Combination of Progressive Muscle Relaxation and Autogenic Exercise on Family Anxiety of Patients undergoing Intensive Care: a Quasi-Experimental Study with a Controlled Group

Authors

  • Rusna Tahir Jurusan Keperawatan, Indonesia
  • Dewi Sartiya Rini Poltekkes Kemenkes Kendari , Indonesia
  • Sitti Muhsinah Poltekkes Kemenkes Kendari , Indonesia
  • Iqra S Poltekkes Kemenkes Mamuju, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.481

Keywords:

Anxiety, Critical care, Relaxation therapy, Muscle relaxation, Autogenic training, Family

Abstract

Patients undergoing intensive care can be perceived by their accompanying families as a condition of helplessness and life threatening, thus providing an anxious psychological response for the family. Progressive muscle training and autogenic relaxation as complementary therapies in previous studies can be used to help reduce anxiety. This study aims to determine the effect of a combination of progressive muscle training and autogenic relaxation on family anxiety, with a quasi-experimental design, pre-test and post-test with the control group. The instrument to measure family anxiety was using the STAI (State Trait Anxiety Inventory) questionnaire. The total sample was 60 respondents who were determined based on the non-probability sampling technique with the consecutive sampling method. There were 30 respondents in each intervention group and control group. The results showed that the combination of progressive muscle training and autogenic relaxation had an effect on decreasing family anxiety, and statistically the difference between the average anxiety in the intervention group and the control group was 14.5 with a P value of 0.000. Further research is needed to determine the standard of complementary therapy in combination with progressive muscle training and autogenic relaxation.

PENDAHULUAN

Perawatan pasien secara intensif merupakan perawatan dengan kondisi mengancam jiwa, sehingga fokus perawatannya adalah upaya untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya perburukan kondisi. Kondisi tersebut dapat dipersepsikan oleh keluarga pasien sebagai ancaman terhadap kehidupan ([1]). Perubahan status kesehatan menjadi sakit kritis dapat memunculkan respons psikologis seperti kecemasan bagi keluarga. Perawatan secara insentif yang dijalani oleh pasien dan disokong dengan berbagai peralatan, serta kurangnya informasi mengenai kondisi pasien juga dapat menimbulkan kecemasan pada keluarga ([2]).

Keluarga yang menemani pasien yang menjalani perawatan intensif memiliki keterikatan emosional yang terjalin sangat dalam, seperti hubungan orang tua dan anak atau hubungan suami istri ([3]). Perubahan status kesehatan memicu reaksi emosional berupa respons cemas karena ketakutan akan kehilangan keluarga yang disayangi ([4]). Beberapa faktor yang diidentifikasi memicu kecemasan keluarga adalah keluarga tidak dibolehkan menunggu pasien dalam ruang perawatan intensif, kondisi pasien yang tidak stabil, ketergantungan pasien terhadap alat, dan jam besuk yang singkat ([5]). Kecemasan yang dirasakan oleh keluarga yang menunggu pasien di ruang ICU akan memberikan dampak terhadap perubahan fungsi keluarga.

Keluarga adalah kelompok orang yang tinggal bersama karena ikatan pernikahan ataupun nasab, menjalankan aturan bersama dan saling mempengaruhi antar anggotanya serta memiliki tujuan dan program yang jelas ([6]). Keluarga adalah suatu sistem dimana anggota memiliki hubungan yang darah, tinggal bersama-sama atau tidak, sistem yang saling mendukung, selalu siap memberi bantuan saat dibutuhkan ([7]). Keluarga memegang peranan penting dalam menunggu pasien yang menjalani perawatan seperti mengambil alih tugas penentuan keputusan bagi anggota yang sakit. Keluarga yang menunggu anggota keluarga yang dirawat di ICU juga mengalami perubahan aktivitas sehingga menambah beban bagi keluarga ([8]).

Kecemasan merupakan gangguan psikologis yang timbul sebagai respon terhadap kondisi yang tidak nyaman. Kecemasan adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman, berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Gangguan ini dapat berlangsung lama, terasa makin berat, dan sering berulang. Stres psikologis dapat meningkatkan reaksi imunitas, salah satunya adalah sitokin pro-inflamasi yang merespons reaksi stres dan kecemasan, sehingga kecemasan yang dialami memerlukan perhatian khusus ([9]).

Anggota keluarga yang mengalami kecemasan menunjukkan respons fisik seperti gelisah, sulit tidur, tremor, berkeringat. Sedangkan respons kognitif dapat berupa perasaan takut, khawatir, bicara berlebihan atau terbatas, terlihat sedih dan gugup ([10]). Gangguan psikologis dari kecemasan dapat menjadi penyebab ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan mengenai perawatan keluarganya sehingga menghambat pelaksanaan asuhan keperawatan.

Berbagai terapi komplementer telah dikembangkan sebagai penatalaksanaan kecemasan seperti terapi relaksasi autogenik. Relaksasi autogenik autogenik adalah salah satu teknik relaksasi dengan cara memberikan sugesti pada diri sendiri berupa kata-kata atau kalimat pendek ataupun pikiran yang bisa membuat pikiran tentram. Relaksasi autogenik dilakukan dengan membayangkan diri sendiri berada dalam keadaan damai dan tenang, berfokus pada pengaturan nafas dan detakan jantung ([11]). Relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang diolah oleh diri sendiri dengan media kalimat pendek yang akan memberikan efek sugesti berupa perasaan rileks ([3]).

Penelitian terdahulu berkaitan dengan efektifitas terapi relaksasi autogenik terhadap penurunan kecemasan telah banyak dilakukan. Studi yang dilakukan oleh Rosida et al ([12]) bahwa terapi relaksasi autogenik dapat menurunkan kecemasan pasien ICU, hasil yang sama dari penelitian Pramono et al ([13]) pada pasien hemodialisis dan pada terapi pada pasien kanker serviks ([14]).

Relaksasi autogenik dapat dikombinasikan dengan relaksasi otot progresif. Dari penelitian lainnya, relaksasi otot progresif membantu menurunkan tingkat stres ([15]). Kombinasi relaksasi otot progresif dan latihan autogenik

METODE

Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain kuasi eksperimen prates dan pascates dengan kelompok terkontrol. Penelitian mendapatkan laik etik nomor 00761/KEPK-PTKMKS/XII/2020 dari Komisi Etik Poltekkes Kemenkes Makassar. Responden yang direkrut dan ikut serta dalam penelitian telah menandatangai informed consent setelah diberikan penjelasan mengenai mekanisme pelaksanaan penelitian. Responden yang direkrut bukan kelompok rentan serta tidak mengalami resiko selama pemberian intervensi.

Penelitian berlokasi di ruang perawatan intensif (Intensive Care Unit/ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari pada bulan September-November 2020.

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien dengan kriteria inklusi merupakan keluarga inti yang mendampingi pasien selama menjalani perawatan (orang tua, suami atau istri, anak atau menantu). Total sampel berjumlah 60 orang, terdiri dari 30 orang kelompok intervensi dan 30 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling.

Pengumpulan Data Kecemasan

Pengumpulan data kecemasan sebelum dan setelah intervensi dilakukan dengan menggunakan instrumen STAI yang telah telah dibakukan dan disesuaikan menggunakan bahasa Indonesia, nilai 0,895 untuk state anxiety dan 0,901 untuk trait anxiety ([16]).

Relaksasi Otot Progresif dan Latihan Autogenik

Intervensi yang diberikan adalah kombinasi relaksasi otot progresif dan latihan autogenik yang dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari selama 1 minggu. Relaksasi otot progresif merupakan cara untuk mengurangi ketegangan jasmani yang nantinya akan berdampak pada penurunan ketegangan jiwa ([17]). Relaksasi autogenik adalah relaksasi berupa sugesti pada diri sendiri dengan kalimat pendek yang positif untuk membuat pikiran menjadi tenang. Kombinasi terapi relaksasi otot progresif dan latihan autogenik merupakan gabungan kedua terapi yang terdiri dari 15 langkah, diawali dengan pengaturan posisi nyaman, memejamkan mata sambil memusatkan pikiran, memberikan kalimat sugesti pada diri sendiri sembari melakukan gerakan latihan otot-otot tubuh pada otot wajah, otot bahu, otot tangan, otot perut dan otot kaki ([12]).

Proses olah data dan analisis data menggunakan metode statistik univariat dan bivariat. Analisis bivariat dimulai dengan uji normalitas data menggunakan metode skewness. Uji homogenitas setiap variabel data numerik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan metode Levene’s test. Uji T independen (pooled t-test) untuk membandingkan perubahan kecemasan pada kelompok kontrol dan intervensi.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik responden DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.481.g511

Responden kelompok kontrol yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (18%) dan perempuan sebanyak 19 orang (32%), responden kelompok intervensi yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang (15%) dan perempuan sebanyak 21 orang (35%). Responden kelompok kontrol dengan pendidikan tinggi sebanyak 20 orang (67%) dan pendidikan rendah sebanyak 10 orang(33%), responden kelompok intervensi dengan pendidikan tinggi sebanyak 21 orang (70%) dan pendidikan rendah sebanyak 9 orang (30%).

Tabel 2. Kecemasan keluarga pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.481.g512

Kecemasan keluarga sebelum diberikan kombinasi relaksasi otot progresif dan latihan autogenik pada kelompok kontrol adalah 98,63 dan pada kelompok intervensi adalah 95,40. Kecemasan keluarga setelah diberikan kombinasi relaksasi otot progresif dan latihan autogenik pada kelompok kontrol adalah 97,40 dan pada kelompok intervensi adalah 82,90.

Tabel 3. Perbedaan kecemasan keluarga sebelum dan setelah kombinasi relaksasi otot progresif dan latihan autogenik DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.481.g513

Perbedaan rerata kecemasan responden kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan kombinasi relaksasi otot progresif dan latihan autogenik adalah 12,5 dengan nilai P 0,00. Perbedaan rerata kecemasan responden kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan intervensi adalah 1,233 dengan nilai P 0,445.

Tabel 4. Perbedaan kecemasan kelompok intervensi dan kelompok kontrol DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.481.g514

Perbedaan rerata kecemasan pada kedua kelompok penelitian adalah 14,5 dengan nilai P kurang dari 0,05.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa keluarga yang menunggu pasien di ruang ICU mengalami kecemasan, baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi relaksasi (Figure 2). Hal ini sejalan dengan penelitian Astuti & Sulastri ([18]) yang menyebutkan bahwa keluarga yang menunggu pasien di ruang ICU mayoritas mengalami kecemasan (72,5%). Respons kecemasan yang dialami oleh keluarga pasien berbeda-beda, sesuai dengan pernyataan responden yaitu ada yang merasa tegang, ketakutan, cemas terhadap kemungkinan buruk yang akan dialami pasien, bingung, sulit mengambil keputusan. Semua ini merupakan gejala dari kecemasan yang dialami oleh seseorang ([19]).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata hubungan kekerabatan keluarga dengan pasien paling banyak adalah bapak/ibu, baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi (Figure 1). Hubungan kekeluargaan antara anak dan orang tua merupakan hubungan yang kuat karena dibangun oleh ikatan emosional, psikologis dan fisik, dimana anggota keluarga saling berhubungan, tinggal bersama-sama atau tidak tinggal bersama, terdapat kehadiran anak atau tidak, memiliki ikatan dan komitmen diantara anggota keluarga untuk mencapai tujuan dan berfungsi sebagai caregiving unit yang meliputi proteksi, pemenuhan kebutuhan makanan dan sosialisasi ([20] ; [7]).

Jika terdapat anggota keluarga yang mengalami sakit, maka anggota keluarga lain akan menjalankan fungsi sebagai sistem pendukung dan memberikan bantuan yang dibutuhkan ([6]). Perawatan terhadap keluarga yang sakit, merupakan tugas berat yang berisi tantangan sosial, emosional, perilaku, dan keuangan bagi keluarga menyebabkan mereka rentan terhadap tekanan mental seperti depresi, kecemasan, dan masalah somatik ([21]).

Dukungan sosial dan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini dapat disebabkan oleh pengalaman seseorang dengan keluarga, sahabat atau rekan kerja. perubahan status kesehatan pasien kritis menyebabkan suatu ketakutan atau kekhawatiran atas ancaman kehilangan pada anggota keluarga yang sakit kritis sehingga dapat menimbulkan respon emosional seperti menangis, sedih, cemas, stress, tidak mampu berfikir panjang, pusing dan susah tidur ([5]).

Hasil penelitian menunjukkan kecemasan keluarga pasien di ICU mengalami penurunan setelah diberikan kombinasi relaksasi otot progresif dan latihan autogenik. Terdapat perbedaan rerata kecemasan keluarga kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukan intervensi (Figures 3?4) yang secara statistik terdapat pengaruh relaksasi otot progresif dan latihan autogenik terhadap kecemasan keluarga. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya bahwa relaksasi otot progresif dan latihan autogenik dapat menurunkan kecemasan ([17]; [22]; [12]).

Kecemasan merupakan respons emosional dan penilaian individu yang subjektif yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar ditandai dengan adanya ketakutan yang tidak jelas, tidak menyenangkan dan timbulnya rasa kewaspadaan yang tidak jelas. Ketika berada dalam kondisi cemas, beberapa otot akan mengalami ketegangan sehingga mengaktifkan saraf simpatis. Prinsip kombinasi latihan relaksasi otot progresif dan autogenik adalah upaya untuk mengendurkan ketegangan jasmani melalui latihan ringan yang nantinya akan berdampak pada penurunan ketegangan jiwa dan dipadukan dengan autogenik melalui sugesti afirmasi positif pada diri sendiri. Penurunan kecemasan dapat terjadi melalui kombinasi relaksasi otot progresif dan latihan autogenic karena melancarkan peredaran darah dan dapat merangsang pengeluaran hormon endorfin. Ketika seseorang melakukan relaksasi, maka beta-endorfin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur kecemasan dan sebagai penenang alami ([12]; [23]; [15]).

Secara fisiologis, baik relaksasi otot progresif maupun latihan autogenik melibatkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis bekerja ketika tubuh terkejut, takut, cemas, atau berada dalam keadaan tegang. Sedangkan aktivitas saraf parasimpatis yang dapat menyebabkan perasaan ingin istirahat dan perbaikan fisik tubuh. relaksasi otot progresif dan latihan autogenik akan merangsang tubuh untuk meningkatkan kinerja saraf parasimpatis yang akan menghambat kerja saraf simpatik sehingga menimbulkan respons berupa penurunan denyut nadi, tekanan darah serta memperlancar aliran darah ([14]; [24]; [13]; [25]).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kecemasan yang dialami oleh keluarga pendamping pasien pada ruang perawatan intensif mengalami penurunan melalui kombinasi terapi relaksasi otot progresif dan relaksasi autogenik.

Kekurangan Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini masih berbasis instrument manual sehingga memungkinkan menimbulkan kejenuhan responden dalam mengisi instrumen tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya instrumen dalam penelitian berikutnya dibuat dalam bentuk aplikasi berbasis android.

References

Saragih, D., & Suparmi, Y. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien yang dirawat di ruang icu/iccu rs husada jakarta. KOSALA: Jurnal Ilmu Kesehatan, 5(1). https://doi.org/10.37831/jik.v5i1.119 DOI: https://doi.org/10.37831/jik.v5i1.119

Lukmanulhakim, (E), & Firdaus, W. (2018). Pemenuhan kebutuhan keluarga pasien kritis di ruang intensive care unit (Icu) rsud dr. Dradjat prawiranegara serang. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 9(1), 104. https://doi.org/10.26751/jikk.v9i1.379 DOI: https://doi.org/10.26751/jikk.v9i1.379

Sugimin, & Pratiwi, A. (2017). Kecemasan Keluarga Pasien Di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Soeradji Tirtonegoro Klaten [Undergraduate thesis]. http://eprints.ums.ac.id/50989/

Dini, A. N., & Kristiani, R. B. (2017). Komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di intensive care unit (ICU) RS Adi Husada Kapasari Surabaya. Adi Husada Nursing Journal, 3(2). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1129071 DOI: https://doi.org/10.37036/ahnj.v2i2.60

Retnaningsih, D. (2018). Hubungan komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di unit perawatan kritis. Jurnal Keperawatan Soedirman, 11(1), 35. https://doi.org/10.20884/1.jks.2016.11.1.638 DOI: https://doi.org/10.20884/1.jks.2016.11.1.638

Aziz, S., & Islami, N. (2015). Pendidikan keluarga: Konsep dan strategi (Cet. 1). Gava Media. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=983923

Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 3(1). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1000692

Tripeni, T. (2014). Kecemasan Keluarga Pasien Ruang ICU Rumah Sakit Daerah Sidoarjo. Hospital Majapahit: Jurnal Ilmiah Kesehatan Politeknik Kesehatan Mojokerto, 6(1). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/2492997

Rosyanti, L., Usman, R. D., Hadi, I., & Syahrianti, S. (2017). Kajian teoritis hubungan antara depresi dengan sistem neuroimun. Health Information : Jurnal Penelitian, 9(2), 78–97. https://doi.org/10.36990/hijp.v9i2.104 DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v9i2.104

Donsu, J. D. T. (2017). Psikologi keperawatan: Aspek-aspek psikologi, konsep dasar psikologi, teori perilaku manusia (Cetakan Pertama). Pustaka Baru Press. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1140160

Ade, R., Hadi, S., & Sutriningsih, A. (2018). Perbedaan tingkat kecemasan pada lansia yang menggunakan terapi relaksasi otot autogenik dan tidak menggunakan terapi relaksasi otot autogenik di pos Anggrek Bulan 04 RW 13 kelurahan Sisir Batu. Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 3(2). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1001634

Rosida, L., Imardiani, I., & Wahyudi, J. T. (2019). Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap kecemasan pasien di ruang intensive care unit rumah sakit pusri palembang. Indonesian Journal for Health Sciences, 3(2), 52. https://doi.org/10.24269/ijhs.v3i2.1842 DOI: https://doi.org/10.24269/ijhs.v3i2.1842

Pramono, C., Hamranani, S. S. T., & Sanjaya, M. Y. (2019). Pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisa di rsud wonosari. Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 2(2), 22. https://doi.org/10.32584/jikmb.v2i2.248 DOI: https://doi.org/10.32584/jikmb.v2i2.248

Wijayanti, D. (2016). Relaksasi autogenik menurunkan kecemasan pasien kanker serviks. E-Journal Keperawatan, 9(1).

Ilmi, Z. M., Dewi, E. I., & Rasni, H. (2017). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Stres Narapidana Wanita di Lapas Kelas IIA Jember. E-Journal Pustaka Kesehatan, 5(3). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1898411

Paramita, B. P., Haurawan, F., & Astuti, I. D. (2016). Pengaruh terapi musik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pra pembedahan sectio caesar di rumah sakit ibu dan anak Pusurategalsari, Surabaya. Jurnal Sains Psikologi, 5(2). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/852015 DOI: https://doi.org/10.37831/jik.v2i2.8

Lestari, K. P., & Yuswiyanti, A. (2015). Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang wijaya kusuma rsud dr. R soeprapto cepu. Jurnal Keperawatan Maternitas, 3(1). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1454199

Astuti, N., & Sulastri, Y. (2012). Tingkat kecemasan keluarga pasien saat menunggu anggota keluarga yang dirawat di ruang icu rumah sakit islam ibnu sina pekanbaru. Photon: Jurnal Sain Dan Kesehatan, 2(2), 53–55. https://doi.org/10.37859/jp.v2i2.139 DOI: https://doi.org/10.37859/jp.v2i2.139

Yosep, I., Wildani, D. M., & Sutini, T. (2014). Buku ajar keperawatan jiwa dan advance mental health nursing. Refika Aditama.

Muhlisin, A. (2012). Keperawatan keluarga. Gosyen Publishin.

Sulistyoningsih, T., Mudayatiningsih, S., & Metrikayanto, W. D. (2018). Pengaruh peran perawat sebagai edukator terhadap kecemasan keluarga pasien store di unit stroke rumah sakit panti waluya Malang.

Rosyanti, L., & Hadi, I. (2021). Memahami Beban, Kondisi Psikososial dan Koping Keluarga (Caregivers) Dalam Merawat Penderita Gangguan Jiwa (Pendekatan Keluarga). Health Information : Jurnal Penelitian, 13(2). https://doi.org/10.36990/hijp.v13i2.412

Ekarini, N. L. P., Krisanty, P., & Suratun, S. (2018). Pengaruh relaksasi autogenik terhadap tingkat kecemasan dan perubahan tekanan darah pada pasien riwayat hipertensi. JKEP, 3(2), 108–118. https://doi.org/10.32668/jkep.v3i2.206 DOI: https://doi.org/10.32668/jkep.v3i2.206

Lestiawati, E., & Liliana, A. (2019). Relaksasi otot progresif dan autogenik untuk menurunkan stres remaja di smkn 1 Depok Sleman Yogyakarta [Conference presentation]. Prosiding Seminar Nasional Universitas Respati Yogyakarta.

Widyaningrum, A. D., & Sari, D. I. P. (2018). Pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan menghadapi premenstrual syndrome (PMS). Jurnal Keperawatan, 11(1). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/2489525

Hayati, Y. N., & Sugiyanto, E. P. (2019). Penerapan relaksasi autogenik untuk mengurangi kecemasan pada pasien diabetes melitus. Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan, 3(2), 26–31. https://doi.org/10.33655/mak.v3i2.71 DOI: https://doi.org/10.33655/mak.v3i2.71

Published

2022-06-28 — Updated on 2022-06-30

Versions

How to Cite

Tahir, R., Sartiya Rini, D., Muhsinah, S., & Iqra S, I. S. (2022). Combination of Progressive Muscle Relaxation and Autogenic Exercise on Family Anxiety of Patients undergoing Intensive Care: a Quasi-Experimental Study with a Controlled Group. Health Information : Jurnal Penelitian, 14(1), 66–75. https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.481 (Original work published June 28, 2022)

Issue

Section

Original Research

Citation Check

Funding data

Most read articles by the same author(s)