Analisis Faktor Determinan Kejadian Hidronefrosis Di RSUD Dr.M.M Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo

Authors

  • Ferawati Dakio Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia
  • Sunarto Kadir Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia
  • Vivien N. A Kasim Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia

Keywords:

Age, Blood pressure, Kidney stones, Hydronephrosis

Abstract

Hydronephrosis is one of the urological problems that are often encountered in clinical practice. This condition is characterized by fluid buildup in the kidneys due to obstruction of urine flow. The purpose of this study was to analyze the determinants of hydronephrosis events in patients at Dr.M.M Dunda Limboto Hospital. Type of analytical observational research with a cross sectional study approach. The samples in this study were patients who were carried out abdominal ultrasound at the Radiology Installation when the study took place a total of 85 samples. Based on the results of the study, it can be concluded that the age of p-value = 0.006 (<0.05), blood pressure p-value = 0.027 (<0.05), kidney stones p-value = 0.000 (<0.05) has a significant relationship with the incidence of hydronephrosis with kidney stones being the variebal most associated with the incidence of hydronephrosis.

PENDAHULUAN

Hidronefrosis sering dikenal dengan pembengkakan ginjal yang terjadi pada salah satu ginjal, namun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada kedua ginjal sekaligus. Pembengkakan ginjal ini bukan termasuk penyakit tersendiri, melainkan suatu gejala atau komplikasi yang muncul karena penyakit lain yang diderita pasien. Pembengkakan terjadi akibat adanya gangguan pada saluran kemih yang letaknya ada di bawah dari ginjal dan penyebabnya dapat bermacam-macam. Apabila terjadi gangguan dari saluran kemih maka aliran urin akan terhambat sehingga akan menggenangi ginjal dan menyebabkan pelebaran dari saluran-saluran yang ada didalam ginjal (Patel & Batura, 2020).

Hidronefrosis dapat disebabkan oleh kelainan kongenital maupun didapat. Berbagai macam faktor penyebab dapat diklasifikasikan sebagai kompresi intrinsik dan ekstrinsik. Penyebab intrinsik meliputi batu ginjal atau nefrolithiasis, keganasan, struktur ureter, kista ginjal dan katup uretra posterior. Penyebab kompresi ekstrinsik termasuk pembesaran prostat, kehamilan, keganasan dan trauma (Tummalapalli et al, 2021).

Angka kejadian hidronefrosis dalam populasi mencapai 5-12%, dengan puncak kejadian terjadi pada usia 35-55 tahun. Di Amerika Serikat, prevalensi hidronefrosis meningkat dua kali lipat sejak 1964-1972 dan mulai stabil sejak awal 1980, mencapai 3,1%, pada wanita 2,9% dan pada pria 3,3%. Peningkatan prevalensi juga terjadi di beberapa negara seperti: Jerman, Spanyol, dan Italia. Di Taiwan ditemukan sebanyak 4.8%. Di Indonesia angka kejadian hidronefrosis pada tahun 2015 mencapai 34% kemudian meningkat menjadi 85%. Pada keberhasilan tindakan operasi angka kejadian mengalami penurunan dari 85% menjadi 50% (Yang, 2021).

Nefrolitiasis atau batu ginjal merupakan penyakit saluran kemih yang sering menjadi penyebab hidronefrosis. Berdasarkan hasil data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada Hari Ginjal Sedunia tahun 2018, jumlah penderita nefrolitiasis di Indonesia sebanyak 1.499.400 orang dengan prevalensi sebesar 6%, tertinggi pada kelompok umur 55–64 tahun (1,3%), menurun sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur ? 75 tahun (1,1%). Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibandingkan perempuan (0,4%) (Kemenkes RI, 2018).

Gejala yang dialami oleh pasien hidronefrosis sebenarnya tergantung dari penyebab hidronefrosis itu sendiri. Pada studi yang dilakukan Ucar (2020) obstruksi ureteropelvic junction (UPJ) sebagai penyebab hipertensi sekunder, umumnya terjadi pada anak-anak akibat malformasi kongenital, pada orang dewasa akibat uropati obstruktif bilateral. Oleh karena itu, pengenalan dan pengobatan yang cepat dari suatu obstruksi diperlukan untuk mengatasi hipertensi, terutama dalam pengaturan peningkatan tekanan darah akut.

Data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia pada tahun 2002 adalah sebanyak 37.636 kasus baru dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang. Di Rumah Sakit Dr.M.M Dunda Limboto tahun 2020 telah dirawat 166 pasien hidronefrosis dan tahun 2021 sebanyak 271 pasien atau 5:10.000 pasien rawat inap. Hampir keseluruhan pasien datang dengan masalah medis batu ginjal disertai hidronefrosis yang dilaporkan sebesar 35%. Pada tahun 2018–2021 dilaporkan dari 634 pasien hidronefrosis didapatkan 337 pasien batu ginjal (53%).

Diagnosis klinis hidronefrosis harus dilakukan dengan prosedur pencitraan yang tepat, seperti pemeriksaan radiologi dengan menggunakan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG ini merupakan pemeriksaan yang cepat, tidak invasif untuk mengevaluasi morfologi dan penyakit-penyakit ginjal, serta dapat digunakan dalam diagnosis dan tindak lanjut dari hidronefrosis (Ucar, 2020).

Hidronefrosis yang terjadi pada pasien dengan berbagai penyebab akan cenderung mengalami kekambuhan dengan kecenderungan keluhan yang terus menerus mengganggu aktifitas keseharian, meningkatkan morbiditas bahkan sampai menggangu kualitas hidup, sehingga identifikasi penyebab timbulnya serta menyingkirkan penyebabnya adalah hal utama yang harus dilakukan untuk mengetahui tingkat kekambuhan pasien, sehingga seorang pasien dapat melakukan upaya-upaya pencegahan agar kemungkinan kekambuhannya bisa diminimalisasi, derajat Kesehatan pasien meningkat dan tidak terus berlanjut kegagalan ginjal kronik.

Berdasarkan hasil pemeriksaan USG yang dilakukan di RSUD Dr.M.M Dunda, kejadian hidronefrosis meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Umur tertinggi berada pada kelompok umur 55-64 tahun, menurun sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun dan umur di atas 75 tahun disertai dengan penemuan batu ginjal dan beberapa mengalami gangguan tekanan darah. Berdasarkan uraian tersebut diatas, peneliti tertarik untuk  mengetahui “Fakitor determinan yaing berhuibungan denigan kejadian Hidronefrosis Di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo”.

METODE

Jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional digunakan untuk mengeksplorasi hubungan antara variabel X (variabel independen) dan variabel Y (variabel dependen), khususnya untuk mengkaji dampak umur, tekanan darah, dan keberadaan batu ginjal terhadap kejadian hidronefrosis pada pasien yang telah menjalani USG Abdomen di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto, Kabupaten Gorontalo.

Penelitian ini berfokus di RSUD Dr. M. M Dunda Limboto dan dilaksanakan dari bulan November 2022 hingga Februari 2023. Populasi terdiri dari semua pasien yang menjalani pemeriksaan USG Abdomen di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Dr.M.M Dunda Limboto. Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi, yaitu pasien yang menjalani USG Abdomen di Instalasi Radiologi RSUD Dr. M.M Dunda Limboto selama periode penelitian dan memiliki rekam medis yang lengkap. Sementara itu, pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap dikecualikan. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 85 pasien.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan saat penelitian berlangsung melalui lembar observasi yang mencatat variabel yang diteliti, termasuk umur dan keberadaan batu ginjal. Data sekunder, seperti data tekanan darah, diperoleh dari rekam medis RSUD Dr.M.M Duinda Limboto. Umur dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu dewasa (usia 20-60 tahun) dan lanjut usia (>60 tahun). Data tekanan darah dicatat dari rekam medis pasien yang menjalani USG Abdomen. Derajat hidronefrosis diklasifikasikan berdasarkan Society of Fetal Urology (SFU) grading system.

Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak statistik untuk menghasilkan hasil yang akurat. Tahap pengolahan data mencakup editing, coding, entry, dan data cleaning. Analisis data melibatkan analisis univariat untuk menggambarkan karakteristik faktor risiko kejadian hidronefrosis, seperti umur, tekanan darah, dan keberadaan batu ginjal. Analisis bivariat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara variabel independen (umur, tekanan darah, dan batu ginjal) dengan variabel dependen (hidronefrosis) menggunakan uji statistik chi-square. Signifikansi diukur dengan batas alpha (?) > 0,05, di mana nilai p-value <0,05 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel independen dan dependen. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik untuk menilai variabel yang paling berpengaruh dalam kasus ini, dengan melihat nilai p-value pada uji Wald. Penentuan signifikansi didasarkan pada nilai p-value ? ? (0,05).

HASIL

No Umur Frekuensi (n) Persentase (%)
1. 20-60 Tahun (Dewasa) 54 63,5
2. >60 Tahun (Lanjut Usia) 31 36,5
Jumlah 85 100,0
Table 1. Umur

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diamati bahwa kejadian hidronefrosis pada kelompok usia 20-60 tahun terdapat sebanyak 54 pasien (63,5%), sementara pada kelompok usia >60 tahun terdapat 31 pasien (36,5%).

No Tekanan Darah Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Normal 29 34,1
2. Pra Hipertensi 26 30,6
3. Hipertensi 30 35,3
Jumlah 85 100,0
Table 2. Tekanan Darah

Dalam tabel tersebut, terlihat bahwa kejadian hidronefrosis pada pasien dengan tekanan darah normal sebanyak 29 pasien (34,1%), pada pasien dengan pra-hipertensi sebanyak 26 pasien (30,6%), dan pada pasien dengan hipertensi sebanyak 39 pasien (45,9%).

No Batu Ginjal Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Tidak ada batu ginjal 47 55,3
2. Ada batu ginjal 38 44.7
Jumlah 85 100,0
Table 3. Batu Ginjal

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa kejadian hidronefrosis pada pasien yang tidak memiliki batu ginjal sejumlah 47 pasien (55,3%), sementara pasien yang memiliki batu ginjal sejumlah 38 pasien (44,7%).

No Tekanan Darah Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Ringan 0 0
2. Sedang 57 54,1
3 Berat 26 45,9
Jumlah 85 100,0
Table 4. Kejadian Hidronefrosis

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 57 pasien (54,1%) dengan tingkat hidronefrosis sedang, sementara 26 pasien (45,9%) mengalami tingkat hidronefrosis berat.

Umur Kejadian Hidronefrosis Jumlah p value
Ringan Sedang Berat
n % n % n % N %
20 – 60 Tahun (Dewasa) 0 0 42 77,8 12 22,2 54 100 0,006
> 60 Tahun (Lanjut Usia) 0 0 15 48,4 16 51,6 31 100
Total 0 0 57 67,1 28 32,9 85 100
Table 5. Analisis Hubungan Umur dengan Kejadian hidonefrosis Pada Pasien di RSUD Dr M.M Dunda Limboto

Tabel tersebut mengindikasikan bahwa dari total 85 pasien, mereka yang berusia antara 20 hingga 60 tahun memiliki tingkat hidronefrosis sedang sebanyak 42 pasien (77,8%) dan tingkat hidronefrosis berat sebanyak 12 pasien (22,2%). Sementara itu, pasien yang berusia lebih dari 60 tahun memiliki tingkat hidronefrosis sedang sebanyak 15 pasien (48,4%) dan tingkat hidronefrosis berat sebanyak 16 pasien (51,6%). Hasil ini menunjukkan bahwa pasien yang berusia lebih dari 60 tahun cenderung memiliki tingkat hidronefrosis berat lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang berusia antara 20 hingga 60 tahun.

Hasil dari analisis bivariat menggunakan uji chi-square pada faktor usia menunjukkan nilai p-value sebesar 0,006 (< 0,05), yang berarti terdapat hubungan yang signifikan dan bermakna antara usia dengan kejadian hidronefrosis di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto, Kabupaten Gorontalo.

Tekanan Darah Kejadian Hidronefrosis Jumlah p value
Ringan Sedang Berat
n % n % n % N %
Normal 0 0 24 82,8 5 17,2 29 100 0,027
Pra Hipertensi 0 0 18 69,2 8 30,8 26
Hipertensi 0 0 15 50,0 15 50,0 30 100
Total 0 0 57 67,1 28 32,9 85 100
Table 6. Analisis Hubungan Tekanan Darah dengan Kejadian hidonefrosis Pada Pasien di RSUD Dr M.M Dunda Limboto

Tabel tersebut menggambarkan bahwa dari 85 pasien, yang memiliki tekanan darah dalam kategori normal memiliki tingkat hidronefrosis sedang sebanyak 24 pasien (82,8%) dan tingkat hidronefrosis berat sebanyak 5 pasien (17,2%). Sementara pasien dengan tekanan darah dalam kategori pra hipertensi memiliki tingkat hidronefrosis sedang sebanyak 18 pasien (69,2%) dan tingkat hidronefrosis berat sebanyak 8 pasien (30,8%). Selanjutnya, pasien dengan tekanan darah dalam kategori hipertensi memiliki tingkat hidronefrosis sedang sebanyak 15 pasien (50,0%) dan tingkat hidronefrosis berat sebanyak 15 pasien (50,0%). Hasil ini menunjukkan bahwa pasien dengan tekanan darah dalam kategori hipertensi memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami tingkat hidronefrosis berat dibandingkan dengan pasien yang memiliki tekanan darah dalam kategori normal dan pra hipertensi.

Hasil dari analisis bivariat dengan uji chi-square pada faktor tekanan darah menunjukkan nilai p-value sebesar 0,027 (< 0,05), yang mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan bermakna antara tekanan darah dengan kejadian hidronefrosis di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto, Kabupaten Gorontalo.

Batu Ginjal Kejadian Hidronefrosis Jumlah p value
Ringan Sedang Berat
n % n % n % N %
Tidak ada batu ginjal 0 0 40 85,1 7 14.9 47 100 0,000
Ada batu ginjal 0 0 17 44,7 21 55,3 38 100
Total 0 0 57 67,1 28 32,9 85 100
Table 7. Analisis Hubungan Batu Ginjal dengan Kejadian hidonefrosis Pada Pasien di RSUD Dr M.M Dunda Limboto

Tabel tersebut menggambarkan bahwa dari 85 pasien, yang tidak memiliki batu ginjal memiliki tingkat hidronefrosis sedang sebanyak 40 pasien (85,1%) dan tingkat hidronefrosis berat sebanyak 7 pasien (14,9%). Sementara pasien yang memiliki batu ginjal memiliki tingkat hidronefrosis sedang sebanyak 17 pasien (44,7%) dan tingkat hidronefrosis berat sebanyak 21 pasien (55,3%). Hasil ini menunjukkan bahwa pasien yang memiliki batu ginjal memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami tingkat hidronefrosis berat dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki batu ginjal.

Hasil dari analisis bivariat dengan uji chi-square pada faktor batu ginjal menunjukkan nilai p-value sebesar 0,000 (< 0,05), yang mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan bermakna antara keberadaan batu ginjal dengan kejadian hidronefrosis di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto, Kabupaten Gorontalo.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubunga umur terhadap kejadian hidronefrosis pada pada pasien di RSUD Dr.M.M Dunda Limboto. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil analisis chi square diperoleh nilai ?-value sebesar 0,006 Hal ini dapat dilihat dari pasien dengan umur >60 tahun cenderung ditemukan dalam keadaan hidronefrosis berat yaitu 51,6% dibandingkan pasien dengan umur 20-60 tahun

Menurut Thotakura et al, 2023 penyebab dan gambaran hidronefrosis bervariasi antar kelompok umur. Pada neonatus yang baru lahir dan anak-anak, kelainan struktural menjadi penyebab utamanya yaitu obstruksi pelvoureteral junction. Pada usia dewasa muda nefrolitiasis adalah penyebab tersering dan utama dari hidroureteronefrosis, sedangkanh hipertrofi dan neoplasma prostat, tumor panggul dan retroperitoneal, serta batu ginjal merupakan penyebab paling umum dari hidronefrosis pada sebagian besar lanjut usia.

Secara statistik data yang ditunjukkan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa pada usia 20-60 tahun pasien ditemukan dengan hidronefrosis sedang dan pada usia >60 tahun mengalami hidronefrosis berat. Berdasarkan identifikasi data yang diperoleh peneliti di tempat penelitian, mendapatkan saat usia dewasa penyebab hidronefrosis pasien yang ditemukan terbanyak adalah nephrolithiasis (batu ginjal), sedangkan pada lanjut usia pasien yang datang sudah dalam keadaan hidronefrosis berat dikarenakan oleh hipertropi prostat, sehingganya faktor nephrolithiasis dan hipertropi prostat ini menjadi salah satu factor yang berhubungan dengan kejadian hidronefrosis

Pranandari (2015) menyatakan bahwa secara klinik pasien usia > 60 tahun memiliki risiko 2,2 kali lebih besar mengalami penyakit ginjal kronik dibandingkan dengan pasien usia < 60 tahun. Hal ini dikarekana bahwa dengan pertambahan usia, maka yang terjadi adalah semakin berkurangnya fungsi ginjal, penurunan kecepatan ekskresi glomerulus dan memburuknya fungsi tubulus. Seiring pertambahan usia, penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil merupakan proses normal namun tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan keluhan karena masih dalam batas-batas wajar yang dapat ditoleransi ginjal dan tubuh. Namun, apabila dibarengi dengan ditemukannya beberapa faktor risiko dapat menyebabkan kelainan dimana penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat atau progresif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari ringan sampai berat, yang berakhir dengan penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan tekanan darah terhadap kejadian hidronefrosis pada pada pasien di RSUD Dr.M.M Dunda Limboto. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil analisis chi square diperoleh nilai ?-valuesebesar = 0,027 (< 0,05)  artinya terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara tekanan darah dengan kejadian hidronefrosis. Pasien dengan hipertensi cenderung memiliki hidronefrosis berat dibandingkan pasien yang hanya memiliki tekanan darah normal dan prahipertensi.

Berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2017, hipertensi menjadi penyebab dari 45% kasus gagal ginjal. Hipertensi dapat membuat kerusakan pada pembuluh darah ginjal atau nefron. Ketika itu terjadi, filtrasi ginjal juga ikut terganggu dan rusak serta lama-kelamaan ini akan mengganggu fungsi ginjal. Terganggunya fungsi ginjal ini akan berisiko pada terbentuknya batu ginjal, terbentuknya batu ginjal akan menhyebabakan obstruksi yang lama kelamaan akan menyebabkan hidronefrosis.

Penelitian oleh Chalisey (2013) telah melaporkan adanya keterkaitan hipertensi sekunder yang diakibatkan oleh hidronefrosis. Hal tersebut disebabkan oleh peranan tubuloglomerular feedback (TGF) dan aksis renin-angiotensin-aldosterone (RAA). Peningkatan aktivitas  aksis RAA dan TGF melepaskan adenosine, angiotensin II yang menyebakan efek vasokonstriktor sistemik dan retensi air dan garam intrarenal. Ameur dkk (2020) melaporkan bahwa hidronefrosis bilateral dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan gagal ginjal akibat produksi renin yang berlebih dan retensi urin kronis.

Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien memiliki tekanan darah hipertensi disertai batu saluran kemih. Hal ini dikarenakan kurang patuhnya pasien terhadap terapi obat anti hipertensi sehingga rata-rata pasien ditemui dalam keadaan tekanan darah yang tidak terkontrol (hipertensi) yang jangka panjangnya dapat menyebabkan pengapuran ginjaldengan hasil akhir berupa penumpukan batu ginjal, begitupun sebaliknya batu saluran kemih disertai hipertensi yang bila dibiarkan terus menurus akan menyebabkan obstruksi yang berlangsung lama menyebabkan hidronefrosis hingga penyakit ginjal kronik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan batu ginjal terhadap kejadian hidronefrosis pada pada pasien di RSUD Dr.M.M Dunda Limboto. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil analisis chi square diperoleh nilai ?-value sebesar = 0,000 (< 0,05)  artinya terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara batu ginjal dengan kejadian hidronefrosis. Pasien dengan batu ginjal cenderung memiliki hidronefrosis berat dibandingkan pasien yang tidak ada batu ginjal.

Batu ginjal adalah batu saluran kemih yang pembentukannya di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu yang paling sering terjadi. Pembentukan batu saluran kemih ini diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Batu ginjal atau kalkulus adalah batu yang terdapat di saluran kemih, batu yang sering dijumpai tersusun dari kristal-kristal kalsium. Batu ginjal atau kalkulus adalah bentuk deposit mineral, paling umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca, namun asam urat dan kristal juga pembentuk batu dalam saluran kemih, batu ini umumnya ditemukan pada pelvis dan kaliks ginjal (Hasanah, 2016).

Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar pasien yang tidak memliki batu ginjal mengalami hidronefrosis yaitu sejumlah 47 pasien dibandingkan dengan pasien yang memiliki batu ginjal yaitu sebanyak 38 pasien, kemungkinan penyebab dari hidronefrosis yang terjadi pada 47 pasien tersebut, ditemukan selain batu ginjal. Namun dari 38 pasien yang dengan batu ginjal, 21 pasien sudah dalam keadaan hidronefrosis berat. Apabila dikaitkan antara batu ginjal dengan hidronefrosis, terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara batu ginjal dengan kejadian hidronefrosis dimana pasien yang memiliki batu ginjal cenderung memiliki hidronefrosis berat dibandingkan pasien yang tidak memiliki batu ginjal.  Peneliti berasumsi bahwa pasien yang datang berobat rata-rata memiliki batu ginjal dengan keadaan hidronefrosis berat, artinya bahwa obstruksi yang ditimbulkan oleh batu ginjal sudah cukup lama perlangsungannya, sehingga  kemungkinan sudah menimbulkan komplikasi ke penyakit ginjal kronik.

Temuan ini sesuai dengan penelitian oleh Tondok dkk (2014) yang melaporkan bahwa komplikasi yang paling sering terjadi akibat penyakit batu ginjal adalah hidronefrosis, yaitu sebanyak 24 penderita (68,6%), sedangkan 11 penderita (31,4%) tidak terdapat komplikasi. Hidronefrosis dapat disebabkan karena obstruksi akibat batu yang terletak di pelvis (pielum), sedangkan batu di kaliks dapat menimbulkan kaliektasi. Alshoabi dkk (2021) menyatakan bahwakalkulus atau batu ginjal menjadi penyebab utama hidronefrosis, sebesar 54.1%.

Penelitian Ilma dkk (2017) menyatakan bahwa pasien dengan riwayat batu ginjal berisiko 132,2 kali lebih besar untuk terjadinya penyakit ginjal kronik dibandingkan yang  tidak  memiliki  riwayat  batu  ginjal.  Penelitian  ini  sejalan dengan  hasil  penelitian W. Shang, et al (2017) yang membuktikan bahwa terdapat hubungan antara riwayat penyakit batu ginjal dengan kejadian penyakit ginjal kronik (RR=1,47; 95% CI=1,23-1,76). Obstruksi yang  diakibatkan oleh batu saluran  kemih (batu ginjal) dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratubular yang diikuti oleh vasokonstriksi pembuluh darah hingga mengakibatkan iskemik pada ginjal. Iskemik pada waktu yang lama dapat menyebabkan glomeruloskerosis, atrofi tubulus dan fibrosis intertisial. Obstruksi komplit pada ginjal selama 24 jam akan mengakibatkan kehilangan fungsi nefron secara permanen sebanyak 15%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kejadian hidronefrosis di RSUD Dr. M. M Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo sebanyak 57 orang (54,1%) dengan hidronefrosis sedang dan sebanyak 26 orang (45,9%) dengan hidronefrosis berat. Mayoritas pasien memiliki karakteristik umur 20-60 tahun (63,5%), tekanan darah hipertensi (35,3%) dan memiliki batu ginjal (55.3%). Ditemukan hubungan umur (p-value 0,006), tekanan darah (p-value 0,027) dan batu ginjal (p-value 0,000) terhadiap keijadian hidronefrosis pada pasien. Sebagai saran dan rekomendasi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan dalam penatalaksaan dan perawatan lanjutan pada pasien-pasien dengan hidronefrosis yang ditemukan pada saat pemeriksaan ultrasonografi, sehingga dapat menghindari obstruksi yang permanen yang pada akhirnya dapat berlanjut ke gagal ginjal permanen.

PERNYATAAN

Ucapan terima kasih disampaikan kepada dr. Alaludin Lapananda, Sp.PD selaku Direktur RSUD Dr. M. M Duinda Limboto dan seluruh civitas hospitalia yang telah mengizinkan saya dalam melakukan penelitian di RSUD Dr .M. M Duinda Limboto.

DAFTAR PUSTAKA

Alshoabi, S.A., Alhamodi, D.S., Alhammadi, M.A. and Alshamrani, A.F. 2021. Etiology of Hydronephrosis in adults and children: Ultrasonographic Assessment in 233 patients. Pakistan Journal of Medical Sciences, 37(5), p.1326.

Ameur, A., Zarzur, J., Jira, H., Touiti, D., el Alami, M. and Abbar, M. 2020, May. Hydronephrosis arterial hypertension. Report of 4 cases. In Annales D'urologie (Vol. 36, No. 3, pp. 157-161).

Chalisey, A. and Karim, M.2013. Hypertension and hydronephrosis: rapid resolution of high blood pressure following relief of bilateral ureteric obstruction. Journal of general internal medicine, 28, pp.478-481.

Hasanah, U. 2016. Mengenal Penyakit Batu Ginjal. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 14(28), 76–85. https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/4698/4129

Ilma Arifa, Azam M, Woro K, 2017. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik pada Penderita Hipertensi Di Indonesia, https://10.30597/mkmi.v13i4.3155

Kementerian Kesehatan, R.I. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Tersedia di http://hukor.kemkes.go.id.

Patel, K., & Batura, D. 2020b. An overview of hydronephrosis in adults. British Journal of Hospital Medicine, 81(1), 1–8.https://doi.org/10.12968/hmed.2019.0274

Pranandari, R., & Supadmi, W. 2015. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis RSUD RSUD WATES KULON PROGO In Tahun (Vol. 11, Issue 2)

Shang W, Li Yuanyuan, Ren Y, Yang Yi, Li H, Dong J, 2017. Nephrolithiasis and risk of hypertension: a meta-analysis of observational studies. https://10.1186/s12882-017-0762-8

Tondok, M.E.B., Monoarfa, A. and Limpeleh, H., Angka kejadian batu ginjal di RSUP Prof.Dr.dr. Kandou Manado periode januari 2010-desember 2012. Universitas Sam Ratulangi Manado. 2014; 2: 1-7. Schmidt G.

Thotakura R, Anjum F. 2023. Hydronephrosis and Hydroureter. In: StatPearls . Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563217/

Tummalapalli, S. L., Zech, J. R., Cho, H. J., & Goetz, C. 2021. Risk stratification for hydronephrosis in the evaluation of acute kidney injury: A cross-sectional analysis. BMJ Open, 11(8), 1–7. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2020-046761

Ucar, A. K., & Kurugoglu, S. 2020. Urinary Ultrasound and Other Imaging for Ureteropelvic Junction Type Hydronephrosis (UPJHN). Frontiers in Pediatrics, 8(September), 1–16. https://doi.org/10.3389/fped.2020.00546

Yang, Y. R., Chen, S. J., Yen, P. Y., Huang, C. P., Chiu, L. T., Lin, W. C., Chen, H. Y., Chen, Y. H., & Chen, W. C. 2021. Hydronephrosis in patients with cervical cancer is an indicator of poor outcome: A nationwide population-based retrospective cohort study. Medicine, 100(6), e24182. https://doi.org/10.1097/MD.0000000000024182

Published

2023-10-05

How to Cite

Dakio, F., Kadir, S., & Kasim, V. N. A. (2023). Analisis Faktor Determinan Kejadian Hidronefrosis Di RSUD Dr.M.M Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1111. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1111

Issue

Section

Original Research

Citation Check