Implementasi Kebijakan Intervensi Gizi Sensitif dalam Penanganan Stunting di Kabupaten Gorontalo

Authors

  • Yusnan Pakaya Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia
  • Sunarto Kadir Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia
  • Vivien Novarina A Kasim Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia

Keywords:

Stunting, Konvergensi, Intervensi gizi

Abstract

The results of the 2021 Gorontalo Regency situation analysis of 30 focus villages in 2022, Pelehu Village, Bilato District has the highest prevalence, namely 30.38%, while Hutadaa Village, Telaga Jaya District occupies the lowest position, namely 0% and if you look The approach taken by the researcher is qualitative, namely based on post-positivism philosophy to research situations and conditions of natural objects (the researcher is the key instrument). The results of the research carried out obtained 4 main themes/topics, namely: 1) Communication in the Implementation of Sensitive Nutrition Intervention Policies in Handling Stunting in Gorontalo Regency; 2) Resources in implementing sensitive nutrition intervention policies in handling stunting in Gorontalo district; 3) Disposition in implementing sensitive nutrition intervention policies in handling stunting in Gorontalo district; and 4) Organizational structure in implementing sensitive nutrition intervention policies in handling stunting in Gorontalo district. The conclusion of the research results shows that there are still problems found so that the implementation of sensitive nutrition intervention policies in handling stunting in Gorontalo Regency is still not optimal enough. This can be seen from the low coverage of sensitive nutrition intervention services, interventions that are not yet fully targeted and intervention activities that are not yet fully integrated.

PENDAHULUAN

Kebijakan pemerintah yang sifatnya prioritas diarahkan dan didorong pada kondisi yang terkonvengen. Pelibatan semua pihak menjadi hal yang mutlak baik secara nasional, daerah bahkan sampai ke tingkat desa. Salah satu yang menjadi konsen yaitu permasalahan stunting yang intervensinya harus secara konvergen karena stunting memberikan pengaruh cukup besar terhadap tingkat derajat kesehatan masyarakat saat ini dan dimasa depan. Tingkat kecerdasan yang rendah berkontribusi menjadi ancaman dalam bonus demografi. Olehnya, diperlukan komitmen bersama yang kuat untuk menurunkan stunting secara komprehensif dengan demikian akan terwujud harapan bersama dimana angka prevalensi stunting secara nasional berada pada angka 14% pada tahun 2024 serta pencapaian target Indonesia Emas 2045 (BKKBN, 2021).

Stunting adalah masalah yang disebabkan oleh asupan gizi yang tidak memadai dalam jangka panjang yang menyebabkan masalah di kemudian hari, kondisi ini mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah usia 5 tahun akibat kekurangan gizi kronis, sehingga menjadi terlalu pendek untuk usianya serta perkembangan fisik dan kognitif yang menjadi sulit (Kadir, 2021). Stunting juga disebabkan oleh keadaaan sosial, perekonomian, status gizi bumil, kesakitan dan kurangnya asupan gizi pada bayi.  Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting diatas batas toleransi yaitu 20 % atau seperlima jumlah balita, angka tersebut ditetapkan oleh WHO (Wahyuni et al., 2019).

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 prevalensi stunting nasional yaitu sebesar 24,4 %, Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 29% terjadi penurunan sebesar 5,9% dibandingkan tahun 2019 berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) yaitu sebesar 34,89%, namun kondisi ini lebih tinggi dari angka nasional. Berdasarkan data SSGI tahun 2021, prevalensi stunting Kabupaten Gorontalo berada pada angka 28,3% yang berada pada posisi lebih tinggi dari nasional yaitu sebesar 24,4% (Kemenkes RI, 2021).

Berdasarkan hasil analisis situasi Kabupaten Gorontalo Tahun 2021 terhadap 30 Desa lokus tahun 2022, Desa Pelehu Kecamatan Bilato menempati prevalensi tertinggi yaitu 30,38 %, sedangkan Desa Hutadaa Kecamatan Telaga Jaya menempati posisi terendah yaitu 0 % dan jika melihat hasil laporan petugas puskesmas yang dilaporkan setiap bulan secara elektonik, pada bulan Agustus 2021 terhadap 205 desa dan kelurahan, tertinggi yaitu di Desa Pelehu Kecamatan Bilato pada angka tertinggi yaitu 30,65% dan terendah di Desa Hutadaa Kecamatan Kecamatan Telaga Jaya sebesar 0 %.

Kabupaten Gorontalo menjadi lokus stunting sejak tahun 2018 sebagaimana tertuang dalam Buku Ringkasan Stunting 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) dengan 10 (sepuluh) desa lokus (TNP2K RI, 2017) dan sejak tahun 2019 pemerintah pusat memberi kewenangan kepada daerah dalam menetapkan lokus prioritas berdasarkan hasil analisis situasi. Pada tahun 2021 sebanyak 60 desa lokus tetapkan melalui Surat Keputusan  Bupati Gorontalo Nomor 468/28/VII/2020 yang tersebar di 15 (lima belas) kecamatan.

Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 42 Tahun 2013 pada pasal 6 ayat 6 dan 7 dilakukan melalui kegiatan intervensi gizi spesifik dan sensitif. Intervensi gizi sensitif dilaksanakan oleh stakeholder selain kesehatan (Kemenkumham RI, 2013). Stunting selain disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan faktor kesehatan, juga dipengaruhi oleh permasalah sosial, perekonomian yang dihadapi, seperti kualitas pendidikan dan tingkat pendapatan keluarga (Nisa, L, 2018).

Sektor kesehatan menangani intervensi gizi spesifik dengan indikator yaitu cakupan ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan, cakupan ibu hamil memperoleh tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan, cakupan balita kurus yang mendapatkan makanan tambahan, cakupan kehadiran dan keaktifan di posyandu, cakupan Bumil-K4, cakupan anak umur 6-59 bulan yang diberikan Vitamin A, cakupan bayi 0-11 bulan telah di IDL, cakupan balita diare yang mendapatkan suplemen zinc, cakupan remaja putri memperoleh tablet tambah daerah, cakupan layanan kepada ibu nifas, cakupan kelas ibu hamil, cakupan keluarga yang mengikuti kegiatan pembinaan keluarga balita.

Adapun layanan gizi sensitif di luar sektor kesehatan dengan indikator layanan intervensi yaitu rumah tangga yang menggunakan sumber air minum layak, cakupan RT yang menggunakan sanitasi layak, cakupan orang tua yang mengikuti kelas parenting, cakupan anak usia 2-6 tahun sebagai peserta didik PAUD, cakupan RT peserta JKN/Jamkesda, cakupan penerima manfaat memperoleh Family Development Sesion gizi dan Kesehatan, jumlah keluarga 1.000_HPK kategori_miskin sebagai sasaran BPNT, desa mengaplikasikan KRPL.

Kebijakan intervensi gizi sensitif dilaksanakan dengan melibatkan multisektor dalam rangka mengurangi stunting yang memberikan kontribusi sebesar 70% (Lailia, 2021). Bentuk intervensi yaitu intervensi terhadap lingkungan berupa penyediaan air bersih dan sarana sanitasi, akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan pemahaman, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak serta peningkatan akses pangan bergizi (Kemen PPN/ Bappenas, 2018).

”environmental influences during early development, such as poor nutrition, increase chronic disease_risk_later_in_life” (Leroy et al.,2019). Pengaruh lingkungan selama perkembangan awal, seperti gizi buruk, meningkatkan risiko penyakit kronis di kemudian hari.

Upaya lain dalam pencegahan stunting  adalah adanya Kader Pembangunan Manusia (KPM) di setiap desa yang mensosialisasikan kebijakan konvergensi pencegahan stunting, pendataan sasaran RT 1.000 HPK, mengkoordinasikan pelayanan pencegahan dan penanganan stunting (bidan desa, ahli gizi, guru PAUD dan perangkat desa), menggerakan dan mendorong masyarakat untuk berpasrtisipasi secara aktif dalam kegiatan pembangunan, mendorong masyarakat dalam mengartikulasikan kebutuhan, identifikasi permasalahan serta pengembangan kapasitas agar dapat menghadapi persoalan yang dihadapi secara efektif.

Upaya pencegahan stunting melalui pemberdayaan KPM dapat memaksimalkan intervensi yang telah digalakkan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam rangka ikut memantau asupan gizi, kemudahan mengakses layanan serta terbangunnya tanggungjawab_bersama atas kondisi stunting yang ada didesa (Ramadhan et al.,2021).

Untuk mengatasi stunting pemerintah nasional menetapkan 5 (lima) pilar yaitu pilar 1 komitmen dan visi kepemimpinan, pilar 2 kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku, pilar 3 konvergensi,_koordinasi, dan konsolidasi program antar level baik pusat dan daerah, pilar 4 ketahanan pangan dan gizi serta pilar 5 yaitu pemantauan dan evaluasi. Pada pilar 3 menekankan aksi yang terintegrasi yang harus dilakukan oleh pemerintah baik tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota sampai dengan di tingkat desa dalam upaya penerapan kebijakan intervensi gizi spesifik dan sensitif.

Konvergensi adalah kegiatan terpadu yang saling berhubungan antar program dan kegiatan baik yang kegiatan fisik maupun pemberdayaan masyarakat. Sinergitas menjadi keharusan antara berbagai level baik pusat dan daerah sehingganya diperlukan kebijakan strategis dan program yang bersifat afirmatif atau menguatkan sebagai upaya dalam percepatan penanganan stunting (Picauly, 2021). Rendahnya kualitas kerjasama serta pengintegrasian oleh pemerintahan terletak pada sisi implementasinya, sedangkan untuk model kebijakan sudah cukup memadai (Afandi et al.,2022).

Upaya pencegahan stunting dilaksanakan sejak perencanaan yang ditekankan pada penajaman kegiatan serta penganggaran yang berbasis data dan informasi faktual melalui analisis situasi awal. Analisis situasi dilakukan sejak awal untuk mengetahui keadaan stunting serta penyebab utama di wilayah kabupaten yang kemudian diinternaliasikan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Renja dan RKA OPD, termasuk didalamnya mendorong penggunaan dana desa serta fasilitasi dan mobilisasi Kader Pembangunan Manusia.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya terkait intervensi gizi spesifik dan sensitif yang dilakukan secara konvergen yang difokuskan pada dukungan anggaran, pengembangan inovasi serta memperluas jejaring kerja sama yang  berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 2,18% di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah (Gani, 2020).

Tahap selanjutnya yaitu implementasi dimana intervensi diharapkan menyasar sasaran berdasarkan hasil analisis situasi dan rencana kerja yang ditetapkan. Di sisi lain, monitoring dan evaluasi sangat penting untuk menngetahui capaian program yang dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan yang hasilnya dapat dijadikan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memahami pelaksanaan upaya pencegahan stunting dan menginformasikan tahapan perencanaan dan penganggaran selanjutnya.

Pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran yang cukup strategis dalam upaya percepatan penurunan stunting yaitu (TNP2K RI, 2018) yaitu merumuskan kebijakan wilayah termasuk ditingkat kecamatan dan desa dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian akselerasi; mensosialisasikan kebijakan; mencanangkan penguatan komitmen bersama yang dilakukan dengan konsisten dan berkelanjutan; peningkatan kapasitas dan kompetensi perangkat daerah kabupaten/kota dan aparat desa; membentuk sistem manajemen data yang baik; memaksimalkan koordinasi antar Kemeterian/Lembaga, provinsi, kabupaten, desa serta stakeholder lainnya; menyelenggarakan rembuk stunting tahunan yang melibatkan seluruh pihak serta memastikan hasil rembuk stunting menjadi bagian dari perencanaan kegiatan serta termuat dalam dokumen perencanaan daerah.

Peran stakeholder di luar sektor kesehatan dalam mengimplementasikan kebijakan intervensi gizi sensitif diperlukan untuk mengakselerasi percepatan penurunan stunting (Iqbal et al., 2021). Beragamnya pihak yang ikut terlibat yang maka dibutuhkan upaya untuk melakukan identifikasi dan analisis terkait fungsi dan peran masing-masing, karena penyebab terhambatnya terhambatnya pelaksanaan pencegahan stunting di Indonesia salah satunya adalah belum optimalnya pelaksanaan koordinasi diantara lembaga pemerintah (Febrian et al., 2021).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu bahwa kerjasama lintas sektor pencegahan stunting yang dilakukan melalui melalui tatap muka dalam membangun kepercayaan, komitmen serta pemahaman bersama dalam memecahkan masalah publik dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan stunting (Herlianti, 2022).

Secara komprehensif, peran lintas sektor diharapkan dapat ikut serta mendukung terpenuhinya  sumber daya untuk melakukan intervensi gizi sensitif, mulai dari tahapan perencanaan yang tepat, penganggaran yang memadai, kemampuan sumber daya manusia, dukungan logistik, kemitraan baik di tingkat daerah sampai dengan desa. (Muslimah et al., 2022).

Pemilihan lokasi penelitian mempertimbangkan bahwa Kabupaten Gorontalo merupakan kabupaten tertua di Provinsi Gorontalo, jumlah penduduk terbanyak yaitu 391.397 jiwa dan merupakan kabupaten terluas yang mencapai ± 1.846,40 KM2 dengan jumlah sasaran balita sebanyak ± 29,527. Berdasarkan hasil analisis situasi Kabupaten Gorontalo Tahun 2021, desa dengan prevalensi tertinggi yaitu Desa Buhu 30,65 % dan yang terendah yaitu Desa Hutadaa dengan prevalensi stunting sebesar 0%.

Berdasarkan observasi awal, permasalahan yang ditemukan yaitu stunting masih dianggap hanya tanggung jawab sektor kesehatan semata, program dan kegiatan masih berjalan sendiri-sendiri, lokasi intervensi belum sepenuhnya menyasar lokus stunting, hal ini disebabkan setiap OPD memiliki sasaran yang ditetapkan sendiri yang berbeda dengan lokus stunting, sebagai contoh masih terdapat sasaran yang belum memiliki kartu BPJS sehingga menghambat akses terhadap layanan kesehatan dan gizi, sasaran yang belum termasuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial sehingga menyulitkan akses untuk memperoleh bantuan dari pemerintah baik itu bantuan penyediaan air bersih, sanitasi, bantuan pangan non tunai, bantuan langsung tunai.

Belum meratanya informasi tentang penanganan stunting kepada pengelola OPD dan perangkat desa yang mengakibatkan kurang optimalnya anggaran dan terbatasnya inovasi dalam penanganan stunting.

Dari segi anggaran, Kabupaten Gorontalo di Tahun 2021 mengalokasikan anggaran mendukung intervensi gizi sensitif yaitu sebesar Rp. 45,533,863,198,-, anggaran tertinggi yaitu pada Dinas Pekerjaan Umum yang mencapai 39,86% atau Rp. 19,745,490,918,- dan yang terendah pada Dinas Perikanan Dan Kelautan yaitu sebesar Rp. 39.751.186 atau sebesar 0,08%. Jumlah tersebut jika dipersentasikan terhadap total APBD Kab. Gorontalo Tahun 2021 yang berjumlah Rp. 1.811.819.904.596,- maka hanya sebesar 2,73%, selain itu alokasi Dana Desa ditahun 2021 untuk kegiatan penanganan stunting sebesar Rp. 33.903.539.692  atau 16,01% dari total Rp. 211.803.144.000, jumlah ini masih perlu ditingkatkan untuk memaksimalkan upaya penurunan stunting di tingkat desa.

Dengan adanya intervensi yang terkonvergen diharapkan agar implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dapat dilaksanakan secara bersama–sama sehingga lebih tepat sasaran, terjadinya koordinasi disemua tingkatan, sumberdaya dimobilisasi dan dimanfaatkan secara maksimal, peningkatan kapasitas dan kualitas penyelenggara program serta meningkatnya kesadaran masyarakat  tentang pentingnya pencegahan stunting.

Berdasarkan hal–hal yang dijelaskan diatas, implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting yang terkonvergensi sangat mutlak untuk dilaksanakan. Berdasarkan teori Edward III, terdapat 4 (empat) indikator yang dapat digunakan sebagai alat dalam proses implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur organisasi (Syarif, 2016). Merujuk kepada penelitian sebelumnya terkait implementasi, adanya komunikasi yang efektif, sumberdaya yang memadai, sikap yang menunjukan komitmen serta struktur organisasi yang representatif memberikan dampak positf dalam penanganan stunting (Mulawarman, 2021).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait “Implementasi Kebijakan Intervensi Gizi Sensitif Dalam Penanganan Stunting di Kabupaten Gorontalo”.

METODE

Pendekatan yang dilakukan oleh peneliti adalah kualitatif yaitu mendasarkan kepada filsafat post positivisme untuk meneliti pada situasi dan kondisi objek yang alamiah (peneliti adalah instrumen kunci).

Desain penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, menerangkan, menjelaskan serta menjawab secara lebih terperinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin individu, kelompok atau suatu kejadian dilakukan dengan mengumpulkan dokumentasi yang berhubungan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

Untuk lebih simultannya prosedur pelaksanaan penelitian ini maka ditetapkan bagan penelitian sebagai berikut:

Figure 1. Bagan Penelitian

Kehadiran peneliti selain sebagai pengumpul data juga bertindak sebagai instrument penelitian. Peneliti sebagai key instrument berusaha untuk mengungkapkan bagaimana proses implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo.

Sebelum melakukan pengambilan data peneliti telah mengutarakan maksud kedatangan peneliti yang didahului dengan surat penelitian yang dikeluarkan dari pimpinan Program Pasca Sarjana UNG, setelah itu peneliti datang ke lapangan dan mencari informasi yang diperlukan seperti menemui key informan. Peneliti kemudian melakukan pendekatan lebih dekat terhadap informan lain dan situs penelitian untuk pengambilan data selanjutnya karena dalam hal ini peneliti menjadi instrumen penting dalam penelitian kualitatif.

Data terdiri dari dua jenis, yaitu_primer_dan_sekunder. Data primer diperoleh_secara_langsung melalui observasi dan wawancara, sedangkan data sekunder adalah dokumen pelaksanaan aksi konvergensi penurunan stunting Tahun 2022, profil Kabupaten Gorontalo Tahun 2022, Renja OPD Kabupaten Gorontalo Tahun 2022.

Sumber data primer dalam penelitan ini adalah Kepala Bidang Pemerintahan daan Pembangunan Manusia Bappeda Kabupaten Gorontalo selaku penanggung jawab program penanganan stunting.

Penetapan sampel dilakukan dengan teknik Non probability Sampling (bukan secara acak) yaitu pengambilan sampel yang tidak memberikan kesempatan atau peluang yang sama bagi setiap anggota populasi atau setiap unsur untuk dipilih menjadi sebuah sampel.

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan menggunakan prinsip kesesuaian dan kecukupan dalam pemilihan informan yaitu sesuai kebutuhan dan ketika sudah cukup jumlah data dan sudah menggambarkan kondisi yang dibutuhkan (Firmansyah et al, 2022).

Informan dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling dengan memanfaatkan informan lain untuk melengkapi informasi yang didapatkan dari  informan sebelumnya. Sampling_snowball, identifikasi sejak awal dimulai dari seseorang atau kasus yang termasuk didalam kriteria penelitian. Kemudian berdasarkan hubungan secara langsung maupun secara tidak langsung dalam suatu jejaring, dapat diperoleh responden berikutnya atau sampel selanjutnya. Demikian seterusnya tahapan ini berjalan sampai diperoleh informasi yang cukup dan jumlah sampel yang memenuhi syarat serta akurat untuk dapat dianalisis serta pengambilan kesimpulan penelitian (Nurdiani, 2014).

Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Informan Kunci dan Informan Pendukung. Informan kunci adalah Kepala Bidang PPM. Sedangkan informan pendukung terdiri dari ; 1) Fungsional Perencana Ahli Muda; 2) Kepala Badan; 3) Kabid Pemberdayaan Masyarakat; 4) Kabid Perikanan Tangkap; 5) Kasubag Perencanaan dan Keuangan Perkim; 6) Pelaksana ; 7) Kabid Pengelolaan Informasi Adminduk; 8) Kabid PAUD; 9) Sekretaris Desa; 10) Masyarakat Desa Tenggela; 11) Masyarakat Desa Buhu.

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen adalah peneliti dengan melakukan pengumpulan data dengan 3 teknik yakni 1) interview, 2) observasi, serta 3) analisis dokumen (Fadli, 2021). Interview dilakukan untuk mencatat opini, perasaan, emosi dan hal lain berkaitan dengan individu yang ada dalam organisasi. Observasi atau pengamatan dilaksanakan observasi secara langsung perilaku perorangan dan interaksi dalam ruang lingkup penelitian, sehingga peneliti harus terlibat secara langsung dalam aktifitas sehari-sehari subyek yang diteliti. Dokumen yang dianalisis adalah dokumen pelaksanaan aksi konvergensi penurunan stunting Kabupaten Gorontalo Tahun 2022.

Analisis data bersifat induktif atau kualitatif  dimana kegiatannya berlangsung dari fakta-fakta ke teori. Tujuan yaitu untuk menghindari manipulasi data, sehingga pada awalnya harus berdasarkan data baru yang disesuaikan dengan teori serta hasil penelitian kualitatif yang lebih menekankan makna daripada generalisasi (Fadli, 2021). Aktivitas yang dilakukan dalam proses analisis data yaitu 1) Reduksi data, 2) Penyajian data, dan 3) Penarikan kesimpulan. Reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini, penulis melakukan seleksi data yang berkaitan dengan topik penelitian dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi. Dalam penelitian ini, penyajian data yang dilakukan adalah dalam beberapa bentuk_tabel_dan_grafik yang sebagiannya telah diolah berdasarkan pada hasil reduksi data. Sedangkan, simpulan adalah bagian akhir dari sebuah proses analisis data yang melihat hasil reduksi data yang tetap mengacu pada rumusan masalah serta tujuan yang telah ditetapkan dan hendak dicapai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanganan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu yaitu intervensi gizi sensitif. Pengalaman secara global menunjukkan bahwa pelaksanaan intervensi yang terpadu yang menyasar kelompok prioritas merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak, dan pencegahan stunting dilokasi prioritas. Upaya penanganan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen yaitu keterpaduan proses perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi program/kegiatan secara lintas sektor untuk memastikan ketersediaan layanan intervensi gizi sensitif kepada kelompok sasaran prioritas atau dengan kata lain  konvergensi didefinisikan sebagai sebuah pendekatan intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama pada target sasaran wilayah geografis dan keluarga prioritas untuk mencegah stunting. Penyelenggaraan intervensi secara konvergen dilakukan dengan menggabungkan atau mengintegrasikan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan bersama.

Secara umum, berbagai tindakan ataupun aktivitas yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo dalam implementasi kebijakan penanganan stunting sesuai dengan apa yang disampaikan edward III yang merumuskan implementasi diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (Syarif, 2016). Perumusan tersebut mengandung makna bahwa implementasi merupakan sebuah tindakan nyata yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan secara bersama-sama, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan sebagaimana tindakan yang dilakukan dalam impementasi kebijakan dapat berupa tindakan yang bernilai positif ataupun negatif. Namun yang menjadi fokus adalah tindakan-tindakan tersebut haruslah merupakan tindakan yang berimplikasi ataupun tindakan yang dapat memberikan dampak secara langsung bagi pihak yang menjadi target dari suatu kebijakan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi di Bappeda Kabupaten Gorontalo, terlihat masih terdapat permasalahan yang ditemukan sehingga implementasi kebijakan  intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo masih belum cukup optimal. Untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting, maka perlu menggunakan teori implementasi yang dirumuskan oleh Edward III yang terdiri dari komunikasi yang yang dideksripsikan dengan transmisi, kejelasan dan konsistensi; sumberdaya yang dideskripsikan melalui staff, anggaran, kewenangan, fasilitas; disposisi yang dideskiripsikan dengan pengangkatan dan insentif; dan struktur birokrasi yang didekskripsikan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan fragmentasi (Syarif, 2016).

Komunikasi Dalam Implementasi Kebijakan Intervensi Gizi Sensitif Dalam Penanganan Stunting

Sejauh manakah komunikasi dalam implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu (1) Transmisi yaitu penyaluran komunikasi yang dilakukan tidak hanya bagi implementor, tetapi juga untuk pihak-pihak yang menjadi target kebijakan baik secara langsung maupun tidak langsung, (2) Kejelasan yaitu jelasnya informasi yang diterima oleh implementor, pesan juga harus memiliki maksud, tema dan tujuan yang sama antara komunikator dan komunikan dan tidak bermakna ganda dan tidak bermakna ganda, (3) Konsistensi yaitu perintah yang ditujukan harus konsisten dan jelas serta tidak berubah-ubah agar dapat segera diterapkan dengan cepat dan untuk lebih jelasnya dimensi komunikasi dalam implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo sebagai berikut :

Transmisi

Transmisi adalah tahapan yang krusial, karena melalui tahapan ini kita dapat mengetahui perkembangan sebuah kebijakan yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo telah tersampaikan kepada pihak pelaksana dan pihak yang menjadi target kebijakan. Transmisi informasi sudah cukup baik dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Gorontalo kepada pihak terkait melalui kelompok kerja penanganan stunting yang beranggotakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, kelompok ini sebagai wadah untuk berkomunikasi. Dengan adanya tim koordinasi dapat membantu proses penyelarasan dan pengitegrasiaan rencana kegiatan intervensi yang ada dimasing-masing sektor. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Permanasari, et all (2020) yang menyatakan bahwa koordinasi di tingkat kabupaten menggunakan forum komunikasi yang ada, seperti Tim Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi atau lainnya yang dinilai cukup efektif dalam mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi penurunan stunting yang terintegrasi di tingkat kabupaten.

Transmisi informasi kepada kelompok dilakukan melalui kegiatan analisis situasi, kegiatan penyusunan rencana kerja, kegiatan rembuk stunting, kegiatan manajemen data, kegiatan pengukuran dan publikasi stunting serta kegiatan reviu kinerja tahunan sehingga meningkatnya pengetahuan dan pemahaman pelaksana terhadap tugas, fungsi serta peran dalam implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maulana, et all (2022), yang menyatakan bahwa penyaluran informasi dapat terwujud melalui aksi yang terintegrasi yaitu kegiatan analisis situasi, kegiatan penyusunan rencana kegiatan, rembuk stunting, sistem manajemen data, pengukuran dan publikasi data stunting, hingga review kinerja tahunan. Dalam pedoman pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi di Kabupaten/Kota (Kemen PPN/ Bappenas, 2018) juga menyatakan bahwa komunikasi harus secara optimal dilaksanakan menggunakan instrument yang ada seperti kegiatan analisis situasi, penyusunan rencana kerja, rembuk stunting, pertemuan manajemen data dan kegiatan reviu kinerja tahunan yang bertujuan untuk memastikan terintegrasinya pelaksanaan intervensi penanganan stunting serta melihat sejauh mana perkembangan implementasi kebijakan  intervensi gizi sensitif. Sejalan dengan yang tertuang dalam Pedoman Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku dalam Percepatan Pencegahan Stunting (Kemenkes RI, 2018) yang menyatakan bahwa penyaluran informasi dapat dilakukan melalui forum pertemuan rembuk stunting dan sebagainya.

Dalam penyaluran informasi Pemerintah Kabupaten Gorontalo juga memanfaatkan kegiatan-kegiatan reguler yang dilaksanakan oleh OPD seperti pembahasan anggaran, evaluasi serta memanfaatkan website pemda, media massa  dan  menggunakan media telepon dan aplikasi Whatsapp. Terkait dengan strategi transmisi informasi, Allyreza et all (2023) dalam penelitiannya menyatakan bahwa strategi penyampaian infomasi dapat  melalui berbagai macam kombinasi cara sehingga pesan yang disampaikan mudah diterima dan dipahami serta dapat mengubah sikap atau perilaku sesuai dengan tujuan komunikasi. Hal ini juga ditegaskan dalam Pedoman Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku dalam Percepatan Pencegahan Stunting oleh Kemenkes RI (2018), yang menyatakan bahwa penyaluran informasi yang efektif dapat dilakukan secara langsung melalui forum pertemuan, pertemuan koalisi, sosialisasi, edukasi kelompok besar hingga kecil, rapat koordinasi, dan sebagainya serta melalui media massa, serta media informasi website yang dimiliki oleh pemerintah.

Kebijakan intervensi gizi sensitif juga disampaikan kepada masyarakat dengan melibatkan Kader Pembangunan Manusia melalui kegiatan rutin yang ada didesa. Hal ini memberikan dampak positif terhadap rangkaian transmisi serta meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya penanganan stunting serta akibat–akibat yang akan ditimbulkan. Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2020) yang menyatakan bahwa pelibatan secara aktif oleh masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya konvergensi yang telah direncanakan. Adanya kegiatan-kegiatan komunikasi menjadi tempat dalam menyusun perencanaan dan mengevaluasi program/kegiatan secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Allyreza, et all (2023) menyatakan bahwa upaya untuk merubah perilaku masyarakat melalui komunikasi menjadi sangat penting karena perilaku individu terbentuk dari proses konstruksi sosial yang implikasinya kepada individu dan lingkungan.

Terkait dengan pelibatan kader dalam hal penyaluran informasi Allyreza, et all (2023) menyatakan bahwa partisipasi kader sangat berpengaruh terhadap munculnya tindakan yang lebih komunikatif berdasarkan karakteristik masyarakat. Penerimaan yang tidak optimal terhadap suatu program atau kebijakan menyebabkan munculnya rasa ketidakpercayaan terhadap sebuah kebijakan. Oleh karena itu, sangat penting sekali bagaimana kader untuk selalu meningkatkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga program-program penurunan stunting dapat tercapai.

Kejelasan

Informasi adalah suatu bentuk komunikasi dari pengetahuan (knowledge), karenanya merupakan prasyarat dalam usaha manusia yang ingin mencapai kemajuan. Selain itu diketahui, informasi adalah keterangan berupa pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan. Informasi dapat berupa data dan fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format.

Bappeda Kabupaten Gorontalo telah menyampaikan informasi dengan cukup jelas yang merujuk kepada Perpres 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Perbaikan Gizi, pedoman pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi, Juknis Pelaksanaan Aksi Konvergensi serta regulasi yang dikeluarkan oleh daerah sebagai turunan dari regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Substansi yang disampaikan yaitu tentang tujuan, sasaran, strategi serta jenis kegiatan intervensi serta pembagian peran, tugas dan wewenang oleh OPD pelaksana. Hal ini memberikan dampak positif terhadap kualitas kebijakan implementasi yang lebih terarah, terukur dan terintegrasi antar pihak yang terlibat didalammnya baik pada tahap perencanaan, pelaksanaa maupun pemantauan dan evaluasi kebijakan.

Menurut Cutlip, et all, (2000:424) menyatakan bahwa dalam mengoptimalkan komunikasi bahwa informasi merupakan pesan yang harus memuat secara jelas maksud, tema dan tujuan yang jelas dan sama antara pemberi informasi dan penerima informasi (Afizha, Kholik, 2021). Moekijat (1993:146) dalam Julianto, Carnarez (2021) menyatakan bahwa hal yang diperlukan untuk berlangsungnya komunikasi yang efektif adalah seperti, penerangan ringkas yang cukup dari penerima, penggunaan bahasa yang sesuai, kejelasan, serta penggunaan media yang tepat

Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ramdhani (2016) yang menyatakan bahwa syarat keberhasilan implementasi  kebijakan publik mengharuskan pelaksana mengetahui dengan secara jelas tujuan dan sasaran kebijakan yang diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga dapat meminimalisir kesenjangan antara rencana dan pelaksanaan kebijakan. Jika informasi yang disampaikan tentang tujuan dan sasaran suatu kebijakan kepada kelompok sasaran tidak cukup jelas akan memungkinkan terjadi penolakan dari kelompok sasaran.

Konsisten

Dalam melakukan komunikasi aspek konsistensi menjadi sangat penting, dimana komunikasi yang dilaksanakan secara berulang dan terus menerus akan memudahkan pengambil kebijakan dan pelaksana untuk merespon perkembangan yang sangat dinamis dilapangan baik terhadap permasalahan yang timbul yang membutuhkan solusi dan penanganan segera dan terintegrasi oleh banyak pihak serta meminimalisir kesimpangsiuran dan kesalahan dalam menterjemahkan kebijakan kedalam rencana kegiatan yang sifatnya lebih operasional.

Bapppeda telah melakukan komunikasi dalam mendukung implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif namun belum sepenuhnya secara konsisten, hal ini disebabkan oleh minimnya alokasi anggaran untuk melaksanakan kegiatan  koordinasi secara kontinyu dan terintegrasi. Komunikasi yang tidak konsisten dan terintegrasi mengakibatkan informasi sebaran stunting yang tidak memadai, minimnya informasi cakupan layanan intervensi, rendahnya kualitas identifikasi kebutuhan dan ketersediaan program, pelaksanaan program yang berjalan sendiri-sendiri serta belum tepatnya solusi. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Waliyudin, et all (2022) yang menyatakan bahwa kurangnya komunikasi sering kali menyebabkan penyebaran informasi yang tidak merata dan adanya misunderstanding sehingga menghambat percepatan penurunan dan pencegahan stunting. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Tampubolon (2020) yang menunjukan belum ditemukan adanya komunikasi dan koordinasi lintas sektor yang optimal dan konsisten sehingga program dan kegiatan yang ada berjalan masing-masing sehingga hasilnya kurang optimal. Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Hermawati, Sastrawan (2020) yang menyatakan bahwa minimnya komunikasi dan koordinasi menyebabkan masih rendahnya cakupan layanan intervensi, program kegiatan yang tidak bisa di lakukan secara terpadu karena jadwal pelaksanaan yang belum terintegrasi.

Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Daming et all, (2021), menyatakan bahwa adanya konsistensi komunikasi dari level atas sampai ke bawah akan meminimalisir penafsiran yang berbeda, pentingnya informasi yang tepat dan akurat terkait mekanisme dan aturan implementasi sebuah kebijakan tersampaikan kepada orang yang tepat.

Dalam menjalankan komunikasi yang efektif juga perlu mendapatkan dukungan alokasi anggaran yang memadai, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurahmah et all, (2020), dimana dalam penelitiannya menyatakan bahwa ketersediaan alokasi anggaran sangat penting untuk mendukung berbagai bentuk aktifitas komunikasi agar informasi benar-benar tersampaikan dan dapat dipahami oleh pelaksana dan masyarakat.

Komunikasi mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik, dimana komunikasi yang tidak baik dapat menimbulkan pengaruh buruk bagi pelaksanaan kebijakan. Dimensi komunikasi yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik diantaranya: transmisi, konsistensi, dan kejelasan (Winarno, 2012).

Sumber daya dalam implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting

Aspek yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif di Kabupaten Gorontalo yaitu sumber daya, karena jika sumberdaya tidak memadai maka akan mempengaruhi kualitas pelaksanaan kebijakan dan menjadikan sebuah kebijakan menjadi tidak efektif dan efisien. Sumberdaya dapat di bagi menjadi 4 (empat) deskriptor yaitu (1) Staff, dimana kompetensi staff dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap keberhasilan sebuah kebijakan, (2) anggaran, dimana anggaran digunakan untuk membiayai kegiatan dan fasilitas yang dibutuhkan, (3) wewenang, dimana wewenang merupakan otoritas pihak untuk mengambil keputusan dan melaksanakan kebijakan,  (4) fasilitas, fasilitas dimaksudkan dapat berupa sarana, prasarana yang digunakan pelaksana untuk mendukung pencapaian tujuan kebijakan. Untuk lebih jelasnya sumberdaya dalam implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo sebagai berikut :

Staf

Dukungan pelaksana sebagai implementor dalam sebuah kebijakan sangat penting, baik dari sisi jumlah maupun kualitas. Kebijakan memerlukan pelibatan semua pihak terkait karena membutuhkan penanganan yang komprehensif dan terintegrasi. Jumlah dan kapasitas dari pelaksana sangat mempengaruhi kualitas kebijakan yang dilaksanakan, karena sebuah kebijakan yang gagal sering diakibatkan oleh minimnya ketersediaan dan kemampuan pelaksana yang kurang kurang berkompeten.

Pemerintah Kabupaten Gorontalo telah menyediakan sumberdaya manusia dari tingkat pimpinan sampai dengan pelaksana melalui kelompok kerja penanganan stunting yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang relevan dengan tugas pokok dan fungsi dimasing–masing OPD, hal ini memberikan dampak positif terhadap koordinasi yang berjenjang terstruktur dari tingkat atas sampai bawah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ngaisah, Nurochim (2019) yang menyatakan bahwa dengan adanya pembentukan kelompok kerja penanganan stunting yang terdiri dari OPD sebagai anggota yang dikoordinir oleh Bappeda, maka OPD-OPD tersebut bekerja berdasarkan rencana aksi yang disusun bersama dan mengimplementasikan rencana aksi tersebut sesuai dengan kapasitas dan tupoksi yang dimiliki masing-masing anggota. Syamsuadi, et all (2023) juga dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam mewujudkan sinergitas pelaksanaan kegiatan penanganan stunting, dibutuhkan kolaborasi yang interaktif serta kerjasama oleh seluruh stakeholder dalam tim  percepatan penanggulangan stunting secara serius.

Sejalan dengan Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi yang dikeluarkan oleh Kemen PPN/ Bappenas, (2018) menyatakan bahwa daerah perlu menunjuk dan menetapkan tim koordinasi yang dinilai efektif untuk mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi oleh semua pihak di tingkat kabupaten/kota.

Namun ketersediaan staf ini belum sepenuhnya didukung oleh kompetensi yang memadai, hal ini disebabkan minimnya kegiatan bimbingan teknis dan sosialisasi yang mengakibatkan belum merata pengetahuan dan pengalaman tentang penanganan stunting, hal ini terlihat dari  minimnya informasi cakupan layanan intervensi, data penerima layanan intervensi, identifikasi kebutuhan program dan kegiatan serta identifikasi permasalahan dan penemuan solusi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rodiyah, et all (2021) menyatakan bahwa bimbingan teknis yang ditujukan menjadi media bagi pelaksana program untuk belajar menemukenali dan mengatasi permasalahan selama melaksanakan pekerjaannya agar produktivitas kerjanya meningkat. Menurut Fajarwati (2019) menyatakan bahwa pengembangan kapasitas melalui pelatihan atau bimbingan teknis itu dapat mencakup pengembangan pengetahuan, ketrampilan, potensi, kepribadian, modal, dan etos kerja dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi. Salim, et all (2017) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pengembangan kapasitas SDM melalui bimbingan teknis penting dilaksanakan, untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan sesuai jabatan, tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur pemerintah dapat berkembang.

Terkait dukungan SDM yang memadai, Shauma, Purbaningrum (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa implementasi kebijakan percepatan pencegahan stunting tidak akan berjalan secara optimal jika didukung oleh sumber daya manusia yang kurang baik dari segi kulitas para pelaksana khususnya yang berada di tingkat bawah.

Sejalan dengan hasil penelitian Tampubolon (2020) menyatakan bahwa masih rendahnya sumber daya manusia di daerah dalam melakukan analisis permasalahan, menentukan faktor determinan terjadinya stunting mengakibatkan penyusunan perencanaan belum berdasarkan problem solving dari data riil sehingga program dan kegiatan yang disusun mengikuti program tahun lalu saja dan berjalan sebagai business as usual yang berarti kurang adanya inovasi dalam pelaksanaan program.

Sejalan dengan hasil penelitian Indriyani, et all (2023) juga menyatakan bahwa kualitas sumber daya menitikberatkan kepada kompetensi, kontribusi, profesionalisme dan kemampuan individu, sedangkan aspek kuantitas ditekankan kepada jumlah pelaksana yang memadai untuk mencapai tujuan. Keberadaan Sumber daya menjadi faktor sangat penting untuk mencapai keberhasilan implementasi karena dengan sumber daya yang mumpuni dan memadai maka rencana kerja akan berjalan dengan baik. Hal ini juga disampaikan oleh Syarif (2016) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa sumberdaya yang utama dalam melaksanakan kebijakan adalah pelaksana kebijakan, komposisi pelaksana haruslah cukup memadai dan bersesuaian dengan kebutuhan dan memiliki kemampuan dan pemahaman yang komprehensif terhadap kebijakan yang akan dilaksanakan. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari, et all (2018) menyatakan bahwa sumber daya manusia yang tidak mencukupi, membuat pelaksanaan program penurunan stunting ini tidak berjalan dengan maksimal.

Anggaran

Ketersediaan alokasi anggaran menjadi relevan dan penting dan mutlak dalam lingkungan pemerintah daerah. Hal ini penting karena anggaran berdampak terhadap akuntabilitas pemerintah yang berkaitan dengan fungsi pemerintah dalam pemberian layanan kepada masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Gorontalo sudah mengalokasikan anggaran serta rencana kegiatan namun belum cukup optimal dan memadai yang disebabkan oleh kemampuan keuangan daerah yang terbatas sehingga tidak seluruh rencana kegiatan intervensi dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hasil penelitian ini juga menguatkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adipta (2014) yang menyatakan bahwa tingkat kemampuan keuangan daerah yang berada dalam kategori kecil maka daerah belum sepenuhnya mampu untuk melaksanakan dan membiayai kebijakan daerah. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri, et all (2020) menyatakan bahwa kepastian ketersediaan alokasi anggaran atas suatu aktifitas sangat penting memastikan berjalannya sebuah kebijakan, tanpa dukungan anggaran yang memadai, sebuah kebijakan sulit untuk berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Idris (2013) yang menyatakan bahwa ketersediaan anggaran dalam pelayanan, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kinerja pelayanan aparatur, oleh karena itu seluruh dimensi ketersediaan anggaran yang ada, harus terus menerus ditingkatkan lagi.

Permasalahan anggaran yang ditemukan yaitu adanya alokasi anggaran yang tidak dilengkapi dengan informasi sasaran dan lokus penerima layanan intervensi sehingga anggaran terkesan tidak fokus, terarah berdasarkan analisis situasi. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fauziah, et all (2016) yang menyatakan bahwa kejelasan dan spesifikasi sasaran memberikan dampak positif yang baik terhadap komitmen dan pencapaian tujuan, anggaran yang didukung oleh informasi sasaran anggaran dan kegiatan yang terperinci dan jelas akan lebih produktif jika dibandingkan dengan yang tidak didukung oleh informasi sasaran secara terperinci. Fauziah, et all (2016) mengemukakan bahwa salah satu karateristik anggaran yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu kejelasan sasaran anggaran, hal ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja.

Kewenangan

Wewenang bisa dikatakan sebagai perwakilan untuk menyelesaikan tugas, secara luas dapat dimaknai di mana seseorang menerima tanggung jawab dari atasannya untuk menyelesaikan tugas tertentu yang didukung oleh otoritas untuk pengambilan keputusan. Wewenang harus harus diberikan kepada orang yang tepat dan memiliki reputasi baik. Sehingga tugas dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Pemerintah Kabupaten Gorontalo dalam mengimplementasikan kebijakan berdasarkan kewenangan yang dimiliki yaitu terkait perencanaan dan penganggaran, penyediaan layanan, koordinasi, evaluasi dan pembinaan dan pengawasan dengan merujuk pada regulasi dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah kepada OPD sampai ketingkat desa, namun hal ini belum optimal. Hal ini disebabkan dalam regulasi tentang penangan stunting serta regulasi tentang kelompok kerja yang dikeluarkan oleh daerah belum mengatur secara detil dan jelas  tugas pokok dan fungsi OPD serta mengatur hubungan antar kewenangan dimiliki oleh OPD yang cukup menghambat jika tidak dikomunikasikan secara baik, misalkan kewenangan OPD untuk menyediakan informasi cakupan layanan intervensi, data sasaran intervensi dengan nama dan alamat yang jelas.  Sejalan dengan hasil penetian yang dilakukan oleh Nastia, Nulhaqim, (2022) yang menyatakan bahwa pembuat kebijakan harus memastikan beban tugas yang diamanatkan kepada OPD harus sesuai dengan tugas, fungsi, kewenangan dan kapasitasnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, (2021) juga menyatakan bahwa kewenangan adalah pemberian otoritas atau melegitimasi para pelaksana dalam menjalankan sebuah kebijakan,  jika wewenang nihil atau tidak ada maka mengganggu rangkaian proses implementasi kebijakan. Pentingnya kewenangan dalam melaksanakan sebuah kebijakan juga dinyatakan oleh Hakim, (2011) yang menyatakan tanpa adanya landasan dalam menjalankan kewenangan yang dikuatkan oleh sebuah regulasi yang berlaku, maka aparat pemerintah selaku pelaksana itu tidak akan memiliki kapasitas yang dapat mempengaruhi atau mengubah kondisi masyarakatnya.  Lelo, et all, (2016) menyatakan bahwa pentingnya pelimpahan dan pendelegasian wewenang untuk mendorong percepatan pelaksanaan sebuah kebijakan. Bentuk kebijakan mempengaruhi kualitas pelaksanaan kewenangan disetiap tingkatan berdasarkan struktur dan fungsi yang dimilikinya.

Fasilitas

Berdasarkan wawancara, obervasi yang dilakukan oleh peneliti, pada aspek fasilitas ditemukan bahwa Pemerintah Kabupaten Gorontalo telah berupaya menyediakan fasilitas untuk mendukung kebijakan intervensi gizi sensitif dengan menggunakan fasilitas yang sebelumnya sudah ada, namun belum memadai karena katerbatasan anggaran untuk penyediaan, para pelaksana masih menggunakan fasilitas yang tersedia untuk menyelesaikan beberapa tanggung jawab untuk mendukung kelancaran administrasi sehingga solusi untuk mengatasinya yaitu masih berbagipakai fasilitas yang ada dengan program lainnya bahkan menggunakan milik pribadi.

Sejalan dengan hasil penelitian Irianto, (2017) menyatakan bahwa secara umum sarana dan prasarana kerja adalah alat pendukung keberhasilan kebijakan dalam suatu proses upaya pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan. Sarana dan parasaran adalah fasilitas pendukung berupa benda yang secara langsung dapat digunakan untuk memudahkan pelaksanaan proses kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang diharapkan sesuai dengan rencana. Afandi, Warjio, (2015) menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanan kebijakan ditunjang oleh dukungan sumberdaya berupa fasilitas pendukung yang memadai.

Ketersediaan anggaran merupakan faktor penting dalam mendukung pelaksanaan sebuah kebijakan, karena anggaran merupakan alat yang digunakan dalam menterjemahkan kebijakan dalam bentuk program dan kegiatan, mendukung operasional serta penyediaan fasilitas pendukung serta membiayai hal–hal lain yang sekiranya mendukung pelaksanaan kebijakan yang lebih efektif, efisien, terukur, terarah berdasakan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Disposisi dalam implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting

Pengangkatan

Tingkat keberhasilan dari sebuah kebijakan bergantung pada bagaimana kondisi watak dan karakteristik yang dipunyai oleh pelaksana kebijakan. Disposisi merupakan bagian penting yang ikut mempengaruhi pelaksanaan sebuah kebijakan, apabila memiliki disposisi yang cukup baik maka akan dapat mengimplementasikan kebijakan dengan maksimal. Maka dari itu pemilihan dan penetapan personil pelaksana kebijakan  harus dilaksanakan dengan seleksi yang baik agar menghasilkan personil yang memiliki komitmen yang baik.

Pemerintah Kabupatan Gorontalo untuk menguatkan komitmen bersama telah membentuk kelompok kerja penanganan stunting yang bertugas dalam penanganan stunting yang tugas pokok dan fungsi berdasarkan kewenangan yang dimilikinya, hal ini disebabkan minimnya kegiatan peningkatan kapasitas pelaksana yang mengakibatkan belum merata pengetahuan dan pengalaman tentang penanganan stunting. Hal ini terlihat dari masih adanya sikap yang cenderung belum mencerminkan keberpihakan dalam melaksanakan kebijakan intervensi gizi sensitif yang mengesankan ego sektoral yang masih cukup kuat. sehingga mempengaruhi komitmen dalam mendukung implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting. Dalam penelitiannya, Kasmini, et all, (2017) menyatakan bahwa pengetahuan pelaksana memiliki pengaruh pada komitmen dan kinerja, dimana sumber daya manusia sangat berperan dalam menjalankan kegiatan suatu organisasi. Permanasari, et all (2020) menyatakan bahwa tantangan dalam implementasi konvergensi ialah masih adanya ego sektoral pada masing-masing OPD karena masih belum optimalnya sosialisasi sehingga banyak yang belum memahami secara menyeluruh mengenai program pencegahan stunting.

Komitmen sangat dibutuhkan dalam mensukseskan sebuah kebijakan, hal ini juga ditegaskan oleh Marsidi, et all (2007)  yang menyatakan bahwa komitmen yang kuat akan lebih mudah untuk menumbuhkan inovasi dan kreativitas, di mana yang bersangkutan akan berkontribusi terhadap organisasi dengan berupaya yang lebih tinggi.

Insentif

Berdasarkan wawancara, obervasi yang dilakukan oleh peneliti, pada aspek insentif ditemukan bahwa pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo telah mengatur tentang pemberian insentif bagi masyarakat dan institusi yang peduli dan terlibat dalam penanganan stunting yang diatur melalui Peraturan Bupati Nomor 2 tahun  2019 tentang penanganan stunting, namun belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena keterbatasan anggaran. Adapun insentif ini hanya dapat diterapkan kepada pihak internal pemerintah daerah melalui pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai untuk mendukung produktifitas dan kinerja aparat, namun tidak dikhususkan bagi keberhasilan dalam mendukung implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adipta (2014) yang menyatakan bahwa tingkat kemampuan keuangan daerah yang berada dalam kategori kecil maka daerah belum sepenuhnya mampu untuk melaksanakan dan membiayai kebijakan daerah. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri, et all (2020) menyatakan bahwa kepastian ketersediaan alokasi anggaran atas suatu aktifitas sangat penting memastikan berjalannya sebuah kebijakan, tanpa dukungan anggaran yang memadai, sebuah kebijakan sulit untuk berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Pemberian insentif memberikan pengaruh cukup besar terhadap kinerja, sebagaimana dinyatakan oleh Almaududi, et all (2021) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa insentif ini merupakan mekanisme yang dipergunakan sebagai pendukung untuk menciptakan prinsip adil dalam pemberian kompensasi, dengan adanya pemberian insentif yang tepat serta cara kerja yang baik sehingga ke depannya kinerja dapat berjalan sesuai tujuan yang telah disepakati.  Hal ini juga dikuatkan oleh peneliti Yuliyanti, et all (2008) yang menyampaikan bahwa pemberian insentif dapat meningkatkan semangat dalam mencapai kinerja yang baik dan berkontribusi terhadap kinerja yang besar, sehingga setiap pihak yang ikut terlibat termotivasi untuk dapat memberikan kontribusi yang lebih maksimal dalam mencapai tujuannya. Insentif merupakan bentuk penghargaan langsung yang dikaitkan dengan kinerja akibat peningkatan produktivitas kinerja.

Sumber daya pelaksana merupakan hal penting dalam sebuah pelaksanaan kebijakan, hal ini terkait penyediaan tenaga, bakat, kreativitas serta semangat sebagai roda penggerak utama pada suatu organisasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan fasilitasi insentif sebagai pendorong semangat. Untuk memotivasi pelaksana dalam mencapai kinerja dan tujuan yang baik harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan insentif dan motivasi bagi pelaksana kebijakan

Struktur organisasi dalam implementasi kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting

Standar Operasional Prosedur

Berdasarkan wawancara dan obervasi yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo dalam hal perencanaan kegiatan, penyediaan layanan, pemantauan secara terpadu serta evaluasi merujuk pada regulasi tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, pedoman pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota serta regulasi tentang kelompok kerja penangan stunting. Namun belum optimal berjalan, karena regulasi yang ada belum dilengkapi dengan standar operasional prosedur yang lebih spesifik, jelas dan mengikat yang menjadi panduan OPD dalam menjalankan aktifitas dan memenuhi tanggung jawab dalam konteks intervensi gizi sensitif. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya data kependudukan calon penerima manfaat belum lengkap dan valid,  calon penerima layanan yang belum lolos verifikasi syarat teknis, masih ditemukannya juga kondisi inclusion error dan exclusion error penerima manfaat layanan intervensi, serta masih adanya daerah lokus intervensi yang belum sepenuhnya tersentuh program intervensi  karena perbedaan penetapan daerah lokus oleh OPD teknis.

Terhadap fungsi dari sebuah standar operasional prosedur untuk mendukung implementasi kebijakan, juga dikuatkan oleh hasil penelitian sebelumnya oleh Supriyanto, et all (2021) yang menyatakan bahwa SOP memiliki fungsi untuk membentuk sistem kerja yang teratur, sistematis dan dapat dipertanggung jawabkan. Selain itu, SOP juga dapat menggambarkan bagaimana sebuah tugas diselenggarakan, bagaimana proses pekerjaan berlangsung,  memastikan proses yang konsisten dan sistematik serta menetapkan hubungan timbal balik antar pihak terkait. Hal ini sejalan dengan penelitian Suryana, et all (2021) yang menyatakan bahwa prinsip standar operasional prosedur setidaknya memenuhi unsur konsisten, komitmen bersama dari seluruh jajaran, dilakukan perbaikan untuk penyempurnaan, mengikat antar pelaksana serta melibatkan semua pihak yang memiliki peran yang berbeda.

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah sebuah tahapan atau rangkaian aktivitas atau agenda rutin sehingga memungkinkan pelaksana kebijakan menjalankan tugas berdasarkan standar yang dibentuk dalam mengimplementasikan kebijakan. Dalam melaksanakan kebijakan penanganan stunting sudah ada pedoman pelaksanaannya secara jelas yang dikelurkan oleh pemerintah pusat.

Fragmentasi

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dan observasi ditemukan bahwa pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo dalam penyebaran tugas dan tanggung jawab mengacu pada pada tugas pokok dan fungsi yang dimiliki dan dijalankan OPD dan juga didukung oleh regulasi yang mengatur tentang kelompok kerja penanganan stunting tingkat kabupaten, namun belum optimal berjalan karena regulasi tersebut hanya mengatur struktur kelompok kerja tetapi belum dilengkapi dengan uraian tugas yang jelas dan terperinci dan spesifik dan lebih operasional yang menjadi panduan OPD dalam menjalankan aktifitas dan memenuhi tanggung jawab dalam konteks intervensi gizi sensitif. Hal ini, tentunya akan berakibat pelaksanaan tupoksi yang tumpang tindih dan bias bahkan terjadi kekosongan aktifitas.

Sejalan dengan hasil penelitian Fitria, et all (2017) menyatakan bahwa penyebaran tugas dan tanggung jawab ini dilakukan secara internal dan eksternal yang melibatkan banyak pihak yang bertujuan mengoptimalkan fungsi, tugas-tugas, tanggung jawab, wewenang, kondisi kerja, dan aspek-aspek pekerjaan tertentu lainnya sehingga akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran, dan efektivitas rencana kerja. Suatu pekerjaan yang didelegasikan ke orang dan tempat yang tepat maka akan menghasilan sesuatu yang tepat sesuai dengan apa yang di harapkan. Sebaliknya jika pendelegasian kewenangan tidak bersesuaian, maka akan memberikan sebuah dampak yang kurang baik dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan.

Pembagian tugas kepada organisasi atau badan pelaksana kebijakan memerlukan koordinasi. Menurut Winarno, semakin besar koordinasi yang diperlukan maka semakin kemungkinan keberhasilan kebijakan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Diastuti yang menyatakan bahwa pembagian tugas dan koordinasi antar pelaksana yang tumpah tindih akan menyebabkan proses implementasi menjadi kurang efektif.

PENUTUP

Berdasarkan keseluruhan uraian di atas dan mengacu pada permasalahan penelitian ini, dapat disimpulkan 4 topik yang menjadi fokus pembahasan, yaitu :

  1. Komunikasi dalam implementasi intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo sudah dilaksanakan namun belum cukup maksimal. Hal ini ditandai dengan belum optimalnya pelaksanaan komunikasi secara konsisten sehingga menyebabkan masih rendahnya cakupan layanan intervensi gizi sensitif yang terintegrasi.
  2. Sumberdaya dalam implementasi intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo sudah baik, tapi belum cukup optimal. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya pengetahuan dan pengalaman, minimnya alokasi anggaran untuk mendukung kebijakan intervensi gizi sensitif mengakibatkan masih rendahnya cakupan layanan intervensi.
  3. Disposisi atau sikap dalam implementasi intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo menunjukkan sudah baik, namun masih perlu dimaksimalkan. Hal ini terlihat dari masih rendahnya komitmen yang disebabkan masih terbatasnya kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas dan pengetahuan pelaksana kebijakan. Serta masih minimnya pemberian insentif kepada stakaholder yang terlibat dalam mendukung implementasi  kebijakan intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting belum dapat dilaksanakan secara optimal.
  4. Struktur organisasi dalam implementasi intervensi gizi sensitif dalam penanganan stunting di Kabupaten Gorontalo sudah cukup baik, namun masih belum cukup optimal. Hal ini terlihat dari belum memadainya dukungan regulasi daerah tentang standar operasional prosedur yang memuat tentang tugas pokok dan fungsi yang jelas dan mengika serta pendelegasian yang belum sepenuhnya berjenjang, sehingga menyebabkan terhambatnya identifikasi masalah dan penyelesaian masalah secara berjenjang dan terintegrasi.

DAFTAR RUJUKAN

Adipta, M. 2014. “Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Kabupaten Lombok Tengah NTB Tahun 2010-2013).” Jurnal Pendidikan … (3). https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPE/article/view/4445.

Afandi, M, N., Anomsari, E, T., Novira, A., dan Sudartini, S. 2022. “A Penta-Helix Approach to Collaborative Governance of Stunting Intervention in West Java Indonesia.” European Union Digital Library. http://dx.doi.org/10.4108/eai.15-9-2021.2315238.

Afizha, J., Kholik, A. 2021. “Penerapan Komunikasi Efektif 7c Dalam Pelayanan Informasi Publik Oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Jakarta II.” 3(3): 1–23. https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/jrmdk/article/download/13683/6687.

Ais, R. 2020. “Komunikasi Efektif Di Masa Pandemi Covid-19: Pencegahan Penyebaran Covid-19 Di Era 4.0 (KKN-DR).” Jurnal sosialisasi: 38–65.https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=nIQAEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA30&dq=komunikasi+efektif+masa+pandemi&ots=jpd9gnFamH&sig=DlnsGXTE_NOA2wjltmJ__9lk7rc.

Allyreza, R., Jumiati, I, E. 2023. “Strategi Komunikasi Kader Posyandu Sebagai Upaya Perubahan Perilaku Keluarga (Ibu) Dalam Penurunan Stunting Di Desa Ramaya Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang.” bantenese Jurnal Pengabdian Masyarakat 5: 1–14.

Almaududi, S., Syukri, M., Astuti, C, P. 2021. “Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Karyawan Pada Hotel Mexsicana Kota Jambi.” J-MAS (Jurnal Manajemen dan Sains) 6(1): 96.

BKKBN. 2021. “Panduan Pelaksanaan Pendampingan Keluarga Dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting Ditingkat Kelurahan/Desa.” https://stunting.go.id/?smd_process_download=1&download_id=7988.

Daming, M., Agustang, A., Idkhan, A, M., Rifdan. 2021. “Implementasi Kebijakan Makassar Recover Dalam Penanganan Covid-19 Di Kota Makassar.” JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) 5(4): 1475–81.

Fadli, M, R. 2021. “Memahami Desain Metode Penelitian Kualitatif.” Humanika.

Fajarwati, N. 2019. “Pengembangan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance.” Jurnal Wacana Kinerja: 22(2): 219–34. http://jwk.bandung.lan.go.id.

Fauziah., Junaidi, H., Yuliusman. 2016. “Pengaruh Ketetapan Skedul Anggaran Dan Karakteristik Tujuan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi.” Jurnal Akuntansi & Keuangan Unja: 73–86. https://mail.online-journal.unja.ac.id/jaku/article/view/4699.

Febrian, F., dan Yusran, R. 2021. “Koordinasi Dalam Implementasi Kebijakan Pencegahan Stunting Di Kota Padang.” Jurnal Manajemen dan Ilmu Administrasi Publik. https://doi.org/10.24036/jmiap.v3i1.214.

Firmansyah, D., dan Dede. 2022. “Teknik Pengambilan Sampel Umum Dalam Metodologi Penelitian Literature Review.” Jurnal Ilmiah Pendidikan Holistik. https://doi.org/10.55927/jiph.v1i2.937.

Fitri, S., Yusran, R. 2020. “Implementasi Kebijakan Rehabilitasi Pengguna Narkoba Pada Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatera Barat.” Journal of Civic Education 3(3): 231–42.

Fitria, j, Sawitri, H, S, R. 2017. “Pengaruh Reward, Insentif, Pembagian Tugas Dan Pengembangan Karier Pada Kepuasan Kerja Perawat Di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. r. Soeharso Surakarta.” Jurnal Manajemen dan Bisnis. https://journals.ums.ac.id/index.php/benefit/article/view/3144/2729.

Gani, A, A. 2020. Universitas Hasanuddin Makassar “Studi Operasional Penurunan Stunting Melalui Upaya Konvergensi Di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah.” http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/3074.

Hakim, L. 2011. “Kewenangan Organ Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan.” Jurnal Konstitusi 9(1): 47–60. http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/jk/article/view/302/297.

Herlianti, L. 2022. “Collaboration of Actors in the Network in Stunting Prevention Programs in Bulukumba District.” Instiute of Computer Science. https://doi.org/10.35335/enrichment.v12i2.487.

Hermawati., Sastrawan. 2020. “Analisis Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten Lombok Utara.” Jurnal Kesehatan Qamarul Huda 8(2): 48–54.

Hidayat, B, A., dan Erlyn, P. 2021. “Stunting and Poverty in Palembang City, Indonesia.” Randwick International of Social Science Journal. https://doi.org/10.47175/rissj.v2i2.218.

Idris, A. 2013. “Pengaruh Ketersediaan Anggaran Dan Jiwa Kewirausahaan Terhadap Kinerja Pelayanan Aparatur Skpd Di Kabupaten Aceh Utara.” Jurnal Kebangsaan 2(4): 28–36. https://www.neliti.com/publications/104050/pengaruh-ketersediaan-anggaran-dan-jiwa-kewirausahaan-terhadap-kinerja-pelayanan#cite.

Iqbal, M., dan Yusran, R. 2021. “Upaya Konvergensi Kebijakan Pencegahan Stunting Di Kota Padang.” Jurnal Manajemen dan Ilmu Administrasi Publik. https://doi.org/10.47175/rissj.v2i2.218.

Irianto, Y, N. “Pengaruh Ketersediaan Sarana Prasarana Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Fakfak.” Jurnal ekonomi peluang: 155–69. http://ojs.ukim.ac.id/index.php/peluang/article/view/349.

Julianto, B., Carnarez, T, Y, A. 2021. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Organisasi Professional?: Kepemimpinan, Komunikasi Efektif, Kinerja, Dan Efektivitas Organisasi (Suatu Kajian Studi Literature Review Ilmu Manajemen Terapan).” Jurnal Ilmu Manajemen Terapan 2(5): 676–91. https://doi.org/10.31933/jimt.v2i5.

Kadir, S. 2021. “Nutritional Needs of Fish To Prevent Stunting in Early Childhood.” Journal of Xi’an Shiyou University, Natural Science Edition. https://www.xisdxjxsu.asia/V17I9-36 .pdf.

Kasmini, N, A., Wirama, D, G., Wirakusuma, M, G. 2017. “Pengaruh Pendidikan, Kompetensi, Kompensasi, Motivasi, Dan Komitmen Organisasi Pada Kinerja Bendahara Sekolah Menengah Di Kabupaten Gianyar.” E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 1: 109–36. https://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:Di5-mdanRaAJ:scholar.google.com/+Pengaruh+Pendidikan+dan+Kompetensi+Terhadap+Komitmen+Organisasi+&hl=id&as_sdt=0,5.

Kemen PPN/ Bappenas. 2018. “Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten/ Kota.”

Kemenkes RI. 2023. “Buku Saku Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022.” Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan. https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/attachments/09fb5b8ccfdf088080f2521ff0b4374f.pdf.

Kemenkes RI. 2018. “Pedoman Strategi Komunikasi.”: 5–80. https://ayosehat.kemkes.go.id/pub/files/files82465strakom_pencegahan_stunting_20190318.pdf.

Kemenkes RI. 2021. “Hasil SSGI Tahun 2021 Tingkat Kabupaten_Kota.”

Kemenkes RI. 2020. “Permenkes RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak.”

Kemenkumham RI. 2013. “Perpres Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.”

Kementerian PPN/ Bappenas. 2018. “Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten/Kota.” Rencana Aksi Nasional dalam Rangka Penurunan Stunting: Rembuk Stunting (November): 1–51.

Kurniawan, R., Alexandri, M, B., dan Nurasa, H. 2018. “Implementasi Kebijakan Model Van Meter Dan Van Horn Di Indonesia.” Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Administrasi, Sosial, humaniora Dan Kebijakan Publik. https://doi.org/10.24198/responsive.v1i1.19098.

Kwami, C, S., Godfrey, S., Gavilan, H., Lakhanpaul, M., dan Parikh, P. 2019. “Water, Sanitation, and Hygiene: Linkages with Stunting in Rural Ethiopia.” International Journal of Environmental Research and Public Health. https://doi.10.3390/ijerph16203793.

Lailia, I., Kismartini., dan Rahman, A, Z. 2021. “Peran Stakeholders Dalam Implementasi Kebijakan Intervensi Gizi Sensitif Di Kota Semarang.” Journal Of Public Policy And Management Review. https://10.0.57.118/jppmr.v10i3.31228.

Lelo, L., Pandie, D, B, W., Tamunu, L. 2016. “Implementasi Kebijakan Pembangunan Kelembagaan Pemerintah Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah.” Jurnal Administrasi Publik 6(1): 1. http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1565949&val=4349&title=IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH Studi di Kota Kupang dan Kabupaten Sikka.

Leroy, J, L., dan Frongillo, E, A. 2019. “Perspective: What Does Stunting Really Mean? A Critical Review of the Evidence.” Advances in Nutrition. https://doi.org/10.1093/advances/nmy101.

Marsidi, A., Latip, H, A. 2007. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Pekerja Di Organisasi Awam.” Jurnal Kemanusiaan: 56–64. https://jurnalkemanusiaan.utm.my/index.php/kemanusiaan/article/view/176.

Maulana, I, N, H., Sholihah, Q., Wike. 2022. “Implementasi Kebijakan Intervensi Gizi Spesifik Sebagai Upaya Penanganan Stunting.” Jurnal Ilmiah Administrasi Publik 8(2): 136–44. https://doi.org/10.21776/ub.jiap.2022.008.02.1.

Mekarisce, A, A. 2020. “Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Pada Penelitian Kualitatif Di Bidang Kesehatan Masyarakat.” Jurnal ilmiah LKesehatan Masyarakat. https://doi.org/10.52022/jikm.v12i3.102.

Moser, A., dan Korstjens, I. 2018. “Series?: Practical Guidance to Qualitative Research.” European Journal of General Practice. https://doi.org/10.1080/13814788.2017.1375091.

Muslimah, R, H., dan Widjaja, G. 2022. “Kebijakan Dan Peran Lintas Sektor Pemerintah Dalam Penanggulangan Masalah Stunting Pada Anak Di Kota Bekasi.” Cross-border. http://journal.iaisambas.ac.id/index.php/Cross-Border/article/view/1076.

Ngaisah, S., Nurochim. 2019. “Pendampingan Analisis Situasi Daerah Tinggi Stunting.” Jurnal Masyarakat Mandiri 2(1): 71. https://doi.org/10.31764/jmm.v2i1.1345.

Nisa, L, S. 2018. “Kebijakan Penanggulangan Stunting Di Indonesia.” Jurnal Kebijakan Pembangunan. https://jkpjournal.com/index.php/menu/article/view/78.

Nurahmah., Arifin. 2020. “Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2017 Dilihat Dari Aspek Komunikasi Pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tabalong.” Japb 3(2014): 1016–30. http://jurnal.stiatabalong.ac.id/index.php/japb/article/view/316%0Ahttp://stiatabalong.ac.id/ojs3/index.php/JAPB/article/download/316/261.

Nurdiani, N. 2014. “Teknik Sampling Snowball Dalam Penelitian Lapangan.” Binus Journal Publishing. https://doi.org/10.21512/comtech.v5i2.2427.

Nurfauziah, R., Noorsyarifa, G, C., dan Irfan, M. 2021. “Peran Stakeholder Dalam Mengatasi Tumbuh Kembang Anak Di Masa Pandemi.” Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. https://doi.org/10.24198/jppm.v2i3.37990.

Nurva, L., Maharani, C. 2023. “Analisis Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Stunting?: Studi Kasus Di Kabupaten Brebes.” Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia 12(02): 74–83. https://doi.org/10.22146/jkki.81342.

Permanasari, Y., Permana, M., Pambudi, J., Rosha, B, C., Susilawati, M, D., Rahajeng, E., Triwinarto, A., dan Parasodjo, R, S. 2020. “Tantangan Implementasi Konvergensi Pada Program Pencegahan Stunting Di Kabupaten Prioritas.” Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. doi: https://doi.org/10.22435/mpk.v30i4.3586.

Permatasari, I, A. 2016. “Kebijakan Publik - Teori, Analisis, Implementasi Dan Evaluasi Kebijakan.” TheJournalish: Social and Government. http://thejournalish.com/ojs/index.php/thejournalish/index.

Perumal, N., Bassani, D, G., dan Roth, D, E. 2018. “Use and Misuse of Stunting as a Measure of Child Health.” Journal of Nutrition. https://doi.org/10.1093/jn/nxx064.

Perwiraningrum, D, A., Elisanti, A, D., Amareta, D, I., dan Wediharini, A. E. 2021. “Need Assessment of Stunted Children During Pandemic Covid-19 to Develop Nutrition Intervention Program in Jember District, East Java, Indonesia.” https://doi.org/10.2991/assehr.k.210101.036.

Picauly, I. 2021. “Pengaruh Pelaksanaan Aksi Konvergensi Stunting Terhadap Cakupan Program Intervensi Gizi Sensitif Di Propinsi Ntt.” Jurnal Pangan, Gizi Dan Kesehatan. https://doi.org/10.51556/ejpazih.v10i2.156.

Purba, R, O. 2020. “Analisis Implementasi Program Intervensi Gizi Spesifik Dan Intervensi Gizi Sensitif Dalam Penurunan Angka Kejadian Stunting Pada Balita Di Kab Langkat Tahun 2018.” Universitas Sumatra Utara. http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/29349.

Purba, R, O., Siagian, A., dan Aulia, D. 2020. “The Analysis of Implementation of Specific and Sensitive Nutritional Intervention Programs in Reducing Stunting Toddler in Langkat District 2018.” Budapest International Research and Critics Institute-Journal. https://doi.org/10.33258/birci.v3i3.1220.

Rahmawati, T., dan Harahap, H. 2022. “The Intervention Service Coverage on Convergence Action to Reduce Stunting in Riau Province Priority Districts, Indonesia.” Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences. https://doi.org/10.3889/oamjms.2022.9464.

Ramadhan, K., Noya, F., Aminuddin, A., dan Setiawan, S. 2021. “Pendampingan Kader Pembangunan Manusia (KPM) Dalam Pembuatan Proposal Kegiatan Konvergensi Pencegahan Stunting.” Community Empowerment. https://doi.org/10.31603/ce.4558.

Ramdhani, A., Ramdhani, M, A. 2016. “Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik.” Jurnal Publik Vol 11(January): 1–12. https://journal.uniga.ac.id/index.php/JPB/article/download/1/1.

Rijali, A. 2018. “Analisis Data Kualitatif.” Alhadharah Jurnal. http://dx.doi.org/10.18592/alhadharah.v17i33.2374.

Rodiyah, I., Sukmana, H., Choiriyah, I, U. 2021. “Pengembangan Kapasitas SDM Aparatur Dalam Penyelenggaraan Pemenrintahan Desa Di Desa Kenongo.” Jurnal ilmu administrasi publik 6(1): 32–41. http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jkpp.

Salim, A., Rivai, A.Mufti, M, I. 2019. “Pengembangan Sumberdaya Asn Pada Kantor Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemdes Kabupaten Parigi Moutong.” Jurnal katalogis: 111–15. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Katalogis/article/view/9765.

Sari, R, I., Noorhidiyah., Aquarista, M, F. 2018. “Implementasi Kebijakan Penanggulangan Dalam Penurunan Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Datah Kotou Kabupaten Murung Raya.” Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. 3(1): 10–27. http://eprints.uniska-bjm.ac.id/id/eprint/10731.

Shauma, N, U., Purbaningrum, D, G. 2022. “Implementasi Kebijakan Percepatan Pencegahan Stunting.” Jurnal Kebijakan Publik 13(2): 97–104. https://jkp.ejournal.unri.ac.id/index.php/JKP.

Soekatri, M, Y, E., Sandjaja, S., dan Syauqy, A. 2020. “Stunting Was Associated with Reported Morbidity, Parental Education and Socioeconomic Status in 0.5–12-Year-Old Indonesian Children.” International Journal of Environmental Research and Public Health. https://doi.org/10.3390/ijerph17176204.

Subianto. 2020. Kebijakan Publik?: Tinjauan Perencanaan, Implementasi Dan Evaluasi. 1st ed. PT. Menuju Insan Cemerlang. http://dspace.hangtuah.ac.id/xmlui/handle/dx/1071.

Suharto, T., Amirah, A., dan Ichwansyah, R. 2022. “Implementation of Convergence Action to Accelerate Stunting Reduction in Labuhan Batu Regency , North Sumatra.” Journal of Community Health Provision. https://doi.org/10.55885/jchp.v2i3.142.

Suhertusi, B., dan Sari, F, N. 2022. “Pemberian Asi Eksklusif Dan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Ingin Kota Padang.” Jurnal Ilmu Kesehatan. http://dx.doi.org/10.33757/jik.v6i1.504.

Supriyanto, A., Jannah, L, M. 2022. “Analisis Integrasi Kebijakan Upaya Konvergensi Program Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Lebak.” Jurnal Penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial 10(01): 8017146. https://doi.org/10.33007/ska.v11i2.3080.

Supriyanto, S, Hendriyati, L. 2021. “Analisa Pengaruh SOP Terhadap Kinerja Waiter Dan Waitress Di in Bloom Restoran Hotel Ayaartta Malioboro Yogyakarta, Indonesia.” Journal Of Tourism and economic 4(1): 73–84. http://jurnal.stieparapi.ac.id/index.php/JTEC/article/view/112.

Suryana, A, Lisarini, E, Larasati, A, K. 2021. “Pengaruh Penerapan Standard Operating Procedure (SOP) Dan Kebijakan Pertanian Terhadap Efektivitas Layanan Sub Terpminal Agribisnis (Studi Kasus Di Uptd Sub Terminal Agribisnis Dan Agropolitan Cigombong, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur).” Agroscience (Agsci) 11(1): 29. https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=PENGARUH+PENERAPAN+STANDARD+OPERATING+PROCEDURE+%28SOP%29+DAN+KEBIJAKAN+PERTANIAN+TERHADAP+EFEKTIVITAS+LAYANAN+SUB+TERPMINAL+AGRIBISNIS&btnG=.

Sutmasa, Y. G. 2021. “Memastikan Efektivitas Implementasi Kebijakan Publik.” Jurnal Ilmiah Cakrawarti. https://doi.org/10.47532/jic.v4i1.242.

Syamsuadi, A., Febriani, A., Ermayani, Bunyamin, B., Nursyiamah. 2023. “Peran Lintas Sektor Dalam Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting Di Kabupaten Rokan Hulu.” Jurnal Dinamika Pemerintahan 6(1): 1–30. https://doi.org/10.36341/jdp.v6i1.3204.

Syarif, L, O, S, . 2016. “In Review Buku Edward III Implementing Public Policy.” Https://Medium.Com/. https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf.

Tampubolon, Dahlan. 2020. “Kebijakan Intervensi Penanganan Stunting Terintegrasi.” Kebijakan publik: 25–32. https://doi.org/10.47532/jic.v4i1.242.

Tasic, H., Akseer, N., Gebreyesus, S, H., Ataullahjan, A., Brar, S., Confreda, E., Conway, K., Endris, B, S., Islam, M., Keats, E., Mohammedsanni, A., Wigle, J., dan Bhutta, Z, A. 2020. “Drivers of Stunting Reduction in Senegal: A Country Case Study.” American Journal of Clinical Nutrition. https://doi.org/10.1093/ajcn/nqaa151.

TNP2K RI. 2017. “100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting).”

TNP2K RI. 2018. “Panduan Konvergensi Program/Kegiatan Percepatan Pencegahan Stunting.” TNP2K sekretariat wakil presiden Republik Indonesia.

Wahyuni, F., Arasj, F., Fitrahmisasty, F., dan Putra, S, E. 2019. “Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Balita Usia 6-24 Bulan.” Jurnal Kesehatan Mercusuar 2: 84–100. https://doi.org/10.36984/jkm.

Waliyudin, M, F., Ningsih, I, W., Susanti, E. 2022. “Koordinasi Dalam Upaya Percepatan Penurunan Dan Pencegahan Stunting Di Kabupaten Kuningan.” Jurnal Administrasi Negara 14(1): 404–10. https://doi.org/10.24198/jane.v14i1.41332.

Wardani, Z., Sukandar, Baliwati, dan Riyadi. 2021. “Intervention Strategies for Stunting Based on Analytic Network Process in Bangka Belitung Province of Indonesia.” African Journal of Food, Agriculture, Nutrition and Development. https://doi.org/10.18697/ajfand.98.19395.

Wibisono, I, et al. 2019. “Kebijakan Redaksional Dalam Konvergensi Media.” Universitas Sebelas Maret. https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/58727/Kebijakan-Redaksional-dalam-Konvergensi-Media.

Yuliyanti, Y., Istiatin, Aryati, I. 2008. “Pengaruh Insentif, Disiplin Kerja, Dan Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Sewing Pt. Pelita Tomangmas Karanganyar.” 18(01): 1–7. https://www.jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jap/article/view/92/81.

Published

2023-12-11

How to Cite

Pakaya, Y., Kadir, S., & Kasim, V. N. A. (2023). Implementasi Kebijakan Intervensi Gizi Sensitif dalam Penanganan Stunting di Kabupaten Gorontalo. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1244. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1244

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check