Acceptability and Nutritional Content of Sate and Tum Processed using Sere Soybean and Banana Weevil Formulations

Authors

  • Ni Made Dewantari Poltekkes Kemenkes Denpasar, Indonesia
  • G. A. Dewi Kusumayanti Poltekkes Kemenkes Denpasar, Indonesia
  • Ketut Lilik Arwati Poltekkes Kemenkes Denpasar, Indonesia
  • Fonnie Esther Hasan a:1:{s:5:"id_ID";s:75:"Jurusan Teknologi Laboratorium Medis, Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia";}, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.36990/hijp.v14i2.497

Keywords:

Sere kedele, Bonggol pisang, Satay, Tum

Abstract

Sere kedele is a traditional Balinese food made from naturally fermented soybeans which has the potential to be developed. Like other fermented soy products, sere kedele is rich in nutrients, but due to its very sharp aroma it lacks it so it is underutilized. sere kedele processing needs to be combined with other foods. This study aims to assess the acceptability, and to test the nutritional content of the soy sere formula combined with bonggol pisang. sere kedele formulation and bonggol pisang with 5 types of formula. Nutritional content was tested using the HPLC method, and acceptability using a hedonic test involving 30 panelists. Differences in acceptability between formulas were analyzed by ANOVA test. All the formulas for sere kedele and bonggol pisang in satay and tum products were liked by the panelists. The most preferred formula for satay was F1 with a composition of sere kedele and bonggol pisang 3:1 with a hedonic number of 3.80, while the most preferred tum product was F3 with a ratio of sere kedele and bonggol pisang of 1:1 with a hedonic number of 3.97 .

PENDAHULUAN

Makanan tradisional merupakan makanan yang bersumber dari pangan lokal, dan salah satu makanan tradisional Bali yang potensial untuk dikembangkan adalah sere kedele. Sere kedele merupakan olahan hasil fermentasi alami, dan memiliki kesamaan dengan pangan tradisional hasil fermentasi kedelai di wilayah asia seperti Natto di Jepang, Chongkukjang di Korea, Thua nao di Thailand dan Kinema di India. Kesamaan pada produk fermentasi kedelai ini yaitu terdapat bakteri dominan yang membantu berlangsungnya proses fermentasi kedelai yaitu Bacillus subtilis (Tamang, 2015), dan bahan baku yang digunakan serta metode pengolahannya menyerupai proses produksi sere kedele. Menurut Walianingsih et al. (2016), proses produksi sere kedele menggunakan metode fermentasi spontan yang memerlukan waktu selama 30 jam dalam suhu ruang untuk menghasilkan produk berkarakteristik terbaik.

Sere kedele kaya kandungan protein yaitu 14,90% - 20,93% (Putri et al., 2021) dan kadar karbohidrat 19,47% (Sipayung et al., 2019). Sere kedele pada umumnya diolah sebagai tumisan untuk ataupun menjadi tum. Sere kedele tidak begitu disukasi karena aroma dan rasa yang tajam, sehingga pengolahannya memerlukan kombinasi dengan bahan pangan lain, dan salah satunya adalah penggunaan bonggol pisang.

Bonggo pisang merupakan bagian bawah batang pisang yang berbentuk umbi. Sebagian kecil masyarakat di wilayah Kabupaten Gianyar, Bali mengolah bonggol pisang menjadi tum dan disebut tum bungkil. Bonggol pisang yang dikeringkan mengandung 60% karbohidrat, namun rendah kandungan protein yang berkisar 4% (Sutowo et al., 2016). Tepung bonggol pisang kaya serat yaitu sekitar 29,62% (Saragih, 2013).

METODE

Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan rancangan acak kelompok. Pengembangan sere kedele dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Denpasar, uji nilai gizi formula dilakukan di PT Saraswanti Indo Genetech, Bogor, dan Penilaian daya terima dilaksanakan di Desa Pejeng Kawan, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2021

Pengolahan Bahan Baku dan Uji Produk

Bahan utama menggunakan kedelai kuning yang diperoleh dari Kota Denpasar, dan bonggol pisang klutuk diperoleh dari Desa Pejeng, Kawan Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali. Tahap pembuatan sere kedele, kedelai kuning direbus selama 4-5 jam, dan kemudian didinginkan. Selanjutnya fermentasi secara alami dalam wadah besek tertutup selama 48 jam. Bonggol pisang direndam dalam campuran air dan jeruk nipis (1 liter : 3 sendok makan) selama 15 menit, dan kemudian ditiriskan, diparut, diperas, dan dikukus selama 15 menit.

Pembuatan sate menggunakan campuran sere kedele, bonggol pisang, daging ayam giling, kelapa parut dan bumbu. Sedangkan tum menggunakan bahan sere kedele, bonggol pisang, santan, dan base gede yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, cabe besar, cabe rawit, laos, jahe, kencur, kunir, kemiri, ketumbar, merica hitam, merica putih, terasi, serai, garam, daun jeruk, dan daun salam. Terdapat 5 formula sere kedele dan bonggol pisang yaitu F1 (3:1), F2 (2:1), F3 (1:1), F4 (1:2), dan F5 (1:3).

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan produk. Metode pengujian yang dilakukan dengan metode hedonik (uji kesukaan) meliputi: warna, aroma, rasa, dan tekstur. Panelis adalah tokoh masyarakat Desa Pejeng Kawan dengan total 30 panelis, metode penentuannya menggunakan total sampling. Dalam metode hedonik, panelis diminta memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), dan 1 (sangat tidak suka). Kemudian formulasi produk yang paling disukai dianalisis kandungan zat gizi. Kadar protein dianalisis dengan metode Kjeltec, kadar lemak dengan Weibull, kadar kalium, natrium, kalsium, fosfor, zat besi, dan seng dengan metode Inductively Coupled Plasma.

Analisis Data

Data hasil penilaian daya terima diolah untuk menentukan formula dengan tingkat kesukaan tertinggi. Perbedaan daya terima antar formula dianalisis dengan Uji ANOVA.

HASIL

Tabel 1. Formulasi Sate dan Tum Sere Kedele dan Bonggol Pisang

Tabel 1. Formulasi Sate dan Tum Sere Kedele dan Bonggol Pisang

Formulasi sere kedele dan bonggol pisang sebagai bahan utama produk sate dan tum dengan berbagai komposisi formula yang berbeda (Tabel 1).

Tabel 2. Kandungan Zat Gizi dan Serat Formula Sate dan Tum Per 100 gram

Masing-masing produk memiliki kandungan energi (dalam kkal) lebih dari 200 kkal, dan dengan kandungan kalium, fosform natirum, dan kalsium yang tinggi (Tabel 2).

Tabel 3. Tingkat Kesukaan Sate Sere Kedele dan Bonggol Pisang

Secara keseluruhan, semua formula sate disukai oleh panelis, dengan tingkat kesukaan paling tinggi yaitu F1 (komposisi sere kedele berbanding bonggol pisang 3:1) dengan angka hedonik 3,80 (Tabel 3).

Tabel 4. Tingkat Kesukaan Tum Sere Kedele dan Bonggol Pisang

Hasil uji organoleptik olahan tum dengan metode yang sama dengan olahan sate, semua formula tum disukai oleh panelis. Namun yang paling disukai adalah formula F3 (komposisi sere kedele berbanding bonggol pisang 1:1) dengan angka hedonik 3,97 (Tabel 4).

PEMBAHASAN

Berdasarkan pengelompokan makanan tradisional Bali, sate termasuk jenis lauk pauk (Suter, 2014), dan umumnya terbuat dari bahan utama ayam atau ikan, akan tetapi dapat pula dibuat dari sere kedele dan bonggol pisang. Penerimaan terhadap hidangan ini perlu memperhatikan berbagai aspek yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur. Sate sere kedele dan bonggol pisang memiliki penampakan warna kuning kecoklatan, dan per 100 gramnya mengandung energi 255,11 Kkal, protein 11,55 gram, lemak 19,33 gram, karbohidrat 9,55 gram dan serat 3,11 gram (Tabel 2).

Warna menjadi parameter kesukaan pertama terhadap produk pangan, dan dengan sate yang memiliki visualisasi warna kuning kecoklatan, secara visual dapat meningkatkan nilai suatu produk (Schlintl & Schienle, 2020; Spence, 2015). Parameter warna semua formula sate disukai oleh panelis dengan tingkat kesukaan antara 3,47 sampai 3,90 (Tabel 3). Kesukaan ini disebabkan karena produk sate yang dihasilkan memiliki kemiripan warna dengan produk sate biasa diproduksi oleh produsen sere kedele. Warna sere kedele adalah hasil dari lama perebusan yang dapat menyebabkan perubahan warna pada kacang kedelai, perembusan menyebabkan pigmen pada kacang kedelai mengalami kerusakan sehingga warna kedelai memucat (Putri et al., 2021).

Aroma menjadi parameter lanjutan dalam menentukan kesukaan produk sate. Berdasarkan parameter aroma, sate dengan tingkat kesukaan antara 3,40-3,70 (Tabel 3) dalam kategori cukup disukai sampai dengan disukai oleh panelis. Aroma sate berasal dari bahan-bahan yang digunakan, seperti sere kedele, kelapa muda dan bumbu. Penilaian aroma lebih banyak melibatkan indera penciuman, karena kelezatan makanan ditentukan oleh aroma dari makanan tersebut (de Wijk et al., 2018). Bahan utama sere kedele berasal dari fermentasi kedelai, dan oleh mikroba saat fermentasi menyebabkan pemecahan substrat dalam kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat volatil, sehingga mempengaruhi aroma (Sarti et al., 2019). Perbedaan mikroorganisme berpengaruh terhadap citarasa produk fermentasi, aroma sere kedele yang dominan akan mempengaruhi cita rasa formula (Barus et al., 2008).

Tingkat kesukaan terhadap rasa sate berkisar antara 2,97-3,67 artinya agak disukai sampai disukai oleh panelis, dan formula yang mendapatkan angka hedonik paling tinggi pada komposisi sere kedele : bonggo pisang 1:2 yaitu 3,67 (Tabel 3). Semakin banyak penambahan sere kedele akan menurunkan nilai kesukaan sate, karena sere kedele memiliki rasa langu yang keras. Sedangkan pada parameter tekstur mendapatkan tingkat kesukaan antara 3,17-3,67 (Tabel 3), dan formulasi yang paling disukai terdapat pada formulasi F4 (sere kedele : bonggol pisang 1:2) dengan angka hedonik 3,67. Tekstur yang lembut dari sate dipengaruhi oleh tingkat kematangan sere kedele yang semakin lama perebusan akan menghasilkan tekstur yang empuk. Faktor empuk yang berasal dari lama perebusan adalah berasal pada kandungan selulosa yang terdapat pada kedelai. Hasil penelitian Putri et al. (2021) mendukung pendapat ini, bahwa tekstur kedelai pada saat fermentasi akan menjadi lunak atau lembut karena penurunan selulosa menjadi bentuk yang sederhana.

Tum merupakan salah satu lauk khas Bali yang juga umumnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bahan utama tum adalah daging ayam, sapi atau ikan. Ciri khas tum berasal dari pengolahannya, yang terlebih dahulu dibungkus dengan daun, dan kemudian dikukus. Hasil penelitian ini pada kandungan energi, zat gizi dan serat tum yang berbahan dasar utama sere kedele dan bonggol pisang per 100 gram yaitu energi 263,25 kkal, protein 12,75 gram, lemak 21,5 gram, karbohidrat 5,0 gram dan serat serat 3,25 gram (Tabel 2).

Parameter kesukaan pada warna, aroma, rasa, dan tekstur dari keseluruhan formula secara umum disukai oleh panelis. Parameter warna dengan tingkat kesukaan antara 3,7-4,07, dan pada formula perbandingan sere kedele : bonggo pisang 3:1 dengan angka hedonik 4,07. Tingkat kesukaan aroma Tum berkisar antara 3,60-4,03. Formula dengan tingkat kesukaan paling tinggi adalah formula dengan komposisi sere kedele : bonggol pisang 3:1 dengan angka hedonik 4,03. Parameter rasa berkisar antara 3,17-3,93, pada formulasi 1:1 dengan angka hedonik 3,93. Tekstur dari seluruh formula tum sere kedele dan bonggol pisang disukai oleh panelis dengan angka hedonik berkisar antara 3,47-4,00. Tekstur yang paling disukai pada komposisi formula 1:1 dengan angka hedonik 4,00. Secara keseluruhan tingkat kesukaan produk tum berkisar antara 3,27-3,97 yang artinya agak disukai sampai disukai oleh panelis. Formula dengan angka hedonik paling tinggi berasal dari komposisi formula 1:1 dengan angka hedonik 3,97 (Tabel 4).

KESIMPULAN DAN SARAN

Parameter kesukaan terhadap formulasi produk sate dan tum berbahan dasar sere kedele dan bonggol pisang yang ditentukan berdasarkan warna, aroma, rasa, dan tekstur produk, dengan seluruh formulasi disukai, dan produk sate yang paling disukai pada formula F1, dan produk tum pada formula F3.

Kekurangan Penelitian

Peneliti tidak dapat mengelompokkan panelis berdasarkan kesukaannya terhadap olahan sere kedele, bonggol pisang, dan produk sate dan tum.

References

Barus, T., Suwanto, A., Tri Wahyudi, A., & Wijaya, H. (2008). Role of Bacteria in Tempe Bitter Taste Formation: Microbiological and Molecular Biological Analysis Based on 16S rRNA Gene. Microbiology Indonesia, 2(1), 17–21. https://doi.org/10.5454/mi.2.1.4 DOI: https://doi.org/10.5454/mi.2.1.4

de Wijk, R. A., Smeets, P. A. M., Polet, I. A., Holthuysen, N. T. E., Zoon, J., & Vingerhoeds, M. H. (2018). Aroma effects on food choice task behavior and brain responses to bakery food product cues. Food Quality and Preference, 68, 304–314. https://doi.org/10.1016/j.foodqual.2018.03.015 DOI: https://doi.org/10.1016/j.foodqual.2018.03.015

Putri, B. N. K., Suparthana, I. P., & Darmayanti, L. P. T. (2021). Pengaruh Lama Perebusan Kedelai Terhadap Karakteristik Kedelai Terfermentasi. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 10(3), 492. https://doi.org/10.24843/itepa.2021.v10.i03.p16 DOI: https://doi.org/10.24843/itepa.2021.v10.i03.p16

Saragih, B. (2013). Analisis Mutu Tepung Bonggol Pisang dari Berbagai Varietas dan Umur Panen yang Berbeda. Jurnal TIBBS Teknologi Industri Boga Dan Busana, 9(1), 22–29.

Sarti, M. Y., Ridhowati, S., Lestari, S. D., Rinto, R., & Wulandari, W. (2019). Studi Kesukaan Panelis Terhadap Tempe dari Biji Lotus (Nelumbo nucifera) dan Kedelai (Glycine max). Jurnal FishtecH, 8(2), 34–41. https://doi.org/10.36706/fishtech.v8i2.9665 DOI: https://doi.org/10.36706/fishtech.v8i2.9665

Schlintl, C., & Schienle, A. (2020). Effects of Coloring Food Images on the Propensity to Eat: A Placebo Approach With Color Suggestions. Frontiers in Psychology, 11, 589826. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.589826 DOI: https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.589826

Sipayung, S. M., Rai Widarta, I. W., & Kartika Pratiwi, I. D. P. (2019). Pengaruh Lama Fermentasi Oleh Bacillus Subtilis Terhadap Karakteristik Sere Kedele. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 8(3). https://doi.org/10.24843/itepa.2019.v08.i03.p01 DOI: https://doi.org/10.24843/itepa.2019.v08.i03.p01

Spence, C. (2015). On the psychological impact of food colour. Flavour, 4(1), 21. https://doi.org/10.1186/s13411-015-0031-3 DOI: https://doi.org/10.1186/s13411-015-0031-3

Suter, I. K. (2014). Pangan Tradisional: Potensi dan Prospek Pengembangannya. Media Ilmiah Teknologi Pangan (Scientific Journal of Food Technology), 1(1), 96–109.

Sutowo, I., Adelina, T., & Febrina, D. (2016). Kualitas Nutrisi Silase Limbah Pisang (Batang dan Bonggol) dan Level Molases yang Berbeda sebagai Pakan Alternatif Ternak Ruminansia. Jurnal Peternakan, 13(2), 41–47. DOI: https://doi.org/10.24014/jupet.v13i2.2417

Tamang, J. P. (2015). Naturally fermented ethnic soybean foods of India. Journal of Ethnic Foods, 2(1), 8–17. https://doi.org/10.1016/j.jef.2015.02.003 DOI: https://doi.org/10.1016/j.jef.2015.02.003

Walianingsih, E. J., Jambe, A. A., & Permana, D. G. M. (2016). Pengaruh Lama Fermentasi Kedelai Terhadap Karakteristik Sere Kedele. Itepa?: Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan, 5(1). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1351832

Published

2022-07-24 — Updated on 2022-12-30

Versions

How to Cite

Dewantari, N. M., Kusumayanti, G. A. D., Arwati, K. L., & Esther Hasan, F. (2022). Acceptability and Nutritional Content of Sate and Tum Processed using Sere Soybean and Banana Weevil Formulations. Health Information : Jurnal Penelitian, 14(2), 177–183. https://doi.org/10.36990/hijp.v14i2.497 (Original work published July 24, 2022)

Issue

Section

Original Research

Citation Check

Funding data