Analysis of Direct and Indirect Determinants of Undernutrition Status in Adolescents Orphanages

Authors

  • Prajna Paramita Universitas Negeri Semarang, Indonesia
  • Oktia Woro Kasmini Handayani Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Keywords:

Nutritional status, Teenagers

Abstract

Nutritional problems play a direct or indirect role in more than 60% of the 10 million child deaths each year. This study aims to determine the relationship between direct and indirect determinants of undernutrition status in adolescents at orphanages. This research is a mixed methods research, namely quantitative and qualitative with a cross sectional approach to orphanages in the city of Semarang. Determination of the sample using purposive sampling with a minimum number of 97 samples. Statistical data were analyzed using the Rank Spearman Corelation test. The results of the data analysis show that the p-value of the energy adequacy level variable is 0.000 (0.05). The results of the interviews revealed that most of the orphanages had inappropriate food budgets. while the availability of food for orphanages is known to be in a stable condition. It can be concluded that there is a relationship between the level of energy adequacy and personal hygiene on undernutrition status, there is no relationship between environmental sanitation and growth monitoring on undernutrition status, there is an effect between the food budget on undernutrition status, but there is no effect between food availability food safety on undernutrition status.

PENDAHULUAN

Masalah gizi pada anak berperan secara langsung maupun tidak langsung terhadap lebih dari 60% dari 10 juta kematian anak di setiap tahunnya. Survei Riset Kesehatan Dasar Nasional (2018) menunjukkan bahwa angka kejadian kurang gizi di Indonesia cukup besar yaitu sebesar 9% kejadian berat badan kurang (kurus) terjadi pada remaja usia 13-15 tahun, sementara pada remaja usia 16-18 tahun yang mengalami berat badan kurang (kurus) sebesar 8%. Hingga kini, remaja di Indonesia masih dihadapkan pada tiga beban gizi (triple burden of malnutrition) dimana hal ini umum terjadi di negara berpenghasilan menengah. (UNICEF, 2021).

Berdasarkan kerangka konseptual UNICEF tahun 2006, penyebab masalah gizi kurang telah diklasifikasikan menjadi determinan dasar (basic causes), determinan pokok atau penyebab tidak langsung (underlying causes), dan determinan dekat atau penyebab langsung (immediate causes) (Piniel, 2016). Sebuah penelitian yang dilakukan di beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kekurangan gizi pada anak yaitu penyakit infeksi dan asupan makan yang buruk, dimana tidak hanya terpaku pada kuantitasnya saja tetapi juga pada variasi makanannya (Mushaphi et al., 2015). Kedua faktor ini dikategorikan dalam kategori determinan dekat atau tidak langsung.

Pola asuh ibu dalam praktik pemberian makan dan ASI eksklusif dapat memungkinkan terjadinya gizi kurang pada anak (Shah, 2020); (Madiba et al., 2019). Faktor lainnya yang berpengaruh pada status gizi yaitu rendahnya tingkat pendidikan, ketersediaan pangan yang tidak memenuhi, pendapatan yang rendah, fasilitas kesehatan yang tidak memadai, kurangnya akses air bersih, sanitasi yang buruk, dan ketidakpatuhan pemantauan pertumbuhan anak dimana faktor-faktor tersebut dikategorikan sebagai determinan pokok atau tidak langsung (Mkhize & Sibanda, 2020); (Prakoso et al., 2021).

Gizi yang tepat berperan penting dalam mendukung tumbuh kembang, memaksimalkan kemampuan belajar dan fungsi kerja otak (Kamath et al., 2017). Kekurangan zat gizi mikro yang terjadi pada masa kanak-kanak dapat memberikan dampak jangka panjang seperti perkembangan kognitif dan fisik yang terlambat, penurunan kemampuan sensorik dan motorik, produktivitas kerja berkurang ketika dewasa, dan menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang serius seperti kebutaan, keterbelakangan mental, dan daya tahan tubuh lemah yang mengakibatkan rentan terhadap penyakit menular serta penyakit lainnya dalam beberapa kasus kematian (Mkhize & Sibanda, 2020); (Mushaphi et al., 2015). Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi mereka secara pribadi tetapi juga dapat berpengaruh pada generasi mendatang (Tebeje et al., 2022).

Panti asuhan merupakan lembaga yang didirikan sebagai bentuk dedikasi untuk merawat dan mengasuh anak-anak yang kehilangan orang tuanya (Kamath et al., 2017). Panti asuhan yang menjadi tempat pengasuhan anak tidak serupa dengan anak yang diasuh secara langsung oleh kedua orang tuanya sehingga anak yatim piatu memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah sosial dan kesehatan (AA et al., 2020). Oleh karena itu, kondisi lingkungan dan kesehatan yang baik turut andil dalam melindungi kesehatan anak-anak (Moffa et al., 2019)

Pemenuhan status gizi menjadi salah satu upaya yang harus dilakukan dalam memenuhi kebutuhan anak di panti asuhan. Status gizi merupakan kondisi yang disebabkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi yang berasal dari makanan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh (Harjatmo et al., 2017). Tidak hanya dipengaruhi oleh kecukupan asupan makan, tetapi juga kesehatan fisik pada setiap individu (Park, 2016).

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif yang menggunakan metode analitik korelasi dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini berlokasi di panti asuhan di Kota Semarang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2023.

Populasi penelitian adalah seluruh anak panti asuhan di Kota Semarang. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh anak panti asuhan di Kota Semarang yang bersedia menjadi responden dan ada di lokasi penelitian selama penelitian berlangsung. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, dengan karakteristik responden merupakan remaja berusia 10-18 tahun menurut PMK RI No. 25 Tahun 2004. Penentuan sampel diperhitungkan dengan rumus Cochran dikarenakan populasi anggota yang tidak diketahui sehingga diperoleh jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 97 orang responden.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner food recall 2x24 jam, kuesioner personal hygiene, kuesioner sanitasi lingkungan, dan kuesioner pemantauan pertumbuhan. Status gizi diperoleh melalui pengukuran antropometri yang dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dan microtoise untuk mendapatkan data responden terbaru. Kuesioner personal hygiene dan pemantauan pertumbuhan yang digunakan telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam kepada pengasuh atau pemilik panti asuhan yang berisi pertanyaan berkaitan dengan anggaran makan dan ketersediaan bahan pangan.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan membuat total skor kemudian dikategorikan berdasarkan hasil ukur pada masing-masing kuesioner. Data kuantitatif selanjutnya dianalisis secara univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan dengan mendeskripsikan terkait distribusi karakteristik responden, tingkat kecukupan energi, hygiene sanitasi, dan pemantauan pertumbuhan. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini. Uji statistik yang digunakan adalah uji Korelasi Rank Spearman. Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan mereduksi dan kategorisasi data, menampilkan data dalam bentuk naratif, dan penarikan kesimpulan.

HASIL

Deskripsi variabel penelitian secara univariat meliputi distribusi karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan, serta masing-masing variabel penelitian.

Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%)
Usia (tahun)
10-12 13 13,0
13-15 49 49,0
16-18 38 38,0
Total 100 100,0
Jenis Kelamin
Laki-laki 42 42,0
Perempuan 58 58,0
Total 100 100,0
Pendidikan
SD 13 13,0
SMP 43 43,0
SMA 44 44,0
Total 100 100,0
Table 1. Analisis Karakteristik Sampel

Berdasarkan Tabel 1 menunjukan remaja panti asuhan yang berusia 10-12 tahun dan menjadi subjek penelitian sebanyak 13 (13,0%), remaja dengan usia 13-15 tahun sebanyak 49 (49,0%), sedangkan yang berusia 16-18 tahun sebanyak 38 (38,0%). Remaja panti asuhan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 42 anak (42,0%), sedangkan remaja panti asuhan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 58 anak (58,0%). Remaja panti asuhan dengan pendidikan SD sebanyak 13 anak (13,0%), berpendidikan SMP sebanyak 43 anak (43,0%), dan berpendidikan SMA sebanyak 44 anak (44,0%).

Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)
Status Gizi (IMT/U)
Gizi kurang 49 49,0
Gizi baik 51 51,0
Total 100 100,0
Tingkat Kecukupan Energi
Defisit 51 51,0

Adekuat

Berlebih

48

1

48,0

1,0

Total 100 100,0
Personal Hygiene
Baik 69 60,0
Cukup 31 31,0
Kurang 0 0,0
Total 100 100,0
Sanitasi Lingkungan

Sehat

Tidak Sehat

70

30

70,0

30,0

Total 100 100,0
Table 2. Distribusi Frekuensi Kategori Variabel

Tabel 2 menunjukkan remaja panti asuhan dengan status gizi kurang sebanyak 49 anak (49,0%) sedangkan remaja dengan status gizi normal sebanyak 51 anak (51,0%). remaja panti asuhan dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori defisit sebanyak 51 anak (51,0%), remaja panti asuhan dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori adekuat sebanyak 48 anak (48,0%), sedangkan remaja panti asuhan dengan tingkat kecukupan energi dalam kategori berlebih sebanyak 1 anak (1,0%). Pada variabel personal hygiene, remaja dalam kategori baik sebanyak 69 anak (69,0%) dan remaja dalam kategori cukup sebanyak 31 anak (31,0%). Sementara, pada variabel sanitasi lingkungan diketahui Diketahui terdapat 70 remaja panti asuhan (70,0%) dengan sanitasi lingkungan yang sehat, sedangkan 30 remaja panti asuhan lainnya (30,0%) memiliki sanitasi lingkungan yang tidak sehat.

Variabel r p
Tingkat Kecukupan Energi 0,837 0,000*
Personal Hygiene 0,511 0,000*
Sanitasi Lingkungan 0,013 0,897
Pemantauan Pertumbuhan 0,043 0,668
Table 3. Hasil Uji Statistik Tingkat Kecukupan Energi, Personal Hygiene, Sanitasi Lingkungan, Pemantauan Pertumbuhan Terhadap Status Gizi IMT/U

Pada Tabel 3, hasil uji Korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi tingkat kecukupan gizi sebesar 0,837 dan nilai p = 0,000 (<0,05), nilai koefisien korelasi personal hygiene sebesar 0,511 dan nilai p = 0,000 (<0,05), nilai koefisien korelasi sanitasi lingkungan sebesar 0,013 dengan nilai p = 0,897 (>0,05), serta nilai koefisien korelasi pemantauan pertumbuhan sebesar 0,043 dengan nilai p = 0,668 (>0,05). Terdapat hubungan yang signifikan pada variabel tingkat kecukupan energi dan personal hygiene terhadap status gizi kurang pada remaja panti asuhan di Kota Semarang.

Berdasarkan PMK RI Nomor 83/PMK.02/2022 menyatakan bahwa standar biaya pengadaan makanan wilayah Jawa Tengah yang ditetapkan untuk penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) adalah sebesar Rp 25.000,00 per orang dalam satu hari. Hal ini menjadi acuan standar yang disarankan oleh Kementerian Keuangan dalam pengadaan makanan yang diharapkan dengan anggaran tersebut mampu memenuhi kebutuhan makan untuk anak-anak panti asuhan. Adapun beberapa bentuk informasi dari informan yang ditunjukkan melalui wawancara mendalam sebagai berikut:

“..kalau dalam sehari itu per anak ya kira-kira 3.000 sampai 5.000-an per makannya. Iya 10.000-an kurang lebih.” (Informan PA 3) “..sekitar per orang 15.000 nggih 3 kali makan.” (Informan PA 6) “..20.000 untuk satu anak, iya 3 kali makan 20.000.” (Informan PA 7)

Hasil dari wawancara dengan seluruh informan yang merupakan pemilik atau pengasuh dari panti asuhan, diketahui bahwa terdapat 6 panti asuhan yang memiliki anggaran makan <Rp 25.000,00. Sementara itu, terdapat perbedaan informasi yang disampaikan oleh informan lainnya dimana anggaran makan yang dimiliki adalah ?Rp 25.000,00. Berikut hasil kutipan wawancara dapat dijelaskan sebagai berikut:

“..alhamdulliah, kalau dalam sehari per anak kisaran 30.000 sampai 35.000 untuk 3 kali makan karena ada buah ada susu, sehari minimal sekali ada buah ada susu.” (Informan PA 1)

Berdasarkan keterangan informan tersebut, dapat disimpulkan bahwa anggaran makan pada keenam panti asuhan di Kota Semarang masih belum mampu memenuhi standar acuan yang disarankan oleh Kementerian Keuangan.

Ketersediaan bahan pangan pada suatu rumah tangga dapat dikatakan stabil apabila ketersediaan pangan dan frekuensi makan seluruh anggota rumah tangga yang ada dalam keadaan cukup untuk satu hari. Pada penelitian ini, ketersediaan bahan pangan dilakukan dengan menilai kondisi ketersediaan pangan dan persediaan cadangan bahan pangan, akses persediaan bahan pangan, kekhawatiran kondisi persediaan makanan, upaya dalam mempertahankan ketersediaan bahan pangan, dan pemenuhan “Isi Piringku” dalam menu makanan.  Kondisi ketersediaan bahan pangan dinilai baik apabila memiliki jumlah yang cukup dengan jenis makanan sesuai dengan yang diinginkan. Adapun beberapa hasil wawancara dijelaskan seperti pada kutipan wawancara berikut:

“..cukup sih, iya betul..jadi kita punya namanya gudang logistik itu untuk 3 bulan. Untuk sembako ya, telur, beras, minyak, gula, susu juga ada, kecap, yang gitu-gitu lah ya, ada juga indomie, yang bertahan lama. Kita sayur itu beli untuk 2-3 hari atau kadang 3-5 hari gitu.” (Informan PA 5) “..cukup, ya kita untuk stok itu kalau tidak ada baru beli gitu karena kita kan sudah ada berkat, donatur gitu. Tiap hari beli kebetulan ada belanja untuk sayur, ya jadi belanja hari ini untuk pagi, sorenya kita stok untuk pagi, terus pagi belanja lagi. Untuk telur punya, pasti ada stok, ayam ya pasti ada stok.”(Informan PA 2)

Hasil wawancara kepada ketujuh informan menyatakan bahwa seluruh informan memiliki kondisi ketersediaan makanan di panti asuhan yang sama, yaitu ketersediaan makanan dalam jumlah yang cukup dan jenis makanan yang diberikan sesuai dengan yang diinginkan. Namun, hal yang cukup berbeda terletak pada kondisi persediaan cadangan bahan pangan dimana memiliki frekuensi persediaan yang berbeda, ada yang dalam kurun waktu harian, mingguan, bahkan bulanan.

Untuk melihat keterjangkauan panti asuhan dalam memperoleh bahan pangan, peneliti menanyakan juga kepada informan mengenai akses dalam memenuhi persediaan bahan pangan. Adapun beberapa hasil wawancara dijelaskan seperti pada kutipan wawancara berikut:

“..iya, dari pasar.” (Informan PA 4) “..ya, kalau yang selain dari donatur, kurangnya kita beli dari Pasar Bangetayu sini.” (Informan PA 1)

Berdasarkan wawancara kepada seluruh informan diperoleh hasil bahwa sebagian besar informan menyatakan akses untuk mendapatkan persediaan bahan pangan berasal dari pasar terdekat. Beberapa informan juga menyatakan bahwa akses persediaan bahan pangan juga dibantu oleh adanya donatur. Sementara itu, terdapat perbedaan informasi yang disampaikan oleh informan lainnya dalam memenuhi persediaan bahan pangan. Berikut hasil kutipan wawancara dapat dijelaskan sebagai berikut:

“..ada langganan datang tiap pagi.” (Informan PA 2)

Peneliti juga memberikan pertanyaan mengenai tanggapan dari seluruh informan berkaitan dengan kekhawatiran yang dialami terhadap persediaan bahan pangan di panti asuhan. Adapun beberapa hasil wawancara dijelaskan seperti pada kutipan wawancara berikut:

“..ya jarang sekali, secara manusia memang mungkin masih ada rasa khawatir tapi itu jarang sekali karena kalau gak ada pemberian pasti kita bisa membeli untuk anak anak, tetap bisa membeli yang bergizi.” (Informan PA 2) “..alhamdulillah tidak, ya sedikit-sedikit ada.” (Informan PA 3) “..kalau kekhawatiran ada, kita terkadang juga khawatir karena menghubungi beberapa donatur juga kan kadang ada yang slow respone, ada yang langsung mengiyakan. Ya alhamdulillah-nya kalau kekurangan sih belum pernah, alhamdulillah-nya itu sebelum kehabisan pasti ada, cuma kan ketika stok menipis itu kekhawatiran mulai muncul.” (Informan PA 7)

Hasil wawancara dengan seluruh informan diketahui bahwa tiga informan menyatakan adanya perasaan khawatir yang timbul apabila persediaan bahan pangan habis dan tidak ada bantuan yang datang. Meskipun demikian, ketiga informan ini menjelaskan lebih lanjut bahwa mereka tidak pernah berada dalam situasi persediaan makanan di panti asuhan habis. Sementara, pada keempat informan lainnya menyatakan bahwa belum pernah ada kekhawatiran terkait hal tersebut.

Cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan ketersediaan pangan rumah tangga dalam jangka waktu tertentu adalah dengan mengurangi frekuensi makan, mengkombinasikan bahan makanan pokok seperti beras dengan ubi kayu atau membeli bahan pangan yang murah. Terkait dengan langkah yang pernah dilakukan dalam menjaga stabilitas ketersediaan pangan rumah tangga, adapun bentuk informasi dari beberapa informan ditunjukkan melalui wawancara sebagai berikut:

“..kalau mengurangi porsi makan belum pernah, tapi kalau mencari bahan pangan yang murah ya kita seefektif mungkin sehemat mungkin, belanja ya pengurangan kita sesedikit mungkin sekecil mungkin, tapi ya tidak mengurangi gizi, nilai.” (Informan PA 1) “..kalau mengurangi porsi makanan tidak, cuma kalau kita beli yang murah iya soalnya kan kita milih-milih harga meskipun selisih Rp 500,- kan lumayan. Untuk kualitasnya masih sama, cuma kan pedagang beda mbak, misal yang satu begini yang satu begini jadi kita nyari ringannya disitu.” (Informan PA 4)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa seluruh informan menyatakan tidak pernah melakukan pengurangan porsi atau frekuensi makan yang disebabkan karena kehabisan uang untuk membeli bahan pangan. Namun, dua informan menyatakan bahwa pembelian bahan pangan yang murah dilakukan untuk menghemat anggaran belanja dengan tetap memperhatikan kualitas dari bahan pangan tersebut.

Untuk mengetahui aspek pendukung ketersediaan bahan pangan melalui ketersediaan menu makanan dan penerapan pedoman menu makanan yang digunakan di panti asuhan, peneliti menanyakan juga kepada seluruh informan. Adapun beberapa hasil wawancara dijelaskan seperti pada kutipan wawancara berikut:

“..iya ada, menunya ya ganti-ganti, kita buat menu juga tapi nanti diubah karena anak kan gampang bosen. (Informan PA 6) “..ada, jadi sistemnya itu biasanya yang bikin menu itu pengasuh ya, nah mereka akan membuat menu satu minggu lalu diberikan kepada saya untuk nanti dilihat.” (Informan PA 5) “..belum ada menu, karena kita lebih kondisional itu tadi.” (Informan 7)

Hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa keempat informan memiliki menu makanan yang tersedia. Akan tetapi, beberapa informan lainnya menyatakan belum memiliki menu makanan dikarenakan jadwal makanan yang tersedia setiap harinya disesuaikan dengan bahan pangan yang ada atau keinginan dari anak-anak panti asuhan. Selain itu, peneliti juga memberikan pertanyaan mengenai penerapan pedoman menu makanan berupa contoh menu dalam satu kali makan. Berikut beberapa hasil kutipan wawancara sebagai berikut:

“..nasi sayurnya biasanya sayur kangkung dan tempe goreng, terus ada nasi dan sayur lodeh. Adalagi kadang nasi sama sambal dan tahu goreng kadang nggih tempe goreng. Ada satu lauk dan satu sayur, kadang kadang ya nasi sama sayur saja. Kalau buah itu tidak ada, kalau susu gak ada mbak.” (Informan PA 3) “..kalau contohnya nasi, sayur sop, terus tempe, sama sambal. Kita 3 kali pagi siang sore beda, kita masaknya 3 kali, pagi sendiri, siang sendiri, sore sendiri. Ya, buah konsumsi, kita buah seminggu dua kali, ya senin kamis waktu buka puasa.” (Informan PA 6)

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa seluruh informan menyatakan menu makanan yang tersedia hanya berupa nasi, sayur, dan lauk, dimana lauk yang disajikan biasanya hanya terdiri dari satu jenis saja. Namun, hal yang berbeda turut disampaikan oleh satu informan lainnya yang terlihat pada hasil kutipan sebagai berikut:

“..biasanya ya ada nasi, ada lauk, sayur, kerupuk, biasanya ada sambel. Ya tergantung dari menunya kalau menunya cocok dengan sambel ya kita buatkan sambel. Kalau susu sekali sehari biasanya pagi, kalau buah biasanya pepaya, semangka, salak, jeruk.” (Informan PA 1)

Hasil wawancara menyatakan bahwa informan mengonsumsi buah dan susu secara rutin, sedangkan pada panti asuhan lainnya belum mengonsumsi buah maupun susu secara rutin. Berdasarkan keterangan informasi yang ada, peneliti mengasumsikan bahwa seluruh kondisi ketersediaan bahan pangan informan tergolong dalam kategori baik, dimana seluruh panti asuhan memiliki persediaan bahan pangan yang cukup sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ada. Selain itu, tidak ditemukan adanya tanda bahwa panti asuhan mengalami kerawanan pangan seperti pengurangan porsi makan, membeli bahan pangan yang murah, atau mengkombinasikan bahan makanan pokok.

PEMBAHASAN

Tingkat Kecukupan Energi

Energi menjadi zat yang berperan penting bagi tubuh, dimana energi berfungsi sebagai metabolisme tubuh, pertumbuhan, aktivitas fisik, dan pengaturan suhu. Pemasukan dan pengeluaran energi yang seimbang akan menciptakan status gizi remaja yang normal (Gurnida et al., 2020). Masalah kesehatan dan pola konsumsi makan yang tidak seimbang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada proses metabolisme tubuh mengarah pada munculnya suatu penyakit infeksi, depresi, anemia, mudah lelah dan kurangnya produktifitas.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi kurang pada remaja panti asuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harvita Damara Utami, et al (2020) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi remaja SMP IT Iqra Kota Bengkulu Tahun 2020, dimana remaja yang memiliki tingkat kecukupan energi tidak baik berpeluang 3,4 kali lebih besar memiliki status gizi tidak normal dibandingkan dengan remaja yang memiliki tingkat kecukupan energi baik (Utami et al., 2020). Hasil wawancara pada sebagian besar remaja dengan status gizi kurang menunjukkan ketidakseimbangan antara porsi makan dengan kebutuhan gizi remaja dan keberagaman makanan yang dikonsumsi masih belum sesuai dengan kebutuhannya. Langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga status gizi agar tetap dalam keadaan optimal adalah dengan berpedoman pada piramida makanan yakni dengan mengonsumsi makanan sesuai dengan porsi masing-masing individu dan menghindari ketidakseimbangan antar zat gizi (Rokhmah et al., 2016).

Hygiene Sanitasi

Studi terkait perilaku kebersihan pada anak-anak menunjukkan bahwa kebersihan pribadi yang buruk dapat mengakibatkan kesehatan menjadi lebih buruk. Soenardi (2000) menyatakan bahwa kebersihan pada makanan dan peralatan yang digunakan harus mendapatkan perhatian khusus saat mempersiapkan makanan. Penyakit infeksi seperti diare atau kecacingan pada anak dapat terjadi disebabkan oleh adanya makanan yang kurang bersih dan tercemar. (Purnama & Andrias, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan status gizi kurang pada remaja panti asuhan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Du dan Vo (2012) yang menyatakan bahwa anak-anak panti asuhan yang menggunakan handuk bersama-sama, yang umumnya mencuci handuk dengan frekuensi setiap minggu secara signifikan lebih mungkin untuk terkena penyakit kecacingan. Kebiasaan yang dilakukan anak-anak di panti asuhan dalam menggunakan barang-barang pribadi secara bersamaan dapat disebabkan oleh pemahaman dan pengetahuan yang buruk terkait kebersihan diri  (Moffa et al., 2019).

Sementara itu pada sanitasi lingkungan, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap status gizi kurang pada remaja di panti asuhan. Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Mwaniki, et al (2014) yang menyimpulkan bahwa sanitasi lingkungan yang tidak memadai menyebabkan prevalensi penyakit pada anak-anak di panti asuhan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan anak-anak yang tidak dilembagakan (Moffa et al., 2019).

Hygiene dan sanitasi tidak berhubungan secara langsung dengan status gizi, akan tetapi melalui perilaku hygiene dan sanitasi dapat berdampak pada kondisi status gizi dan kesehatan anak seperti penyakit infeksi. Malnutrisi dapat meningkatkan resiko penyakit infeksi, sedangkan infeksi dapat menyebabkan malnutrisi (Wati et al., 2022).

Pemantauan Pertumbuhan

Saat ini, pemantauan pertumbuhan yang berfokus pada status gizi remaja masih jarang mendapatkan perhatian sehingga hal tersebut menjadi salah satu penyebab penyelesaian masalah gizi pada kelompok usia remaja tidak berlangsung secara optimal. Padahal, penilaian dan pemantauan status gizi remaja perlu untuk dilaksanakan sebagai upaya dalam mencegah timbulnya masalah gizi dan kesehatan ketika dewasa. Masalah gizi yang terjadi pada remaja akan berisiko terkena penyakit seperti penyakit menular. Terlebih pada remaja putri yang seringkali melakukan diet yang dapat berdampak pada kurangnya asupan zat gizi (Muchtar et al., 2022).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemantauan pertumbuhan dengan status gizi kurang pada remaja panti asuhan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zakiah (2014) yang berkaitan dengan penerapan pemantauan pertumbuhan melalui penimbangan berat badan dengan status gizi pada mahasiswa menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penerapan pemantauan berat badan ideal dengan status gizi. Hal ini dikarenakan mahasiswa jarang melakukan pemantauan terhadap berat badannya dimana sebagian besar melakukan penimbangan terakhir kali lebih dari 1 minggu sebelum penelitian dilakukan. Mahasiswa melakukan penimbangan tersebut hanya pada saat tugas kuliah atau ketika mengikuti penelitian ini sehingga dapat disimpulkan penimbangan tersebut dilakukan tidak untuk memantau pertumbuhan. Sedangkan pada mahasiswa lainnya yang melakukan penimbangan terakhir kali kurang dari seminggu diketahui sebagian besar merupakan mahasiswa yang memiliki keinginan menaikkan berat badan atau menurunkan berat badan (Zakiah, 2014).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyani, et al. (2017) yang menyatakan bahwa pemanfaatan program pemantauan dan promosi pertumbuhan berpengaruh secara signifikan terhadap status gizi balita. Risiko terjadinya insidensi gizi kurang pada balita yang tidak memanfaatkan program pemantauan pertumbuhan secara teratur 2,5 kali lebih besar dibandingkan balita yang memanfaatkan program pemantauan pertumbuhan secara teratur (Nurcahyani et al., 2017).

Program pemantauan pertumbuhan memiliki peran dalam mencegah anak dari permasalahan status gizi kurang melalui adanya deteksi dini. Pemantauan pertumbuhan berguna sebagai acuan tumbuh kembang anak sehingga kegiatan tersebut harus dilakukan secara optimal. Tidak hanya itu, penyampaian informasi terkait gizi dan kesehatan serta peningkatan pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak (Sahanggamu et al., 2017).

Anggaran Makan

Keluarga dengan pendapatan yang terbatas kemungkinan kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh. Hal ini menyebabkan kurangnya keanekaragaman bahan makanan yang dikonsumsi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triana (2002) menemukan kecenderungan yang sama dimana anak dengan pendapatan keluarga yang tinggi akan mendapatkan total asupan energi yang cukup juga (?80%). Apabila pendapatan suatu keluarga meningkat, biasanya akan berdampak juga pada keluarga dalam penyediaan lauk-pauk yang turut meningkat atau dengan kata lain semakin tingginya tingkat pendapatan maka akan terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan yaitu pangan yang dikonsumsi akan menjadi lebih beragam (Tuankotta, 2012).

Asupan pemberian makanan berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Keterbatasan dalam menyediakan bahan makanan biasanya disebabkan oleh masalah biaya yang mengakibatkan menu makanan yang disediakan belum mampu memenuhi kebutuhan anaknya. Dalam penerapannya masih terdapat penyelenggaraan pelayanan makanan yang belum memenuhi standar nilai gizi makanan dikarenakan kebutuhan pangan yang disediakan hanya memenuhi 70% dari kebutuhan total (Anggraini & Ruhana, 2020).

Ketersediaan Bahan Pangan

Menurut Braun et al. (1992) dalam Antang (2002), pada tingkat rumah tangga, ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari produksi pangan sendiri dan membeli bahan pangan yang tersedia di pasar. Ketersediaan bahan pangan merupakan sub-sistem yang pertama dari tiga sub-sistem ketahanan pangan yang merupakan pangkal dalam upaya mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan (Anwar & Kusumaningtyas, 2023).

Stabilitas ketersediaan pangan pada tingkat rumah tangga dapat diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan dari anggota rumah tangga dalam satu hari. Satu rumah tangga dapat dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan pangan jika mempunyai persediaan di atas cutting point dan anggota rumah tangga dapat makan tiga kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan dari penduduk di daerah tersebut. Frekuensi makan tersebut dapat menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu pada suatu rumah tangga antara lain dengan mengurangi frekuensi makan atau mengkombinasikan bahan makanan pokok contohnya seperti beras dengan ubi kayu (Putri, 2012).

Namun, hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartina et al. (2022) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan rumah tangga dengan status gizi remaja. Ketersediaan pangan yang memadai dapat berdampak pada pemenuhan kecukupan energi seseorang yang berasal dari pangan yang mengandung karbohidrat, lemak, dan protein sehingga apabila ketersediaan pangan tidak mumpuni akan dapat berpengaruh terhadap status gizi seseorang (Anwar & Kusumaningtyas, 2023).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dan personal hygiene dengan status gizi kurang pada remaja panti asuhan serta tidak terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan terhadap status gizi kurang pada remaja panti asuhan di Kota Semarang. Sedangkan, hasil wawancara mendalam disimpulkan bahwa ada pengaruh antara anggaran makan terhadap status gizi kurang pada remaja panti asuhan serta tidak terdapat pengaruh antara ketersediaan bahan pangan terhadap status gizi kurang pada remaja panti asuhan di Kota Semarang.

Melalui penelitian ini, disarankan pada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut terkait variabel lain yang dapat mempengaruhi status gizi kurang seperti penyakit infeksi, pola asuh anak, atau faktor pengetahuan pada anak panti asuhan di Kota Semarang.

KEKURANGAN KAJIAN

Penelitian ini memiliki kekurangan diantaranya adalah penelitian ini dilaksanakan hanya pada 7 panti asuhan di Kota Semarang dengan pengambilan sampel sebanyak 100 responden, hal ini disebabkan keterbatasan peneliti dalam segi tenaga, waktu, dan biaya penelitian untuk dapat menjangkau dan meneliti lebih banyak lagi panti asuhan di Kota Semarang sehingga penelitian ini kurang dapat mempresentasikan seluruh permasalahan status gizi kurang pada remaja panti asuhan di Kota Semarang. Penelitian ini masih mempunyai kekurangan pada instrumen penelitian yaitu pada pertanyaan wawancara mendalam terkait ketersediaan bahan pangan sehingga diperkirakan dapat mempengaruhi hasil penelitian terkait hubungan ketersediaan bahan pangan dengan status gizi kurang pada remaja panti asuhan di Kota Semarang.

PERNYATAAN

Ucapan Terimakasih

Ucapan terima kasih diberikan kepada Kepala Panti Asuhan di Kota Semarang yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk dapat melakukan penelitian serta anak-anak panti asuhan di Kota Semarang yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden penelitian.

Kontribusi Setiap Penulis

Prajna Paramita Gusti Dewanti: conceptualization, methodology, formal analysis, investigation, resources, writing – original draft

Oktia Woro Kasmini Handayani: conceptualization, methodology, writing – original draft, supervision

DAFTAR PUSTAKA

AA, A., SM, A., & AO, S. (2020). Eating Pattern, Dietary Diversity and Nutritional Status of Children and Adolescents Residing in Orphanages in Southwestern Nigeria. Journal of Community Medicine and Primary Health Care, 32(1), 59–69.

Anggraini, Y., & Ruhana, A. (2020). Ketersediaan Energi dan Protein Makan Sehari di Pondok Pesantren Al Hikmah Gresik The Availlabillity of Energy and Protein for Daily Eating at Al Hikmah Islamic Boarding School Gresik. 13.

Anwar, K., & Kusumaningtyas, F. (2023). Hubungan Ketersediaan dan Keragaman Pangan Terhadap Status Gizi Remaja di Bantar Gebang, Kota Bekasi. Jurnal Andaliman: Jurnal Gizi Pangan, Klinik, Dan Masyarakat, 3(1), 48–55.

Gurnida, D. A., Nur’aeny, N., Hakim, D. D. L., Susilaningsih, F. S., Herawati, D. M. D., & Rosita, I. (2020). Korelasi antara Tingkat Kecukupan Gizi Dengan Indeks Massa Tubuh Siswa Sekolah Dasar Kelas 4, 5, dan 6. Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students, 4(1), 43–50. https://doi.org/10.24198/pjdrs.v3i2.25763

Kamath, S. M., Venkatappa, K. G., & Sparshadeep, E. M. (2017). Impact of Nutritional Status on Cognition in Institutionalized Orphans: A Pilot Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 11(3), CC01–CC04. https://doi.org/10.7860/JCDR/2017/22181.9383

Madiba, S., Chelule, P. K., & Mokgatle, M. M. (2019). Attending Informal Preschools and Daycare Centers Is a Risk Factor for Underweight , Stunting and Wasting in Children under the Age of Five Years in Underprivileged Communities in South Africa. International Journal of Environmental Research and Public Health, 16, 2589. https://doi.org/doi:10.3390/ijerph16142589

Mkhize, M., & Sibanda, M. (2020). A Review of Selected Studies on the Factors Associated with the Nutrition Status of Children Under the Age of Five Years in South Africa. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17, 7973. https://doi.org/10.3390/ijerph17217973

Moffa, M., Cronk, R., Fejfar, D., Dancausse, S., Padilla, L. A., & Bartram, J. (2019). A Systematic Scoping Review of Hygiene Behaviors and Environmental Health Conditions in Institutional Care Settings for Orphaned and Abandoned Children. Science of the Total Environment, 658, 1161–1174. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2018.12.286

Muchtar, F., Effendy, D. S., Lestari, H., Bahar, H., Masyarakat, F. K., Oleo, U. H., & Oleo, U. H. (2022). Pengukuran Status Gizi Remaja Putri Sebagai Upaya Pencegahan Masalah Gizi di Desa Mekar Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Abdi Masyarakat, 4(1), 43–48.

Mushaphi, L. F., Dannhauser, A., Walsh, C. M., Mbhenyane, X. G., & Rooyen, F. C. Van. (2015). Effect of a Nutrition Education Programme on Nutritional Status of Children aged 3 - 5 years in Limpopo Province , South Africa. South African Journal of Child Health, 9(3), 98–102. https://doi.org/10.7196/SAJCH.7958

Nurcahyani, L., Hakimi, M., & Sudargo, T. (2017). Efek Pemanfaatan Program Pemantauan dan Promosi Pertumbuhan Terhadap Status Gizi Balita di Kota Cirebon. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 4(1), 33–49.

Park, K. (2016). Park’s Textbook of Preventive and Social Medicine (23rd ed.). https://doi.org/10.1533/9780857093905.1

Piniel, A. (2016). Factors Contributing to Severe Acute Malnutrition Among The Under Five Children in Francistown-Botswana [University of the Western Cape]. file:///Users/andreataquez/Downloads/guia-plan-de-mejora-institucional.pdf%0Ahttp://salud.tabasco.gob.mx/content/revista%0Ahttp://www.revistaalad.com/pdfs/Guias_ALAD_11_Nov_2013.pdf%0Ahttp://dx.doi.org/10.15446/revfacmed.v66n3.60060.%0Ahttp://www.cenetec.

Prakoso, A. D., Azmiardi, A., Febriani, G. A., & Anulus, A. (2021). Studi Case Control: Pemantauan Pertumbuhan, Pemberian Makan, dan Hubungannya dengan Stunting pada Anak Panti Asuhan di Kota Semarang. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada, 12(2), 160–172. https://doi.org/10.34305/JIKBH.V12I2.336

Purnama, A. P., & Andrias, D. R. (2016). Hubungan Praktik Pengasuhan Terkait Higiene Sanitasi Dengan Status Gizi Balita. Jurnal Penelitian Kesehatan, 14(3), 155–159.

Putri, D. P. (2012). Kajian Ketahanan Pangan di Desa Kalijaran Kecamatan Maos. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Rokhmah, F., Muniroh, L., & Nindya, T. S. (2016). Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi Siswi Sma Di Pondok Pesantren Al-Izzah Kota Batu. Media Gizi Indonesia, 11(1), 94–100.

Sahanggamu, P. D., Purnomosari, L., Dillon, D., & Indonesia, U. (2017). Information exposure and growth monitoring favour child nutrition in rural Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 26(November 2015), 313–316. https://doi.org/10.6133/apjcn.012016.09

Shah, F. H. (2020). Global Scenario of Malnutrition: A Review. Global Journal of Nutrition & Food Science, 2(5), 1–3. https://doi.org/10.33552/gjnfs.2020.02.000549

Tebeje, D. B., Agitew, G., Mengistu, N. W., & Aychiluhm, S. B. (2022). Under-nutrition and Its Determinants Among School-aged Children in Northwest Ethiopia. Heliyon, 8(11), 1–9. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2022.e11235

Tuankotta, K. (2012). Hubungan Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Makanan Dengan Kecukupan Total Asupan Energi Pada Anak Usia 24-59 Bulan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2010.

UNICEF. (2021). Strategi Komunikasi Perubahan Sosial dan Perilaku: Meningkatkan Gizi Remaja di Indonesia (pp. 1–112). UNICEF.

Utami, H. D., Siregar, A., Gizi, P. S., Kesehatan, P., & Bengkulu, K. (2020). Hubungan Pola Makan , Tingkat Kecukupan Energi , dan Protein dengan Status Gizi pada Remaja. Jurnal Kesehatan, 11(2), 279–286.

Wati, M., Sitanggang, P., Purba, R., Emilia, E., Mutiara, E., Tresno, F., Gizi, S., Teknik, F., Medan, U. N., Pendidikan, S., Busana, T., Teknik, F., Medan, U. N., Boga, P. T., Teknik, F., & Medan, U. N. (2022). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PUSKESMAS SENTOSA BARU The Factors Associated with the Nutritional Status of Toddlers in the Working Area of the Sentosa Baru Health. Jurnal Andaliman: Jurnal Gizi Pangan, Klinik, Dan Masyarakat, 2(2), 57–68.

Zakiah. (2014). Hubungan Penerapan Pedoman Gizi Seimbang Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Published

2023-09-20

How to Cite

Paramita, P., & Handayani, O. W. K. (2023). Analysis of Direct and Indirect Determinants of Undernutrition Status in Adolescents Orphanages . Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1094. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1094

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check