Pemanfaatan Bahan-Bahan Tradisional untuk Pemeliharaan Kesehatan Penderita Hipertensi

Authors

  • Zulia Siti Rahmawati Mahasiswa Keperawatan, Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia, Indonesia
  • Beti Kristinawati Universitas Muhammadiyah Surakarta,Muhammadiyah University of Surakarta [https://ror.org/03cnmz153], Indonesia

Keywords:

Pemeliharaan, Hipertensi, Tanaman Obat

Abstract

Indonesia which will be rich in traditional medicinal plants,various medicinal plants in Indonesia have been used by the communityfor the treatment of various types of diseases, both acute and chronicdiseases. Hypertension is a chronic disease for which medicinal plantsare most widely used. The community can easily obtain medicinal plantsbecause many ornamental plants and trees can be found in their yards.The purpose of this study was to find out the description ofhyperten-sion sufferers in utilizing traditional medicines to maintainhealth. Quantitative descriptive design is used in this research. Thisstudy used a sample of 281 people with a purposive sampling techniquebased on the sample selection criteria that had been determined by theresearcher. The results showed that the medicinal plants used byrespondents to treat hypertension consisted of six kinds of medicinalplants namely celery, noni, ciplukan, soursop leaves, starfruit, andgarlic. The majority of respondents used the method of processingmedicinal plants by boiling. Meanwhile, the reason people usetraditional medicine is that the price of traditional medicine ischeaper, the plants are easy to get and easy to mixthemselves.

PENDAHULUAN

Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit degenerative dengan resiko kematian yang tinggi, terutama jika tekanan darah tidak terkontrol secara teratur (Adiyasa & Meiyanti, 2021). Tekanan darah sendiri dapat dibagi menjadi tekanan sistol dan diastol. Hipertensi merupakan kondisi ketika tekanan sistol terukur ?140 mmHg atau tekanan diastol terukur ?90 mmHg (Anilah et al., 2021). Berdasarkan World Health Organization (WHO) menunjukkan angka kejadian hipertensi sebesar 22% di seluruh dunia, kurang dari seperlima dari total prevalensi tersebut melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah. Prevalensi hipertensi tertinggi berasal di wilayah Afrika sebesar 27%, sedangkan Asia Tenggara berada di posisi ke tiga sebesar 25% terhadap total penduduk (World Health Organization, 2021).

Data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 didapati bahwa prevalensi hipertensi mencapai angka 34,11% pada penduduk >18 tahun, tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 (45,3%), umur 55-64 (55,2%) mengalami hipertensi. Hipertensi merupakan kondisi medis dengan prevalensi tinggi. Kasus hipertensi di seluruh dunia sebesar 22% dari total populasi dunia. Sekitar 2/3 dari penderita hipertensi berasal dari negara ekonomi menengah ke bawah (Amir et al., 2022).

Salah satu faktor resiko hipertensi yang tak bisa diubah adalah usia, riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga, dan jenis kelamin, faktor resiko yang dapat diubah yaitu kelebihan berat badan dan obesitas, kurang gerak, pola makan, kecanduaan alcohol, stress, merokok, konsumsi obat-obatan tertentu (Cholifah, 2021).

Pengobatan hipertensi bisa dilakukan dengan 2 jenis, yaitu pengobatan farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan farmakologis merupakan penatalaksanaan hipertensi yang menggunakan obat-obatan kimiawi yang efeknya hanya pada penurunan tekanan darah, sedangkan pengobatan non farmakologis adalah pilihan utama yang tepat untuk meningkatkan tekanan darah sebab selain tidak mempunyai efek samping yang bahaya bagi kesehatan, pengobatan jenis non farmakologis ini tidak perlu memerlukan biaya yang mahal, dan mudah dilakukan dapat bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dan pengendalian faktor risiko serta penyakit lainnya. Pengobatan non farmakologis ini menggunakan tumbuhan-tumbuhan tradisional atau buah-buahan (do Rosario et al., 2021).

Indonesia yang kaya akan tanaman obat tradisional, berbagai tumbuhan obat yang ada di Indonesia sudah dimanfaatkan masyarakat untuk pengobatan berbagai jenis penyakit, baik penyakit akut maupun penyakit kronis. Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis yang tanaman obatnya paling banyak digunakan. Masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan tanaman obat karena banyak tanaman hias dan pohon yang dapat ditemukan di pekarangan rumah mereka. Selain itu, tanaman obat menawarkan banyak manfaat (Falah, 2019).

Obat tradisional di Indonesia secara empiris telah dibuktikan, bahwa obat tradisional di manfaatkan untuk menjaga kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit. Masyarakat Indonesia masih menyukai pengobatan tradisional karena dianggap berkhasiat, dan relatif lebih murah harganya. Namun, ada beberapa pandangan yang kurang baik juga tentang jamu, seperti persepsi masyarakat bahwa jamu adalah minuman yang umum dan banyak yang ilegal atau palsu (Fauziah, 2021).

Tingkat kejadian hipertensi diikuti dengan peningkatan perilaku pencarian pengobatan di masyarakat, tetapi kenyataan tidak semua masyarakat memanfaatkan fasilitas kesehatan modern, mereka lebih memilih pengobatan tradisional (Laia, 2022). Penggunaan obat-obatan tradisional ini banyak digunakan masyarakat, dapat diharapkan membantu dalam penanganan penyakit hipertensi secara efektif dan efisien (AH, 2021). Obat tradisional yaitu obat yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang sudah diolah secara sederhana serta dapat digunakan sebagai obat tradisional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penderita hipertensi dalam memanfaatkan obat-obat tradisional untuk memelihara kesehatan (Maghfirah, 2021).

METODE

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah serangkaian kegiatan penelitian yang melibatkan data yang dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian (Nurwahidah & Jubair, 2019). Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ngadirojo Wonogiri. Untuk waktu penelitian dimulai pada bulan September - Maret 2023.

Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Penderita hipertensi di Puskesmas Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri dengan populasi sebanyak 941 orang terhitung dari bulan Januari sampai bulan Desember 2022. Sementara itu, sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 281 responden. Dalam menentukan sampel peneliti menggunakan teknik non probability sampling, yaitu teknik purposive sampling atau sampling berdasarkan kriteria tertentu.

Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data menggunakan instrumen berupa kuesioner (daftar pertanyaan). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi, kuesioner pemanfaatan obat tradisional dan kuesioner alasan menggunakan obat tradisional. Sebelum dilakukan penelitian dan olah data terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Kuesioner diuji validitasnya dengan Korelasi Product Moment dan uji reliabilitas dilakukan dengan Teknik Koefisien Alpha Cronbach. Pada peneliti sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan uji realiabilitas didapatkan hasil valid. Sehingga dapat disumpulkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah valid dan reliabel.

Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari empat tahapan antara lain Editing, Coding, Data entry dan Tabulating. Setelah itu, data dianalisis dengan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang akan diteliti secara tepat. Data yang diambil meliputi umur, jenis kelamin, jenis obat yang digunakann untuk penderita hipertensi (Oktaviarini et al., 2019).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Kategori Frekuensi (n=281) Presentase (100%)
Usia
25-40 61 21,7
41-55 191 68
56-70 29 10,3
Jenis Kelamin
Perempuan 178 63,3
Laki-laki 103 36,7
Pendidikan
SD 54 19,2
SMP 83 29,5
SMA 69 24,6
Perguruan Tinggi 75 26,7
Pekerjaan
IRT 84 29,9
PNS 68 24,2
Buruh 112 39,9
Wiraswasta 16 5,7
Swasta 1 4
Lama Menderita Hipertensi
<1 4 1,4
>1 277 98,6
Lama Konsumsi Obat Tradisional
<1 5 1,8
>1 276 98,2
Table 1.

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hasil analisi karakteristik responden berdasarkan usia. Peneliti mengkatagorikan usia responden menjadi tiga kategori yakni 25-40 tahun sebanyak 61 responden (21,7%), 41-55 tahun sebanyak 191 responden (68,0%), dan 56-70> tahun sebanyak 29 responden (10,3%), hasil analisi menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini berusia 41-55 tahun dengan presentase sebanyak 68,0%.

Tabel 1 menunjukkan hasil analisis karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Peneliti mengkategorikan karakteristik jenis kelamin menjadi dua kategori yakni perempuan sebanyak 178 responden (63,3%) dan laki – laki sebanyak 103 responden (36,7%), hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitan ini berjenis kelamin perempuan dengan presentase sebanyak 63,3%.

Hasil analisis karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan. Peneliti mengkategorikan pendidikan responden menjadi empat kategori yakni SD sebanyak 54 responden (19,2%), SMP sebanyak 83 responden (29,5%), SMA sebanyak 69 responden (24,6%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 75 responden (26,7%), hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitan ini berpendidikan SMP dengan presentase sebanyak 29,5%.

Hasil analisis karakteristik responden berdasarkan pekerjaan. Peneliti mengkategorikan pekerjaan responden menjadi lima kategori yakni IRT sebanyak 84 responden (29,9%), PNS sebanyak 68 responden (24,2%), Buruh sebanyak 112 responden (39,9%), Wiraswasta sebanyak 16 responden (5,7%) dan Swasta sebanyak 1 responden (4%), hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitan ini berprofesi sebagai buruh dengan presentase sebanyak 39,9%.

Hasil analisis karakteristik responden berdasarkan lama menderita hipertensi. Peneliti mengkatagorikan lamanya menderita hipertensi menjadi dua kategori yakni kurang dari 1 tahun sebanyak 4 responden (1,4%) dan lebih dari 1 tahun sebanyak 277 responden (98,6%), hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini menderita hipertensi lebih dari 1 tahun dengan presentase sebanyak 98,6%.

Hasil analisis karakteristik responden berdasarkan lama konsumsi obat tradisional. Peneliti mengkatagorikan lamanya konsumsi obat tradisional menjadi dua kategori yakni kurang dari 1 tahun sebanyak 5 responden (1,8%) dan lebih dari 1 tahun sebanyak 276 responden (98,2%), hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini mengkonsumsi obat tradisional lebih dari 1 tahun dengan presentase sebanyak 98,2%.

Pemilihan Dan Pemanfaatan Tanaman Tradisional Oleh Penderita Hipertensi

Karakteristik Frekuensi (n=281) Presentase (100%)
Pemilihan Tanaman
Seledri 142 50,5
Mengkudu 37 13,2
Ciplukan 18 6,4
Daun sirsak 46 16,4
Belimbing wuluh 19 6,8
Bawang putih 19 6,8
Pemilihan Bentuk Sediaan
Tanaman segar 281 100
Tanaman kering 0 0
Cara pengolahan
Dikonsumsi langsung 12 4,3
Direbus 125 44,5
Dijus 122 43,4
Lainnya 22 7,8
Frekuensi penggunaan
1 x sehari 96 34,2
2 x sehari 95 33,8
3 x sehari 0 0
Kadang-kadang 90 32
Table 2.

Hasil analisis mengenai gambaran responden berdasarkan pemilihan tanaman untuk mengatasi hipertensi. Peneliti mengkatagorikan pemiliha tanaman untuk mengatasi hipertensi menjadi enam kategori yakni seledri sebanyak 142 responden (50,5%), mengkudu sebanyak 37 responden (13,2%), ciplukan sebanyak 18 responden (6,4%), daun sirsak sebanyak 46 responden (16,4%), belimbing wuluh sebanyak 19 responden (6,8%), dan bawang putih sebanyak 19 responden (6,8%), hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini mengkonsumsi seledri untuk engatasi hipertensi dengan presentase sebanyak 50,5%.

Hasil analisi responden berdasarkan pemilihan bentuk sediaan obat tradisional. Peneliti mengkategorikan pemilihan bentuk sediaan obat herbal menjadi dua kategori yakni tanaman segar dan tanaman kering, hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini mengkonsumsi obat tradisional dalam bentuk sediaan tanaman segar dengan presentase sebanyak 100%.

Hasil analisis mengenai gambaran responden berdasarkan cara pengolahan tanaman obat tradisional. Peneliti mengkategorikan cara pengolahan tanaman obat tradisional menjadi empat kategori yakni dikonsumsi langsung sebanyak 12 responden (4,3%), direbus sebanyak 125 responden (44,5%), dijus sebanyak 122 responden (43,4%) dan lainnya sebanyak 22 responden (7,8%). Hasil analisis menunjukkan bahwa  mayoritas responden dalam penelitan ini mengolah tanaman obat tradisional menggunakan cara direbus dengan presentase sebanyak 44,5%.

Hasil analisis mengenai gambaran responden berdasarkan frekuensi penggunaan obat tradisional. Peneliti mengkategorikan frekuensi penggunaan obat tradisional menjadi empat kategori yakni 1x sehari sebanyak 96 responden (34,2%), 2x sehari sebanyak 95 responden (33,8%), 3x sehari sebanyak 0 responden (0%) dan kadang – kadang sebanyak 90 responden (32,0%). Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitan ini mengkonsumsi obat tradisional 1x sehari dengan presentase sebanyak 34,2%.

Alasan Menggunakan Obat Tradisional

Alasan Setuju Netral Tidak Setuju
Harga obat tradisional lebih murah 100%
2. Obat tradisional mudah didapat atauditanam sendiri 100%
3. Obat tradisional mudah disiapkan ataudiracik sendiri 100%
4. Obat tradisional mudah didapat atau ditanam sendiri 15,7% 67,3% 17,1%
5. Obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan 21,% 76,5% 2,5%
6. Tidak sembuh dengan obat kimia 18,1% 77,9% 3,9%
7. Obat tradisional aman dikonsumsi kapan saja 15,3% 40,6% 44,1%
8. obat tradisional aman dikonsumsi kapan saja 89,3% 10,3% 4%
8.

Tabel 3 menyajikan hasil analisis data mengenai alasan responden mengkonsumsi obat tradisional dalam mengobati hipertensi. Pertanyaan mengenai alasan responden menggunakan obat tradisional terdiri dari delapan pertanyaan dengan tiga opsi jawaban yakni setuju, netral dan tidak setuju.

Pembahasan

Karakteristik Responden

Hasil penelitian Nuraeni (2019) menunjukkan, mereka dengan umur tua (? 45 tahun) lebih beresiko 8.4 kali (C.I 95% : OR 2.9-24.2) menderita hipertensi bila dibandingkan dengan mereka yang berumur muda (<45 tahun). Semakin umur bertambah, terjadi perubahan pada arteri dalam tubuh menjadi lebih lebar dan kaku yang mengakibatkan kapasitas dan recoil darah yang diakomodasikan melalui pembuluh darah menjadi berkurang. Pengurangan ini menyebabkan tekanan sistol menjadi bertambah (Alfaini, n.d.). Menua juga menyebabkan gangguan mekanisme neurohormonal seperti system rening-angiotensin-aldosteron dan juga menyebabkan meningkatnya kosentrasi plasma perifer dan juga adanya Glomerulosklerosis akibat penuaan dan intestinal fibrosis mengakibatkan peningkatan vasokonstriksi dan ketahanan vaskuler, sehingga mengakibatkan meningkatnya tekanan darah (hipertensi) (Syafitri, 2016).

Jenis kelamin memang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan darah. Dalam penelitian Falah (2017) didapatkan bahwa wanita cenderung lebih tinggi terjadi hipertensi dibandingkan dengan laki-laki. Wanita yang mengalami menopause merupakan salah satu faktor penyebab wanita memiliki kecenderungan angka kejadian hipertensi lebih tinggi daripada laki-laki. Wenger (2022) mengungkapkan laki-laki pada usia 18-59 tahun memiliki kecenderungan hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Peningkatan prevelensi terjadi pada kelompok perempuan yang sudah menopause dibandingkan dengan laki-laki pada lingkup umur yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan hormone dan gaya hidup. Mekanisme vasoprotektif dilakukan oleh hormon estrogen hilang setelah menopause. Wanita pada usia lebih dari 55 tahun kehilangan aktivitas hormon estrogen pada dinding arteri karotis dan brakialis yang berakibat pada efek membahayakan seperti memicu kekakuan dan menurunkan elastisitas arteri.

Pada penelitian Maulidina (2019) menyatakan bahwa pendidikan berhubungan dengan kejadian hipertensi, dikarenakan responden yang lebih banyak berpendidikan rendah. Pendidikan rendah memiliki kemungkinan seseorang mengalami hipertensi yang disebabkan kurangnya informasi atau pengetahuan yang menimbulkan perilaku dan pola hidup yang tidak sehat seperti tidak tahu nya tentang bahaya, serta pencegahan dalam terjadinya hipertensi.

Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan tingkat atau derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat pekerjaan, lingkungan kerja, dan sifat sosioekonomi pada pekerjaan tertentu (Setyaningrum & Sugiharto, 2021). Jenis pekerjaan berpengaruh dengan pola aktivitas fisik, dimana pekerjaan yang tidak mengandalkan aktivitas fisik berpengaruh pada tekanan darah, orang yang bekerja dengan melibatkan aktivitas fisik dapat terlindungi dari penyakit hipertensi

Hipertensi dapat menimpa pegawai dengan segala profesi dan jenis pekerjaan dengan kondisi lingkungan apabila tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan atau kebutuhan pekerja misalnya, peralatan yang tidak memadai, hubungan yang buruk dengan atasan, konflik pribadi. Apabila kondisi tersebut berlangsung lama maka tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis dengan gejala yang muncul adalah hipertensi (Septianingsih, 2018).

Lamanya menderita hipertensi membuat responden memilih pengobatan dengan menggunakan obat tradisional dikarenakan penggunaan obat kimia secara berlanjutan dapat menimbulkan efek samping. Pengobatan nonfarmakologis juga berperan penting bagi orang yang mengalami hipertensi. Penatalaksanaan non-farmakologis merupakan konsep keperawatan komplementer untuk mengurangi tekanan darah pada pasien hipertensi. Pengobatan non-farmakologis tidak memiliki efek samping dalam penggunaan jangka panjang dan lebih aman dilakukan sebagai pengobatan untuk pasien hipertensi (Maulidina et al., 2019). Pengobatan alternatif yang dapat menjadi pilihan untuk menurunkan tekanan darah adalah obat tradisional. Terapi obat tradisional banyak digunakan masyarakat dalam menangani penyakit hipertensi dikarenakan memiliki efek samping yang sedikit.

Masyarakat masih menggunakan obat tradisional dalam jangka lama walaupun belum sembuh karena mereka beranggapan bahwa obat tradisional mengandung bahan-bahan alami maka efeknya lambat, obat tradisional digunakan untuk menguatkan kondisi tubuh atau meningkatkan daya tahan, berbeda dengan obat medik yang berfungsi untuk mengobati langsung pada penyakit (Atto’illah & Anggraini, 2022).

Pemilihan Tanaman

Manfaat seledri telah terbukti secara ilmiah untuk menurunkan tekanan darah. Seledri memilki kandungan flavonoid apiin dan apigenin (WHO, n.d.). Apiin merupakan senyawa dalam obat tradisional seledri yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah baik pada tekanan darah sistolik maupun diastolik.

Seledri merupakan salah satu jenis terapi obat tradisional untuk menangani penyakit hipertensi mengandung apigenin yang sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Selain itu, mengandung pthalides dan magnesium yang baik untuk membantu melemaskan otot-otot sekitar pembuluh darah arteri dan bantu menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri. Pthalides dapat mereduksi hormone stres yang dapat meningkatkan darah (Harjo et al., 2019)

Buah mengkudu mengandung dua zat aktif yang bermanfaat yaitu scopoletin dan xeronin yang dapat menurunkan tekanan darah yang bekerja dengan cara menurunkan tahanan atau retensi perifer. Kandungan bahan aktif scopoletin dalam buah mengkudu memiliki fungsi untuk menormalkan tekanan darah dengan adanya efek spasmolitik. Efek spasmolitik ditandai dengan terjadi pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) akibat reaksi otot polos, efek tersebut serupa dengan cara kerja obat antihipertensi. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan pada buah mengkudu didapatkan bahwa mengkudu dikategorikan dalam zat yang tidak toksit. Buah mengkudu aman digunakan untuk pengobatan hipertensi

Tanaman ciplukan ini mengandung zat kimia antaralain flavonoid, saponin, alkaloid, steroid,polifenol, dan fisalin. Flavonoid merupakan kelompok senyawa bioaktif yang berasal dari tumbuhan flavonoid serupa dengan antioksidan. Manfaat flavonoiddapat memperbaiki sel yang rusak akibat radikal sel yang rusak, akibat radikal bebas, membantu tubuh menyerap vitamin C dengan lebih baik, membantu mencegah atau mengobati alergi, infeksi. Manfaat saponin sebagai antibakteri, antifungi, kemampuan menurunkan kolestrol dalam darah dan menghambat pertumbuhan sel tumor. Polifenol merupakan senyawa alami pada tumbuhan yang menyimpan berjuta manfaat untuk kesehatan. Jika dikonsumsi, zat ini berperan sebagai antioksidan yang mampu megurangi angka kesakitan berbagai penyakit serius seperti kanker, diabetes, infeksi, dan hipertensi. Manfaat alkaloid adalah untuk memacu sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah dan melawan infeksi mikrobabia.

Daun sirsak mengandung senyawa monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B, gigantetrosin A, annonasin- 10-one, murikatosin A dan B, annonasin, dan goniotalamisin dan ion kalium. Khasiat senyawa-senyawa ini untuk pengobatan berbagai penyakit. Kandungan daun sirsak yang lain yaitu kalsium, fosfor, karbohidrat , vitamin A, vitamin B, vitamin C, tanin, fitosterol, kalsium oksalat, dan alkaloid murisine. Daun sirsak memiliki antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas, sama halnya dengan bahan alami lainnya, antioksidan ini dapat melenturkan dan melebarkan pembuluh darah serta menurunkan tekanan darah (Nuraeni, 2019).

Buah belimbing wuluh mengandung flavonoid, kalium, dan vitamin C yang bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah tinggi. Kandungan flavonoid dan senyawa-senyawa turunannya terbukti dapat membantu relaksasi endotelium pembuluh darah dengan caramengaktivasi enzim endothelialnitric oxide synthase (eNOS) yang memicu peningkatan produksi nitric oxide (NO). Peningkatan NO dalam serum menstimulasi pelepasan prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat sehingga pelepasannya menyebabkan dilatasi pembuluh darah (do Rosario et al., 2021). Kandungan kalium dalam belimbing wuluh dapat berperan menghambat sekresi renin. Enzim ini membantu   kerja   pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, molekul penyebab terjadinya vasokonstriksi. Penghambatan renin akan menghambat perubahan tersebut sehingga vaso-konstriksi dapat dicegah, yang pada akhirnya membantu menurunkan tekanan darah. Selain itu, konsentrasi ion kalium yang tinggi   dapat   menghambat pemompaan Na+K+ATPase yang membantu terjadinya dilatasi pembuluh darah. Akibatnya, resistensi pembuluh darah perifer menurun yang akhirnya menurunkan tekanan   darah. Ion kalium juga turut menghambat penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus proksimal ginjal sehingga meningkatkandiuresis. Diuresis yang tinggi turut mengurangi volume cairan intravaskuler yang pada akhirnya turut menurunkan tekanan darah (Ariana et al., 2020).

Bawang putih memiliki kandungan zat alisin dan hidrogen sulfide yang bermanfaat selayaknya obat darah tinggi, yakni memperbesar pembuluh darah dan membuat pembuluh darah tidak kaku sehingga tekanan darah akan turun. Oleh karena itu, sangat bagus bagi penderita yang menderita hipertensi untuk mengkonsumsi bawang putih karena sangat berperan penting dalam memperbesar pembuluh darah dan membuat pembuluh darah tidak kaku serta dapat menghambat masuknya ion ke dalam sel. Dengan demikian, akan terjadi penurunan konsentrasi ion intraseluler dan diikuti relaksasi otot. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pelebaran ruangan dalam pembuluh darah, sehingga tekanan darah menjadi turun (Sri Darmawan et al., 2021).

Pemilihan Bentuk Sediaan

Tanaman obat tradisional lebih berkhasiat jika digunakan dalam keadaan segar. Untuk menghindari akibat negatif dari pemanfaatan tanaman obat bagi penderita penyakit, maka pemilihan jenis dan bahan tanaman obat harus secara baik dan benar sesuai indikasi penyakit. Menurut penelitian Fauziah (Saputra & Chairunnisa, 2019) masyarakat  cenderung  tidak  setuju  menggunakan  obat  tradisional  dalam  bentuk  ekstrak  kering dikarenakan  mereka  beranggapan  bahwa  tidak  hanya  dalam  bentuk  ekstrak  kering  dalam  menggunakan  obat tradisional melainkan bisa   dalam   bentuk  sediaan   lain.

Cara Pengolahan Tanaman Obat Tradisional

Bentuk sediaan obat tradisional terdiri dari bentuk rebusan atau seduhan, ekstrak kering, serbuk, dalam keadaan segar, rajangan, pil, tablet, kapsul,larutan, dan bentuk lainnya. Penggunaan obat tradisional atau herbal dalam upaya swamedikasi paling banyak dalam bentuk rebusan atau seduhan atau larutan karena bentuk sediaan tersebut merupakan cara yang praktis, paling mudah digunakan dan menggunakan tanaman yang mudah didapat. Perebusan berulang- ulang dari bahan ramuan tidak berpengaruh walaupun khasiatnya akan sedikit berkurang. Masyarakat cenderung tidak setuju dikarenakan menggunakan obat tradisional dalam bentuk serbuk akan terasa pahit dan mereka cenderung lebih senang menggunakan bentuk rebusan langsung (Saraswaty et al., 2020). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna (2019) juga menyatakan bahwa sediaan yang paling banyak digunakan masyarakat ialah sediaan cair (92.86%). Hal ini dikarenakan obat tradisional bentuk cairan merupakan bentuk yang paling lama ada di Indonesia dan bentuk cairan lebih praktis dalam penggunaannya (Ekarini et al., 2020).

Frekuensi Penggunaan Obat Tradisional

Menurut penelitian Pane (2018), obat tradisional dapat menyembuhkan penyakit dengan efek samping yang minim karena dibuat dari bahan-bahan yang alami, berbeda seperti obat-obat sintetis yang dapat memberikan efek samping baik secara langsung maupun setelah waktu yang lama. Akan tetapi konsumsi tanaman obat sebagai obat tradisional tidak boleh dikonsumsi sembarangan, sama halnya seperti penggunaan obat kimia yang diproduksi oleh industri farmasi. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Hal ini menipis anggapan bahwa obat tradisional tak memiliki efek samping. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat tradisional.

Alasan Menggunakan Obat Tradisional

Berdasarkan pertanyaan pertama mengenai harga obat tradisional lebih murah, seluruh responden menjawab setuju. Masyarakat meyakini bahwa obat tradisional lebih terjangkau dari segi harga dibandingkan dengan harga obat kimia. Di Indonesia sendiri obat tradisional sudah banyak dimanfaatkan sejak zaman dahulu sebelum adanya obat kimia. Pemanfaatan obat tradisional tersebut dilatar belakangi oleh melimpahnya tanaman tradisional di Indonesia, sehingga perolehan obat tradisional dinilai lebih mudah dan terjangkau dibanding obat kimia.

Berdasarkan pertanyaan kedua mengenai obat tradisional lebih mudah didapat atau ditanam sendiri, seluruh responden menjawab setuju. Sejak zaman dahulu kala sebelum adanya obat kimia, obat tradisional lebih dulu dipakai untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan, maka dari itu banyak masyarakat Indonesia yang membudidayakan tanaman tradisional.

Berdasarkan pertanyaan ketiga mengenai obat tradisional lebih mudah disiapkan atau diracik sendiri, seluruh responden menjawab setuju. Penggunaan obat tradisional sudah membudaya di masyarakat. Sebagian besar masyarakat cukup menguasai cara meraciknya. Umumnya pembuatan obat tradisional di Indonesia hanya cukup dikonsumsi dengan cara direbus, dijus atau dapat dikonsumsi secara langsung. Manfaat penggunaan obat tersebut sangat besar, dengan keadaan ekonomi masyarakat, adanya penggunaan obat tradisional ini akan menghemat biaya kehidupan (Hasfika et al., 2020).

Berdasarkan pertanyaan keempat mengenai khasiat obat tradisional sama dengan obat kimia, mayoritas responden menjawab netral. Berdasarkan pertanyaan kelima mengenai obat tradisional mengandung berbagai senyawa aktif yang berkhasiat, mayoritas responden menjawab netral. Tanaman obat tradisional umumnya lebih aman karena bersifat alami dan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan obat-obat buatan pabrik. Itulah sebabnya sebagian orang lebih senang mengkonsumsi obat-obat tradisional. Selain itu tanaman obat tradisional umumnya lebih kuat menghadapi berbagai penyakit tanaman karena memiliki kandungan zat alami untuk mengatasinya.

Berdasarkan pertanyaan keenam mengenai obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan, mayoritas responden menjawab netral. Profil obat tradisional di masyarakat yang cenderung lebih baik dalam hal minimnya efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat tradisional bila dibandingkan dengan obat modern, menjadikan penggunaan obat tradisional cenderung lebih aman (Saibi et al., 2020).

Berdasarkan pertanyaan ketujuh mengenai responden mengeluhkan tidak sembuh dengan pengobatan kimia, mayoritas responden menjawab tidak setuju. Responden yang menyatakan hal tersebut sebelumnya tidak mencoba menggunakan obat kimia terlebih dahulu sehingga mereka tidak merasakan manfaat dari penggunaan pengobatan kimia.

Berdasarkan pertanyaan terakhir mengenai obat tradisional aman dikonsumsi kapan saja, mayoritas responden menjawab setuju. Pernyataan ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fauziah (2019) bahwa penggunaan tanaman obat sebagai obat tradisional tidak boleh dikonsumsi sembarangan, sama halnya seperti penggunaan obat kimia yang diproduksi oleh industri farmasi. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat tradisional.

KESIMPULAN

Tanaman obat yang digunakan responden untuk mengatasi hipertensi terdiri dari enam macam tanaman obat yakni seledri, mengkudu, ciplukan, daun sirsak, belimbing wuluh, dan bawang putih, hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitan ini mengkonsumsi seledri untuk mengatasi hipertensi dengan presentase sebanyak 50,5%. Cara pengolahan bahan-bahan tradisional dalam pemeliharaan kesehatan pada penderita hipertensi terbagi menjadi empat kategori yakni dikonsumsi langsung, direbus, dijus dan lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitan ini mengolah tanaman herbal menggunakan cara direbus dengan presentase sebanyak 44,5%.Masyarakat menggunakan obat tradisional dengan alasan Harga obat tradisional lebih murah (100%), Obat tradisional mudah didapat atau ditanam sendiri (100%), dan Obat tradisional mudah disiapkan atau diracik sendiri (100%). Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian tentang pemanfaatn bahan-bahan tradisional dalam kesehatan penderita hipertensi dengan mengubah variable maupun membuat variasi yang berbeda dari penelitian ini.

Kekurangan Kajian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya dilakukan pada satu lokasi. Sehingga hasil yang didapat mungkin akan menimbulkan perbedaan apabila dilakukan pada lokasi lain yang berbeda. Metode pengumpulan data hanya menggunakan data kuesioner.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyasa, M. R., & Meiyanti, M. (2021). Pemanfaatan Obat Tradisional Di Indonesia: Distribusi Dan Faktor Demografis Yang Berpengaruh. Jurnal Biomedika Dan Kesehatan, 4(3), 130–138. Https://Doi.Org/10.18051/Jbiomedkes.2021.V4.130-138

Ah, S. (2021). Effect Of Averrhoa Bilimbi Fruit Extract On Blood Pressure And Mean Arterial Pressure Of Nacl Induced Hypertensive Rats. Bangladesh Journal Of Medical Science, 20(3).

Alfaini, S. (N.D.). Penanaman Bibit Herbal Jahe Merah Serta Pemanfaatannya Dalam Platform Bisnis Masyarakat Di Masa Pandemic Covid-19.

Amir, A., Rantesigi, N., & Agusrianto, A. (2022). Seduhan Bawang Putih Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi: A Literature Review. Poltekita?: Jurnal Ilmu Kesehatan, 16(1), 113–117. Https://Doi.Org/10.33860/Jik.V16i1.685

Anilah, W., Perwitasari, M., & Febriyanti, R. (2021). Gambaran Penggunaan Obat Herbal Untuk Pengobatan Hipertensi Pada Masyarakat Di Desa Kepandean Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal. Politeknik Harapan Bersama Tegal. Http://Eprints.Poltektegal.Ac.Id/Id/Eprint/179

Ariana, R., Sari, C. W. M., & Kurniawan, T. (2020). Perception Of Prolanis Participants About Chronic Disease Management Program Activities (Prolanis) In The Primary Health Service Universitas Padjadjaran. Nurseline Journal, 4(2), 103. Https://Doi.Org/10.19184/Nlj.V4i2.12687

Arifa, A. F. C. (2018). Pengaruh Informasi Pelayanan Prolanis Dan Kesesuaian Waktu Terhadap Pemanfaatan Prolanis Di Pusat Layanan Kesehatan Unair. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 6(2), 95. Https://Doi.Org/10.20473/Jaki.V6i2.2018.95-102

Atto’illah, M. A., & Anggraini, M. T. (2022). Keaktifan Mengikuti Prolanis Mempengaruhi Kestabilan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Warungasem. Https://Doi.Org/10.20473/Jaki.V6i2.2018.95-102

Cholifah, N. (2021). Pengaruh Pemberian Jus Tomat Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Purwosari Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 12(2), 404–410.

Do Rosario, V. A., Schoenaker, D. A. J. M., Kent, K., Weston-Green, K., & Charlton, K. (2021). Association Between Flavonoid Intake And Risk Of Hypertension In Two Cohorts Of Australian Women: A Longitudinal Study. European Journal Of Nutrition, 60(5), 2507–2519. Https://Doi.Org/10.1007/S00394-020-02424-9

Ekarini, N. L. P., Wahyuni, J. D., & Sulistyowati, D. (2020). Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Usia Dewasa. Jkep, 5(1), 61–73. Https://Doi.Org/10.32668/Jkep.V5i1.357

Falah, M. (2019). Hubungan Jenis Kelamin Dengan Angka Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Di Kelurahan Tamansari Kota Tasikmalaya. Jurnal Mitra Kencana Keperawatan Dan Kebidanan, 3(1), 85–94. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.54440/Jmk.V3i1.67

Fauziah, L. M. (2021). Hardiana,“Gambaran Penggunaan Obat Tradisional Pada Masyarakat Desa Pulo Secara Swamedikasi,” J. Sains Dan Kesehat. Darussalam, 1, 37–50.

Harjo, M. S., Setiyawan, S., & Rizqie, N. S. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Sikap Dalam Pencegahan Komplikasi Hipertensi Pada Lansia Peserta Prolanis Upt Puskesmas Jenawi Karanganyar. Placentum: Jurnal Ilmiah Kesehatan Dan Aplikasinya, 7(2), 34. Https://Doi.Org/10.20961/Placentum.V7i2.29734

Hasfika, I., Erawati, S., & Sitorus, F. E. (2020). Pengaruh Senam Prolanis Terhadap Pengendalian Kadar Glukosa Darah Dan Tekanan Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe Ii Dan Hipertensi. Best Journal (Biology Education, Sains And Technology), 3(2), 184–190. Https://Doi.Org/10.30743/Best.V3i2.3226

Laia, I. S. (2022). Pemanfataan Ciplukan (Physalis Angulata) Sebagai Tanaman Obat Hipertensi Di Desa Mohilikecamatan Amandraya Kabupaten Nias Selatan. Faguru: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan, 1(2), 119–127. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.57094/Faguru.V1i2.675

Maghfirah, L. (2021). Gambaran Penggunaan Obat Tradisional Pada Masyarakat Desa Pulo Secara Swamedikasi. Jurnal Sains Dan Kesehatan Darussalam, 1(1), 13.

Maulidina, F., Harmani, N., & Suraya, I. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Luhur Bekasi Tahun 2018. Arkesmas (Arsip Kesehatan Masyarakat), 4(1), 149–155.

Nuraeni, E. (2019). Hubungan Usia Dan Jenis Kelamin Beresiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Klinik X Kota Tangerang. Jurnal Jkft, 4(1), 1–6. Https://Doi.Org/Http://Dx.Doi.Org/10.31000/Jkft.V4i1.1996.G1234

Nurwahidah, N., & Jubair, J. (2019). Pengaruh Penggunaan Rebusan Seledri Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Cenggu Tahun 2018. Bima Nursing Journal, 1(1), 43. Https://Doi.Org/10.32807/Bnj.V1i1.530

Oktaviarini, E., Hadisaputro, S., Suwondo, A., & Setyawan, H. (2019). Beberapa Faktor Yang Berisiko Terhadap Hipertensi Pada Pegawai Di Wilayah Perimeter Pelabuhan (Studi Kasus Kontrol Di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas Ii Semarang). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 4(1), 35. Https://Doi.Org/10.14710/Jekk.V4i1.4428

Parker, W. F., Anderson, A. S., Hedeker, D., Huang, E. S., Garrity, E. R., Siegler, M., & Churpek, M. M. (2018). Geographic Variation In The Treatment Of Us Adult Heart Transplant Candidates. Journal Of The American College Of Cardiology, 71(16), 1715–1725.

Pratama Putra, I. D. G. I., Wirawati, I. A. P., & Mahartini, N. N. (2019). Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Rsup Sanglah. Intisari Sains Medis, 10(3). Https://Doi.Org/10.15562/Ism.V10i3.482

Saibi, Y., Romadhon, R., & Nasir, N. M. (2020). Kepatuhan Terhadap Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Jakarta Timur. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal Of Pharmacy) (E-Journal), 6(1), 94–103. Https://Doi.Org/10.22487/J24428744.2020.V6.I1.15002

Saputra, N., & Chairunnisa, C. (2019). Implementasi Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis): Studi Kasus Di Puskesmas Ciputat. Jumantik (Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan), 5(1), 1. Https://Doi.Org/10.30829/Jumantik.V5i1.5732

Saraswaty, D., Abdurrahmat, A. S., & Novianti, S. (2020). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dan Pengetahuan Dengan Perilaku Pengendalian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya. Journal Health & Science?: Gorontalo Journal Health And Science Community, 2(2), 283–295. Https://Doi.Org/10.35971/Gojhes.V2i2.5272

Sasmita Reza, J., & Maysarah Binti Bakri. (2022). Upaya Pemberdayaan Apotek Hidup Dan Pentingnya Tanaman Obat Dalam Menjaga Imunitas Tubuh Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Riset Dan Pengabdian Masyarakat, 2(1), 57–66. Https://Doi.Org/10.22373/Jrpm.V2i1.1157

Septianingsih, D. G. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Pasien Hipertensi Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Samata. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Http://Repositori.Uin-Alauddin.Ac.Id/Id/Eprint/13311.

Setyaningrum, N. H., & Sugiharto, S. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Lansia: Scoping Review. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan, 1(2), 1790–1800. Https://Doi.Org/10.48144/Prosiding.V1i.933

Sri Darmawan, Sriwahyuni, Adalina Seltit, & Noyumala. (2021). Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia Yang Melakukan Senam Prolanis Di Puskesmas Tamalanrea Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda, 7(2), 181–186. Https://Doi.Org/10.52943/Jikeperawatan.V7i2.637

Syafitri, H. (2016). Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Alternatif Tanaman Obat Menggunakan Metode Simple Additive Weighting. Prociding Kmsi, 4(1).

Vickers, N. J. (2017). Animal Communication: When I’m Calling You, Will You Answer Too? Current Biology, 27(14), R713–R715.

Who. (N.D.). Global Health Estimates 2016: Deaths By Cause, Age, Sex, By Country And By Region, 2000–2016. Geneva, World Health Organization; 2018.

Author Biography

Beti Kristinawati, Universitas Muhammadiyah Surakarta,Muhammadiyah University of Surakarta [https://ror.org/03cnmz153]

Mahasiswa Keperawatan, Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia

Published

2023-10-01

How to Cite

Rahmawati, Z. S., & Kristinawati, B. (2023). Pemanfaatan Bahan-Bahan Tradisional untuk Pemeliharaan Kesehatan Penderita Hipertensi. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1006. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1006

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check