Faktor-Faktor Penghambat dalam Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3): Systematic Literature Review

Authors

  • Risyad Aldian Daniel Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Nur Alam Fajar Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Yuanita Windusari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Novrikasari Novrikasari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Elvi Sunarsih Universitas Sriwijaya, Indonesia

Keywords:

SMK3, K3, Occupational safety and health, Faktor penghambat

Abstract

Occupational safety and health (OSH) are an important health issue that requires attention, both from the government and business owners to their workers. One of the main causes of work accidents is the low awareness of the importance of implementing OHS in the workplace. SMK3 must be implemented for companies, especially companies that have a high risk of work accidents and have a workforce of more than 100 people. The method in this study uses a systematic review method of previous research results. The results showed that the Occupational Health Safety Management System (SMK3) is an important role in overcoming inhibiting factors and part of the management of a company that focuses on protecting occupational safety and health (K3) for workers. With the aim of increasing the effectiveness of OHS protection, preventing and minimizing the incidence of work accidents and occupational diseases, and creating a safe, comfortable and efficient workplace. However, in this case there are several factors that hinder the implementation of SMK3, including financing, weak law enforcement, lack of awareness from workers, and lack of education about occupational safety and health in the form of counseling, training or providing information in the form of pocket books or posters.

PENDAHULUAN

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan sebuah masalah kesehatan yang penting dan memerlukan perhatian, bukan hanya dari pemerintah namun juga bagi pelaku usaha terhadap para pekerjanya. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 disebutkan bahwa “Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional”, namun hal tersebut seringkali tidak diperhatikan. Hal ini terlihat dari angka kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia melaporkan bahwa dalam 7 tahun terakhir, angka kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja terus mengalami kenaikan di Indonesia, yakni 101.367 kasus pada 2016, 123.040 kasus pada 2017, 173.415 kasus pada 2018, 182.835 kasus pada 2019, 221.740 kasus pada 2020, 234.270 kasus pada 2021, dan 265.334 kasus pada 2022 (Kementerian Ketenagakerjaan, 2022).

Salah satu penyebab utama dari terjadinya kecelakan adalah rendahnya kesadaran mengenai pentingnya penerapan K3 pada tempat kerja. Upaya dalam menegakkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerja dapat dimulai dari komitmen perusahaan dalam membentuk Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian dari sistem manajemen sebuah perusahaan yang berfokus pada upaya perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) wajib diterapkan bagi perusahaan, khususnya perusahaan yang memiliki risiko tinggi terhadap kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja ataupun perusahaan yang memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang. Namun seringkali dijumpai banyak perusahaan dengan risiko tinggi atau memiliki lebih dari 100 orang pekerja yang belum melakukan penerapan atau implementasi SMK3. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam implementasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

METODE

Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode systematic review. Data yang digunakan adalah artikel jurnal yang diambil secara online dari basis data Google Cendekia (Google Scholar). Kata kunci yang digunakan dalam pencarian adalah “Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)”, “faktor penghambat SMK3”, dan “keselamatan kerja”, dan sejenisnya. Kriteria ekslusi pada artikel ini adalah review artikel, artikel jurnal yang hanya berisi abstrak dan hasil jurnal, serta skripsi atau tesis. Data yang telah dikumpulkan akan diolah dan digabungkan dalam tabel untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor penghambat dalam implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

HASIL

Penulis (Tahun) Judul Artikel Jenis Penelitian Hasil Penelitian
Khurin Wardana Putri dan Fuad Mahfud Assidiq (2021) Analisis Faktor Penghambat Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) serta Langkah Menciptakan Safety Culture terhadap PT. Gunanusa Utama Fabricators Kuliatif Deskriptif Faktor-faktor penghambat implementasi SMK3 yaitu kurangnya pelatihan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tidak adanya anggaran mengenai K3 dalam proyek konstruksi tersebut, terbatas disediakannya Alat Pelindung Diri (APD) bagi para pekerja, kurangnya kepedulian dari para pekerja untuk menggunakan APD dengan baik, K3 yang diterapkan tidak sesuai dengan standard yang ada, tidak adanya unit yang khusus mengurusi tentang K3
Corah Malem Br Simulingga, Dewantoro, Veronika Happy P. (2023) Analisis Faktor-Faktor Penghambat Kontraktor dalam Penerapan Sistem Manajemen K3 pada Proyek Konstruksi Gedung di Palangka Raya Kulitatif Deskriptif Faktor penghambat penerapan SMK3 adalah kurangnya pemahaman para pekerja terhadap pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan konstruksi, terbatasnya mmodal dalam memberikan pelayanan K3, dan pengawasan pemerintah yang lemah tentang penerapan K3.
Sri Endah Wulansari, Yanti Defiana dan Wahyu Sumarno (2023) Analisis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada Proyek Pembangunan Rumah Sakit Hermina Tasikmalaya Kualitatif Deskriptif Faktor penghambat yang paling berpengaruh yaitu kurangnya pelatihan mengenai K3, dikarenakan banyak perusahaan yang belum memahami dan mengerti mengenai konsep dan Sistem Manajemen K3 dan banyak perusahaan yang menggangap bahwa ada penerapan SMK3 akan menambah cost atau biaya pada perusahaan
Heni Fa’riatul Aeni, Suzana Indragiri, Juwita Dwi Septiani, dan Lilis Banowati (2022) Hubungan antara Faktor Penghambat SMK3 dengan Implementasi Pelaksanaan SMK3 Survey Analitik Dari 4 faktor penghambat pelaksanaan SMK3 terdapat 2 faktor yang berhubungan yaitu pengelolaan data dan informasi yang berkaitan dengan K3, dan pelaksanaan law enforcement.
Sudaria Ningsih (2017) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi Standar Manajemen K3 di Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan Tahun 2017 Cross Sectional Faktor-faktor yang berhubungan implementasi SMK3 adalah kualitas SDM, tingkat upah dan jaminan sosial, pelaksanaan law enforcement, penyuluhan K3, pelatihan dan pelaksanaan K3.
Table 1. Hasil Pencarian Artikel

PEMBAHASAN

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan sebuah bagian dari manajemen perusahaan yang berfokus pada perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja para tenaga kerja. Di Indonesia, penerapan SMK3 telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3, mencegah dan mengurangi kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja, serta menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas. Namun hingga kini, masih ditemukan beberapa perusahaan yang masih belum menerapkan SMK3 meskipun perusahaan tersebut masuk dalam kategori wajib SMK3, yaitu memiliki risiko atau bahaya yang tinggi serta memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang.

Terdapat beberapa faktor yang menjadi faktor penghambat dalam implementasi SMK3 baik dari perusahaan maupun tenaga kerja. Penelitian Putri dan Assidiq (2022) menyebutkan bahwa salah satu faktor penghambat yang paling berpengaruh pada implementasi SMK3 adalah perusahaan yang belm memahami dan mengerti mengenai konsep dan sistem manajemen K3 serta perusahaan masih menganggap bahwa adanya implementasi SMK3 akan menambah cost ataupun biaya yang dikeluarkan perusahaan, hasil serupa juga ditemukan oleh Sinulingga dan Dewantoro (2023). Padahal implementasi SMK3 bukan hanya akan menguntungkan bagi tenaga kerja namun juga menguntungkan bagi perusahaan, seperti berkurangnya angka kecelakaan yang akan berarti pengeluaran untuk perbaikan setelah kecelakaan (rehabilitasi) akan berkurang serta perusahaan memiliki citra atau kesan yang baik bagi publik sehingga penerapan SMK3 harus dilihat sebagai investasi jangka panjang yang dapat memberikan keuntungan yang banyak di masa yang akan datang (Wulansari dkk., 2023). Sebelum melakukan penerapan SMK3, perusahaan harus mampu menanamkan pentingnya K3 dari dalam internal perusahaan terlebih dahulu kemudian memberikan penyuluhan atau pembinaan pada tiap tenaga kerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

Faktor penghambat lain yang menyebabkan sebuah perusahaan belum melakukan implementasi SMK3 adalah kemampuan atau kondisi perusahaan yang berbeda-beda. Kondisi tersebut seperti pembiayaan, besarnya perusahaan, maupun lamanya umur perusahaan. Seringkali terdapat perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerjanya namun memiliki kondisi perusahaan yang tidak memberikan dukungan karena terbatasnya cost atau biaya yang dimiliki sehingga implementasi atau penerapan K3 dan SMK3 tidak dapat berjalan dengan optimal (Wulansari dkk., 2023).

Faktor penghambat berikutnya adalah lemahnya penegakan hukum (law enforcement) baik dari pemerintah terhadap perusahaan maupun dari perusahaan terhadap tenaga kerjanya. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) telah diatur dalam undang-undang yang resmi di mata hukum. Namun, pengawasan dari pemerintah sendiri masih kurang mengenai hal tersebut. Seringkali pemerintah berpikir bahwa semua kewajiban akan ditaati apabila telah ada aturan yang mengaturnya (Wulansari dkk., 2023). Penelitian Ningsih (2018) menyebutkan bahwa tingkat pelaksanaan law enforcement menyebabkan tingginya kesadaran dari para tenaga kerja untuk selalu menerapkan SMK3 pada setiap aspek pekerjaannya. Hal serupa ditemukan oleh Aeni dkk. (2022) dan Sinulingga dan Dewantoro (2023), dimana terdapat keterkaitan antara law enforcement dan pelaksanaan SMK3. Penegakan hukum (law enforcement) dapat mendidik, menyehatkan dan mendisiplinkan baik perusahaan, pimpinan dan tenaga kerja yang secara bersama dalam mendukung keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan tersebut.

Faktor penghambat selanjutnya adalah kurangnya pendidikan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja untuk tenaga kerja, baik dalam bentuk penyuluhan, pelatihan, ataupun pemberian informasi dalam bentuk buku saku atau poster  (Sinulingga dan Dewantoro, 2023). Hal serupa juga ditemukan oleh Ningsih (2018) dan Putri dan Assidiq (2022). Kurangnya pendidikan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang menyebabkan kurangnya pemahaman tenaga kerja mengenai pentingnya implementasi K3, seperti kurangnya kepedulian tenaga kerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang baik dan benar. Padahal penggunaan alat pelindung diri dengan baik dan benar merupakan salah satu hal yang penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penggunaan APD dilakukan untuk melindungi tenaga kerja dari berbagai bahaya yang dapat timbul serta mengancam dari tiap proses pekerjaan yang mereka lakukan (Ningsih, 2018).

KESIMPULAN

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan sebuah bagian penting dalam manajemen perusahaan untuk melindungi tenaga kerja dan meningkatkan efektifitas serta produktifitas tenaga kerja. Dengan membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam implementasi SMK3 dapat membantu perushaan untuk mengeliminasi faktor-faktor penghambat tersebut sehingga SMK3 dapat diimplementasikan dengan optimal untuk menunjang kinerja perusahaan serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Aeni, H. F. r., Indragiri, S., Septiani, J. D. & Banowati, L. 2022. Hubungan Antara Faktor Penghambat SMK3 dengan Implementasi Pelaksanaan SMK3. Jurnal Kesehatan, 13, 40-49.

Kementerian Ketenagakerjaan, K. 2022. Profil Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Indonesia Tahun 2022. In: KERJA, D. J. P. P. K. D. K. D. K. (ed.). Jakarta: Kementerian Ketenagakerjaan  Republik Indonesia.

Ningsih, S. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Implementasi Standard Manajemen K3 di Rumah Sakit Umum Bina Kasih Medan Tahun 2017. The Indonesian Journal of Medical Laboratory, 1.

Peraturan Pemerintah, P. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012  tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta.

Putri, K. & Assidiq, F. M. 2022. Analisis Faktor Penghambat Penerapan Sistem Manajemen K3 serta Langkah Menciptakan Safety Culture Terhadap PT. Gunanusa Utama Fabricators. SENSISTEK: Riset Sains dan Teknologi Kelautan, 78-83.

Sinulingga, C. M. B. & Dewantoro, D. 2023. Analisis Faktor-Faktor Penghambat Kontraktor dalam Penerapan Sistem Manajemen K3 pada Proyek Konstruksi Gedung di Palangka Raya. Jurnal Serambi Engineering, 8, 4327-4333.

Wulansari, S. E., Defiana, Y. & Sumarno, W. 2023. Analisis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada Proyek Pembangunan Rumah Sakit Hermina Tasikmalaya. Media Ilmiah Teknik Sipil, 1, 45-54.

Published

2023-12-10

How to Cite

Daniel, R. A., Fajar, N. A., Windusari, Y., Novrikasari, N., & Sunarsih, E. (2023). Faktor-Faktor Penghambat dalam Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3): Systematic Literature Review. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(3), 1308. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1308

Issue

Section

Literature Review

Citation Check

Most read articles by the same author(s)

1 2 > >>