Hubungan Antara Insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Faktor Sanitasi Lingkungan : Tinjauan Sistematik Review

Authors

  • Shelly Juliska Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Yuanita Windusari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Novrikasari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Nur Alam Fajar Universitas Sriwijaya, Indonesia

Keywords:

Demam Berdarah Dengue, Sanitasi lingkungan, Analisis bivariat

Abstract

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a vector-borne disease caused byflavivirus that  causes morbidity and death rates that are still quitehigh globally. This disease is influenced by many factors includingenvironmental factors that have a very close association with theincidence of DHF. Although there have been many previous studies thatanalyzed the relationship of environmental factors to the incidence ofDHF, the results are still inconsistent. This paper aims to analyze therelationship between the incidence of dengue fever and environmentalsanitation factors. The research design used the systematic reviewmethod. Articles are selected using the PRISMA (Preferred ReportingItems for Systematic Reviews and Meta Analysis) method  on the googlescholar search engine. The inclusion criteria in this writing arearticles published within the last 5 years, starting from 2019 – 2023with  the keyword "DHF and Environmental Sanitation, BivariateAnalysis", can be accessed in full, using  a cross-sectional studydesign  and relevant to the theme of writing. The results obtained were8 articles that met the criteria with environmental sanitation variablesrelated to mobility and population density as well as the location ofurban residences, waste disposal and management, water reservoirs,eradication of mosquito nests and the use of mosquito repellent, thepresence of water drainase system and behavior as social environmentalfactors. The conclusion of this study is that environmental variables,both physical, biological and social, have a significant relationshipwith the risk of dengue events. The difference in results in the studyis due only to the differences in parameters observed in the study.

Shelly Juliska1, Nur Alam Fajar2, Yuanita Windusari3, Novrikasari4,

1shellyjuliska@gmail.com

2nuralamfajar@fkm.unsri.ac.id

3ywindusari@yahoo.com

4novrikasari@fkm.unsri.ac.id

PENDAHULUAN

Saat ini Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit virus vector yang paling banyak menyebabkan angka morbidity dan mortality secara global. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 50% populasi global pada 128 negara beresiko terinfeksi DBD.17 DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.1,2,4,5,6,7,8 Penyakit ini merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat hampir di seluruh dunia dan sangat potensial untuk menimbulkan suatu kondisi kejadian luar biasa (KLB).

World Health Organization (WHO) telah menetapkan program strategis  dalam upaya pencegahan dan pengendalian kasus DBD guna menurunkan angka kesakitan dan kematian di berbagai belahan dunia sebanyak 50% dan 25% pada tahun 2020[3].Upaya penurunan morbiditas dan mortalitas ini dilaksanakan melalui sistem deteksi wabah dan prediksi melalui surveilans epidemiologi serta entomologi yang adekuat agar program pengendalian DBD dapat berjalan lebih optimal.

Asia Tenggara tidak luput dari penyakit DBD dimana 1,3 miliar penduduk berada pada wilayah endemis malaria, dan Indonesia sendiri masuk dalam 5 besar negara di Asia Tenggara yang paling endemic DBD. Merujuk data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kasus DBD masih menunjukkan Inciden Rate  (IR) yang sebesar 40/ 100.000 penduduk dengan angka kematian 0,7%. 7 Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa upaya pencegahan dan pengendalian DBD di Indonesia masih harus ditingkatkan.

Dari semua studi menunjukkan bahwa dalam pengendalian dengue, pendekatan yang disusun harus komprehensif mengingat ada banyak faktor yang mempengaruhi kejadian seperti faktor virologi, transmisi yang terjadi melalui vektor, faktor lingkungan, dan faktor manusia. Dari semua faktor tersebut, faktor lingkungan dan perilaku diyakini memiliki kontribusi paling besar terhadap kejadian kasus DBD. Kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan, pengelolaan pembuangan sampah yang dapat menampung air, perilaku masyarakat seperti menggantung pakaian, wilayah tempat tinggal, kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk diyakini menjadi faktor resiko besar terhadap kejadian DBD.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rosmala, et al. (2019), A. Fauzan et al., (2020), Wulandari, et al. (2021) dan Nur Asbon, et al. (2022) menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih, pengolahan sampah yang kurang baik dan tempat penampungan air yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan peningkatan resiko kejadian DBD pada suatu popolasi. Selain itu, penelitian yang dilakukan Srifati (2020) dan Jefry G Koibur et al. (2021) menunjukkan bahwa lingkungan fisik juga turut mempengaruhi resiko kejadian DBD.

Berdasarkan uraian diatas, maka dipandang perlu untuk dilakukan analisis lebih lanjut mengenai faktor resiko lingkungan terhadap kejadian DBD melalui pendekatan sistematik review guna mempelajari perilaku atau faktor lingkungan apa saja yang dapat kita intervensi dalam upaya pencegahan dan pengendalian kasus DBD, khususnya di Indonesia. Diharapkan nantinya hasil review ini dapat menjadi rekomendasi dalam menyusun kebijakan  surveilans epidemiologi DBD, analisa faktor resiko DBD serta upaya pencegahan dan pengendalian KLB DBD.

METODE

Penyusunan sistematik review ini dilakukan dengan proses mencari, mengidentifikasi, menelaah, melakukan seleksi dan memilih penelitian – penelitian yang berkaitan dengan faktor lingkungan dan insiden DBD di Indonesia. Penyusunan sistematik review diawali dengan pencarian artikel yang relevan dengan studi pada search engine google scholar dengan menerapkan panduan PRISMA yang berisi panduan langkah – langkah  penyusunan yang terdiri dari Identification, Screening, Eligibility dan Included.

Agar memenuhi syarat (eligibility), format pencarian artikel pada studi ini menggunakan format pertanyaan PICO (Population, Intervention, Comparator, Outcome) :

P – Population   = Masyarakat beresiko

I – Intervention  = PSN, Pengolahan Sampah, Sistem Pembuangan Air Limbah

C – Comparator = Faktor lingkungan memenuhi syarat atau tidak

O – Outcome     = Kejadian DBD

Pendekatan dalam analisis data yang digunakan yaitu desain studi deskriptif kuantitatif. Analisis data dilakukan  dengan menelaah berbagai penelitian sebelumnya. Untuk selanjutnya, data akan ditampilkan dalam bentuk table yang mengandung teks deskriptif tentang variabel lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian DBD dan hasil analisis statistic kuantitatif.

Kriteria inklusi dalam studi ini yaitu penelitian dilakukan pada kurun waktu 2018 – 2023, menggunakan pendekatan studi cross sectional  dan terdapat analisis bivariat yang meliputi variabel sanitasi lingkungan.

HASIL

Hasil pencarian awal pada database dengan menggunakan keyword “DBD dan Sanitasi Lingkungan, Bivariat Analisis” menghasilkan 492 artikel terkait faktor resiko lingkungan dan kejadian DBD dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Figure 1. PRISMA flowchart

Setelah dilakukan penyaringan duplikasi artikel dan kriteria eksklusi dari judul dan abstract, tersisa 42 artikel yang dapat ditelaah. Dari 42 artikel tersebut, hanya 22 artikel yang dapat diakses secara gratis. Setelah dianalisis kembali, dari 22 artikel yang tersisa, 7 artikel tidak menggunakan desain studi cross sectional dan 2 artikel menelitivariabel iklim dan 5 artikel berupa sistematik review, sehingga hanya tersisa 8 artikel yang akan dianalisis (tabel 1).

Semua studi menggunakan pendekatan cross sectional, menggunakan variabel sanitasi lingkungan dan meneliti hubungan antara berbagai faktor sanitasi lingkungan terhadap insiden demam berdarah di Indonesia. 3 penelitian berfokus pada variabel lingkungan fisik dan mobilitas penduduk terhadap kejadian DBD (Gilberth Koibur et al. 2021; Khairiyah and Ishak 2020; “Srifati” 2020). 2 penelitian meneliti sistem pembuangan air limbah (SPAL) terhadap kejadian DBD, 4 penelitian mempelajari bagaimana hubungan tempat pembuangan dan pengelolaan sampah terhadap kejadian DBD, 3 penelitian mempelajari hubungan antara tempat perindukan nyamuk dengan kejadian DBD, dan masing – masing 2 penelitian yang mempelajari hubungan antara kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan perilaku terhadap kejadian DBD di Indonesia.

Dari beberapa penelitian tersebut, hampir semua hasilnya merujuk pada adanya korelasi antara faktor lingkungan terhadap kejadian DBD. Pada penelitian tentang variabel lingkungan fisik, dari 3 penelitian menunjukkan hasil yang signifikan (p value < 0,05) dimana 61,6% penduduk dengan lingkungan fisik yang baik tidak terinfeksi demam berdarah. Selain itu probability terinfeksi DBD pada penduduk di wilayah perkotaan juga lebih tinggi 3,2 kali lipat dibandingkan penduduk yang tinggal di wilayah pedesaan. Hal ini dapat dikaitkan dengan mobilitas penduduk pada daerah perkotaan yang memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan penduduk di pedesaan.

Selain faktor lingkungan fisik, semua penelitian menemukan bahwa variabel pengelolaan dan tempat pembuangan sampah, tempat penampungan air, keberadaan jentik nyamuk, perilaku PSN dan penggunaan obat anti nyamuk memiliki kontribusi terhadap resiko kejadian DBD dengan nilai p value < 0,05. Berbeda dengan variabel sebelumnya, pada variabel yang mempelajari hubungan antara kebiasaan menggantung baju yang diyakini menjadi tempat perindukan nyamuk ternyata tidak meningkatkan resiko kejadian DBD dengan nilai p value > 0,05.

Author (Tahun) Lokasi Penelitian Periode Penelitian Jumlah Sampel Variabel Penelitian Metode Statistik Temuan Utama
Bambang Murwanto, et al (2019) Kabupaten Lampung Selatan 2018

90 KK

Kejadian DBD Kepadatan Hunian Mobilitas Penduduk Kondisi SPAL Keberadaan Ban Bekas Keberadaan Sumur Gali  Chi Square Dari 5 variabel dari faktor lingkungan hanya 1 variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna (signifikan) yaitu mobilitas penduduk terhadap kejadian DBD
Fenty Rosmala, et al (2019) Kelurahan Hegarsari Kota Banjar 2018 98 KK Kejadian DBD Pengelolaan Sampah Chi Square Terdapat hasil signifikan antara pengelolaan sampah padat dengan insiden DBD. Ditemukan bahwa keluarga dengan pengelolaan sampah yang buruk memiliki resiko lebih tinggi mengalami DBD
Hendrik P Sasongko, et al (2020) Desa Barurejo Kecamatan Siliragung 2019 100 KK Kejadian DBD Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Kebiasaan Menggantung Baju Kebiasaan Menggunakan Obat Penangkal Nyamuk Keberadaan Jentik pada TPA Ketersediaan SPAL Chi Square Dari 6 variabel lingkungan, terdapat hubungan signifikan antara PSN, penggunaan obat anti nyamuk, dan keberadaan jentik pada TPA terhadap kejadian DBD
Jefry G Koibur, et al (2021) Denpasar Selatan 2019 70 Usia Jenis Kelamin Lokasi Asal Mobilitas Penduduk Sanitasi Lingkungan Riwayat Imunisasi Chi Square Terdapat hubungan yang signifikan antara lokasi asal dan mobilitas penduduk terhadap kejadian DBD, dimana anak yang menetap di daerah perkotaan memiliki resiko 2,7 kali lebih besar terinfeksi virus dengue dan risiko 3,2 kali lipat pada penduduk dengan mobilitas tinggi untuk terinfeksi DBD.
Khairiyah N., et al  (2020) Kota Banjarmasin 2019 87 Tempat Pembuangan Sampah Tempat Penampungan Air Lingkungan Rumah Chi Square Tempat penampungan air  menjadi faktor yang berperan penting dengan kejadian DBD, kemudian tempat pembuangan sampah dan lingkungan rumah yang memadai mengurangi resiko terinfeksi DBD (nilai signifikansi < 0,05)
Retno Wulandari , et al (2021) Kecamatan Benai Kabupaten Senggigi 2020 211 Kejadian DBD Pengolahan Sampah Tempat Penampungan Air Pengetahuan Chi Square Pengelolaan sampah, terutama sampah padat yang dapat menampung air dan tempat penampungan air yang tidak dikelola dengan baik memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian DBD dengan nilai signifikansi < 0,05
Nur Asbon, et al (2022) Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir 2021 189 Kejadian DBD Tempat Perindukan Nyamuk Dalam Rumah Tempat Pembuangan Sampah SPAL Chi Square Semua variable penelitian memiliki nilai signifikansi <0,05 sehingga didapatkan bahwa tempat perindukan nyamuk dalam rumah, tempat pembuangan sampah yang memenuhi standar dan system pembuangan air limbah memiliki hubungan terhadap kejadian DBD di Kecamatan Sungai Pinang Kab. Ogan Ilir
Srifati (2020) Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah 2019 100 Kejadian DBD Lingkungan Fisik Chi Square Lingkungan fisik (Tempat pembuangan sampah, SPAL dan tempat penampungan) yang baik menurunkan resiko kejadian DBD.
Table 1. Deskripsi jurnal tentang hubungan sanitasi lingkungan terhadap kejadian DBD

PEMBAHASAN

Dari studi yang telah direview sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa faktor sanitasi lingkungan memegang peranan penting terhadap faktor resiko terjadinya DBD. Diantara variabel – variabel yang diteliti, ditemukan beberapa faktor yang memiliki hubungan terhadap kejadian DBD yaitu, faktor lingkungan fisik termasuk kepadatan penduduk, mobilitas penduduk dan lokasi tempat tinggal. Faktor perilaku yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pemberantasan sarang nyamuk dan penggunaan obat anti nyamuk, faktor tempat pembuangan dan pengelolaan sampah, tempat penampungan air dan keberadaan jentik dalam rumah.

Faktor lingkungan fisik, mobilitas dan kepadatan penduduk dan lokasi tempat tinggal

Pada tahun 2020 dan 2021, kasus DBD tertinggi tersebar pada 13 Provinsi di  Indonesia, yaitu di Pulau Sumatera, seluruh pulau Jawa, sebagian Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara. Insiden Rate (IR) yang tinggi memiliki pola yang sama pada wilayah tertentu yang menjadi pusat transit/perlintasan antar provinsi, sentra perdagangan, sentra industry dan wilayah dengan mobilitas dan kepadatan penduduk yang tinggi. Sebagian lagi ditemukan pada daerah yang menjadi pusat destinasi wisata serta daerah dengan pengembangan pembangunan perumahan dan hotel. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menemukan hubungan antara mobilitas penduduk dan kepadatan penduduk dengan resiko kejadian DBD di Indonesia. Mobilisasi dan kepadatan penduduk juga berkaitan dengan urbanisasi, sebuah penelitian di Bhopal India menunjukkan bahwa urbanisasi yang pesat pada tahun 2020 menjadi faktor kunci peningkatan kasus DBD.

Selain mobilitas dan kepadatan penduduk, lokasi tempat tinggal di daerah perkotaan memiliki resiko untuk terpapar DBD lebih besar dibandingkan dengan orang yang tinggal di wilayah pedesaan. Jefri G Koibur, et al. (2021) menemukan bahwa penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki resiko 3,2 kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk di wilayah pedesaan. Tidak hanya di Indonesia, faktor resiko yang lebih tinggi di wilayah perkotaan juga ditemukan di negara berkembang lainnya seperti Vietnam (OR = 0,31; 95% CI 0,13 – 0,75).

Perilaku masyarakat terhadap lingkungan

Penyakit DBD dapat menyerang siapapun tanpa batasan usia dan tidak memandang jenis kelamin. Penyakit ini berkaitan erat dengan berbagai faktor terutama faktor lingkungan dan juga perilaku masyarakat. beberapa perilaku yang berpengaruh terhadap peningkatan resiko DBD antara lain kebiasaan dalam pengaturan tempat pembuangan sampah dan pengelolaan sampah, tempat penampungan air dan PSN serta penggunaan obat anti nyamuk.

Perilaku Masyarakat terhadap perubahan lingkungan tempat tinggal dapat dipengaruhi oleh sebanyak apa informasi yang diketahui. Semakin baik pengetahuan seseorang, maka akan baik juga perilakunya dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan. Hal ini sejalan dengan teori perilaku yang dikembangkan oleh Albert Bandura (1986) bahwa perilaku seseorang berasal dari proses observasi terhadap lingkungannya yang menghasilkan reaksi perubahan sebagai output yang dipengaruhi oleh pengetahuan tentang manfaat dan resiko.

Tempat pembuangan sampah, pengelolaan sampah dan tempat penampungan air

Berdasarkan beberapa penelitian tentang faktor lingkungan terhadap resiko kejadian DBD ditemukan bahwa tempat pembuangan sampah yang kurang baik dan pengelolaan sampah, terutama sampah padat, dapat meningkatkan resiko kejadian DBD,Tempat pembuangan sampah dan pengelolaan sampah memiliki korelasi yang positif terhadap resiko DBD dimana tempat pembuangan sampah dan pengelolaan sampah yang tidak baik dapat menimbulkan tempat genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk pembawa virus dengue. Merujuk pada pernyataan menteri kesehatan  Nila Moeloek (2019) bahwa nyamuk pembawa DBD hidup di air bersih yang tergenang. Genangan air ini sendiri dapat berada dimana – mana termasuk di luar ruangan seperti pada sampah kaleng, botol dan lain sebagainya yang dapat menampung air, tempat minum burung dan sumur.

Karena alasan inilah, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencanangkan program 3M Plus (Menguras tempat penampungan air, Menutup tempat penampungan air, Mendaur ulang barang – barang yang dapat menampung air serta poin tindakan lainnya yang akan dibahas pada poin berikutnya).

Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Pada jurnal yang direview, dari 3 jurnal yang mempelajari hubungan SPAL dengan kejadian DBD, terdapat perbedaan hasil terkait hubungan antara SPAL dengan kejadian DBD dimana 2 diantara 3 studi menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan SPAL dengan kejadian DBD dan 1 studi menemukan hubungan antara keduanya. Bambang Murwanto , et al. (2019) dan Hendrik P Sasongko, et al., (2020) tidak menemukan hubungan antara ketersediaan SPAL dengan resiko DBD. Keduanya menjelaskan bahwa hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti air yang keluar dari SPAL langsung menyentuh tanah dan airnya sudah kotor sehingga tidak disukai oleh nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak.

Akan tetapi Nur Asbon, et al., (2022) menemukan signifikansi antara SPAL dengan kejadian DBD. Hal ini dijelaskan karena pada penelitiannya, variabel yang diamati adalah ketersediaan SPAL yang lancer dan SPAL yang tersumbat. Nur Asbon menemukan bahwa SPAL yang menampung air hujan menjadi tempat perindukan nyamuk dan berpengaruh terhadap peningkatan resiko DBD.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan penggunaan obat anti nyamuk

Pemberantasan sarang nyamuk sudah menjadi program kebijakan oleh Kemenkes RI yang terdiri dari kegiatan 3M Plus dimana pada poin  plus yang dimaksud termasuk membasmi sarang nyamuk dengan membudidayakan tanaman yang dapat menangkal nyamuk, memeriksa wadah yang menampungan air, memelihara ikan cupang yang dapat memakan jentik nyamuk, menggunakan obat penangkal nyamuk, memasang kasa/ kawat pada jendela, memberikan bubuk abate pada tempat yang menampung air yang susah untuk dikuras dan memperbaiki saluran talang air yang tidak lancar .

Hasil penelitian pada jurnal yang direview juga menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara PSN dengan penurunan insiden DBD3,7. PSN sudah terbukti menjadi solusi dalam pencegahan dan pengendalian DBD. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan reproduksi nyamuk yang meletakkan telurnya pada dinding tempat penampungan air. Pemberantasan sarang nyamuk sebelum larva nyamuk menjadi nyamuk dewasa merupakan upaya pemberantasan vector yang optimal.

Apabila PSN DBD ini dilakukan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk pembawa DBD sebagai vector virus denge akan menurun dan insiden DBD dapat ditekan serendah – rendahnya dan transmisi DBD dapat dicegah serta derajat kesehatan masyarakat akan meningkat.

Dari uraian diatas, terlihat bahwa variabel lingkungan memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan atau penurunan resiko kejadian DBD. Hal ini sejalan dengan teori HI Bloom yang melakukan Analisa terhadap faktor yang menjadi penentu dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, tingkah laku, pelayanan kesehatan dan genetik[15]. Faktor lingkungan itu sendiri terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial. lingkungan fisik terdiri dari kebiasaan dan frekuensi menguras tempat penampungan air, membersihkan tempat sampah, menutup tempat sampah dan kepadatan hunian. Sedangkan faktor lingkungan biologis berkaitan dengan  keberadaan nyamuk sebagai vector penyakit dan faktor lingkungan sosial berkaitan  dengan kebiasaan seperti menggantung baju, penyuluhan kesehatan dan penggunaan OAN.

Selain itu faktor perilaku juga tidak dapat dipisahkan dengan faktor lingkungan dimana faktor perilaku masyarakat ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuannya. Semakin baik informasi yang diterima terhadap peningkatan pengetahuannya, maka kemugkinan untuk perubahan perilaku menjadi lebih baik akan lebih besar dimana upaya peningkatan pengetahuan dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Tinjauan sistematik review ini berfokus pada variabel faktor sanitasi lingkungan, baik itu liingkungan fisik, lingkungan biologi maupun lingkungan sosial yang terdiri dari variabel pengelolaan sampah, tempat penampungan air, PSN, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk dan wilayah tempat tinggal, SPAL dan faktor perilaku terhadap kejadian DBD yang memiliki hubungan secara bermakna terhadap resiko  kejadian DBD. Tindakan penyuluhan dan diseminasi informasi mengenai 3M Plus juga perlu ditingkatkan guna meningkatkan pengetahuan masyarakat yang diharapkan mampu mengubah perilaku dan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keterbatasan pada sistematik review ini adalah masih sempitnya variabel lingkungan yang diteliti dan kemungkinan bias yang dilakukan peneliti dalam parameter penilaian aspek lingkungan yang dikategorikan telah memenuhi standar dan yang tidak memenuhi standar. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu untuk mengukur parameter lingkungan lain terkait perubahan iklim, suhu, kelembaban dan faktor lainnya sebagai predictor kejadian DBD.

DAFTAR PUSTAKA

[1]       B. Murwanto, S. Indra Trigunarso, J. Kesehatan Lingkungan, and P. Kesehatan Tanjungkarang, “Faktor Lingkungan Sosial, Lingkungan Fisik, dan Pengendalian Program DBD terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD),” Online, 2019. [Online]. Available: http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

[2]       R. Wulandari, R. Hamidy, and B. Bayhakki, “Pengaruh sanitasi lingkungan dan perilaku keluarga terhadap kejadian penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi,” SEHATI: Jurnal Kesehatan, vol. 1, no. 2, pp. 57–62, Aug. 2021, doi: 10.52364/sehati.v1i2.9.

[3]       A. ’Nur, “Irdan,” and P. ’Medy, “Hubungan Sanitasi Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai PInang Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2022,” Journal of Safety and Health, vol. 02, no. 02, Nov. 2022.

[4]       N. Khairiyah and I. N. Ishak, “Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian DBD Di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020,” Fakultas Kesehatan Banjarmasin, 2020.

[5]       “Srifati,” “Hubungan Lingkungan Fisik Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas Bebesen Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah,” Jurnal Kesehatan Ilmiah, vol. 13, no. 1, pp. 58–68, Apr. 2020.

[6]       H. P. ’Sasongko and “Sayektiningsih,” “FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI DUSUN KRAJAN DESA BARUREJO KECAMATAN SILIRAGUNG,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Rustida, vol. 07, no. 01, pp. 68–82, Jan. 2020.

[7]       F. ’Rosmala and I. ’Rosidah, “Hubungan Faktor Resiko Kesehatan Lingkungan Dalam Pengelolaan Sampah Padat Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Hegarsari Kecamatan Pataruman Kota Banjar,” Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia, vol. 15, no. 1, Mar. 2019.

[8]       J. Gilberth Koibur et al., “LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL SEBAGAI FAKTOR RESIKO INFEKSI VIRUS DENGUE PADA ANAK-ANAK,” Indonesian Journal for Health Sciences, vol. 5, no. 1, pp. 1–7, 2021.

[9]       T. Nguyen-Tien et al., “Risk factors of dengue fever in an urban area in Vietnam: a case-control study,” BMC Public Health, vol. 21, no. 1, Dec. 2021, doi: 10.1186/s12889-021-10687-y.

[10]     Kementerian Kesehatan Indonesia, “Data DBD Indonesia,” https://p2pm.kemkes.go.id/storage/publikasi/media/file_1619447946.pdf.

[11]     N. A. M. H. Abdullah, N. C. Dom, S. A. Salleh, H. Salim, and N. Precha, “The association between dengue case and climate: A systematic review and meta-analysis,” One Health, vol. 15. Elsevier B.V., Dec. 01, 2022. doi: 10.1016/j.onehlt.2022.100452.

[12]     M. Pakpahan et al., Promosi Kesehatan & Perilaku Kesehatan, 1st ed. Yayasan Kita Menulis, 2021.

[13]     N. Siyam et al., “PENERAPAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE BERBASIS ECOHEALTH DI KOTA SEMARANG,” Bookchapter Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang, no. 4, pp. 1–26, Mar. 2023, doi: 10.15294/km.v1i4.118.

[14]     Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, “Air Bersih Jadi Sarang Nyamuk DBD,” https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20190204/5029293/air-bersih-jadi-sarang-nyamuk-dbd/.

[15]     S. N. Manalu, B. G. Mentari, I. Syahdila, and Annisa. I. Lubis, “Distribusi Pembagian Bubuk Larvasida Dalam Pencegahan Demam  Berdarah Dengue di Desa Bandar Khalipah,” Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat, vol. 3, no. 1, pp. 60–67, Jun. 2023

Published

2023-11-20

How to Cite

Juliska, S., Windusari, Y., Novrikasari, & Nur Alam Fajar. (2023). Hubungan Antara Insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Faktor Sanitasi Lingkungan : Tinjauan Sistematik Review. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(3), e1232. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1232

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check

Most read articles by the same author(s)