec=frontcover (Accessed: 14 November 2022).

Prasetyo, W.B. (2019) Kader Posyandu Dinilai Bisa Turunkan Stunting, Berita Satu. Available at: https://www.beritasatu.com/whisnu-bagus-prasetyo/kesehatan/590863/kader-posyandu-dinilai-bisa-turunkan-stunting (Accessed: 4 September 2020).

Rahmawati, S.M., Meilinasari and Marbun, R. (2022) ‘Pengaruh Pelatihan dengan Pendampingan terhadap Perilaku Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) Mahasiswa Jurusan Gizi Poltelles Jakarta II’, Jurnal Kesehatan, 16(47), pp. 21–30. doi:10.36082/qjk.v16i1.418.

Riyanto, A. and Budiman (2013) Kapita Selekta Kuisioner Pengetahuan Dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Sanjaya, W. (2016) Media Komunikasi Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group. Jakarta: Kencana. Available at: https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=wiBQEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&ots=dat-7C0lW5&sig=GA1oIZ1NjeH9dKTyCrINE8DM3OM&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false (Accessed: 14 November 2022).

Santrock, J. (2011) Psikologi Pendidikan. Kedua, Kencana. Kedua. Jakarta: Kencana.

Simanjuntak, M. et al. (2022) ‘Pengaruh Inovasi Edukasi Gizi Masyarakat Berbasis Social Media Marketing terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku dalam Upaya Pencegahan Stunting’, Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 15(2), pp. 164–177.

Stewart, C.P. et al. (2013) ‘Contextualising Complementary Feeding in a Broader Framework for Stunting Prevention’, Maternal & child nutrition, 9, pp. 27–45.

Suparman (2022) Pemkot Kendari Mengoptimalkan Upaya Pencegahan Anak Stunting, Antaranews.com. Available at: https://sultra.antaranews.com/berita/418261/pemkot-kendari-mengoptimalkan-upaya-pencegahan-anak-stunting (Accessed: 4 December 2022).

Suryana, S. and Fitri, Y. (2019) ‘Pengaruh riwayat pemberian ASI dan MP-ASI terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (usia 12-24 bulan) di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh’, SEL Jurnal Penelitian Kesehatan, 6(1), pp. 25–34.

Wahyudono, H. (2022) ‘Dinas Kesehatan Kendari Berupaya Lakukan Percepatan Pencegahan Stunting’, Antaranews.com. Available at: https://sultra.antaranews.com/berita/324122/dinas-kesehatan-kendari-berupaya-lakukan-percepatan-pencegahan-stunting (Accessed: 4 December 2022).

Wahyuni, S., Mose, J.C. and Sabarudin, U. (2019) ‘Pengaruh pelatihan kader posyandu dengan modul terintegrasi terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan keikutsertaan kader posyandu’, Jurnal Riset Kebidanan Indonesia, 3(2), pp. 95–101.

Waliyo, E., Marlenywati, M. and Nurseha, N. (2017) ‘Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi Terhadap Status Gizi pada Umur 6-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Selalong Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau’, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13(1), pp. 61–70.

Published

2023-08-30 — Updated on 2023-08-29

Versions

How to Cite

Khair Anwar, K., Nurmiaty, N., & Arum, D. N. S. (2023). The Effect of Cadre Training on Knowledge and Attitudes regarding Giving MP-ASI. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e751. https://doi.org/10.36990/hijp.v15i2.751 (Original work published August 30, 2023)

Issue

Section

Original Research

Citation Check

Funding data