Analisis Determinan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja di SMA Negeri 1 Limboto

Authors

  • Jubaeda Abas Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia
  • Lintje Boekoesoe Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia
  • Sylva Flora Ninta Tarigan Universitas Negeri Gorontalo, Indonesia

Keywords:

Kesehatan mental, Pola asuh, Orang tua, Remaja

Abstract

Generally, almost 50% of all mental health problems, including depression, anxiety, and aggressive behavior are estimated to begin at the age of 14 with prevalence rate about 10-20%, and most of them are lack of getting proper care and treatment. The main objective of this research was to analyze dterminants that closely related to mental-emotional health disorders. The samples of the research were 289 students of SMAN 1 Limboto. This research used analytical cross-sectional design. The result of the research showed that gender factor (p-value= 0,001), parenting style (p-value= 0,000), marital status of parents (p-value= 0,03) and experience of bullying (p-value= 0,013) are factors that significantly related to adolescents’ mental health disorder with the chi-square test result p-value (<0,05). Parenting model is the most related factor toward mental-emotional health disorders of adolescents which is proved by the result of ordinal logistic regression analysis in Wald Test with p-value<0,000 (0,05). It is expected that the interventions in improving adolescents’ mental-emotional health can be carried out together through integrated policies between governments, public health services, across sectors and health programs. By applying this technique, the preventive efforts of keeping good physical and psychological of adolescents can be actualized.

Jubaeda Abas1, Lintje Boekoesoe2,  Sylva Flora Ninta Tarigan3

1 Jubaeda.abas@gmail.com

2 lintje.boekoesoe@ung.acid

3 flora.tarigan@ung.ac.id

PENDAHULUAN

Masa remaja menjadi periode yang penting dalam perkembangan individu, karena ini adalah persiapan mereka untuk memasuki dewasa. Di saat yang sama, remaja dianggap bukan lagi sebagai anak-anak, namun mereka belum sepenuhnya menjadi manusia dewasa. Masa ini ditandai oleh banyak perubahan, termasuk perubahan fisik, psikologis, dan sosial. Keadaan yang penuh dengan perubahan ini seringkali menyebabkan konflik, baik konflik internal dengan diri sendiri maupun konflik dengan lingkungan sekitarnya. (IDAI, 2018).

Gangguan mental emosional adalah keadaan dari individu yang mengalami perubahan emosional dan dalam keadaan tertentu terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat berkembang dan menjadi keadaan patologis. Ketidakmampuan menyelesaikan gangguan kesehatan mental dan emosional dengan baik akan berakibat negatif pada perkembangan diri remaja di masa mendatang, terlebih pada pembentukan karakter mereka yang bisa menjadi pemicu gangguan perkembangan mental emosional. (Fakhriyani, 2019).

Menurut informasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat sekitar 1 miliar individu di seluruh dunia menghadapi masalah gangguan kesehatan mental, dan  pada setiap empat puluh detik, ada 1 orang kehilangan nyawa akibat tindakan bunuh diri (Inggrid et al., 2020). Data dari Global Burden of Disease (2020) juga menunjukkan peningkatan mencapai 52 juta kasus bertambah pada perempuan yang mengalami gangguan kecemasan dan lebih dari 35 juta kasus pada tahun 2020 dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mengalami depresi mayor. (Santomauro et al., 2021).

Dalam skala global, hampir separuh dari keseluruhan gangguan kesehatan mental, termasuk didalamnya perilaku agresif, kecemasan, dan depresi diprediksi mulai muncul sejak usia 14 tahun, dengan tingkat prevalensi sekitar 10-20%. Sayangnya, sebagian besar dari mereka yang menghadapi masalah ini tidak menerima perawatan dan bantuan yang memadai (WHO, 2019). Sementara itu, satu dari tujuh anak yang berusia 10 sampai dengan 19 tahun (sekitar 14%) memiliki gangguan mental, namun banyak di antara mereka belum teridentifikasi dan tidak mendapat pengobatan yang tepat. (WHO, 2020).

Pada data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 di Indonesia, angka prevalensi yang berhubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional individu yang berusia lebih dari 15 tahun, yang menunjukkan gejala depresi serta kecemasan sebagai indikatornya sekitar 11 juta orang atau sama dengan 9,8% dari jumlah penduduk di Indonesia. Sementara itu kelompok remaja yang mengalami stres berat mencapai sekitar 6,2%. Individu yang memiliki masalah depresi atau stres berat akan cenderung melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri, bahkan mencapai tahap bunuh diri. Prevalensi gangguan kesehatan mental emosional di Provinsi Sulawesi Selatan melebihi angka pada umumnya secara nasional, yakni mencapai 12,83%. Sedangkan prevalensi depresi pada individu yang berusia 15 tahun ke atas di Provinsi Gorontalo merupakan yang tertinggi kedua secara nasional, dengan angka mencapai 10,3%. Sementara untuk prevalensi gangguan kesehatan mental emosional pada remaja di Gorontalo, mereka juga berkontribusi sebagai yang tertinggi kedua dengan angka prevalensi mencapai 17,7%. (KEMENKES RI, 2019).

Di Provinsi Gorontalo, prevalensi masalah kesehatan mental per kabupaten kota yang ada, kabupaten Gorontalo merupakan wilayah dengan persentasi tertinggi yakni 26,42% dari total kasus gangguan kesehatan mental emosional yang terjadi pada individu usia ?15 tahun. Persentasi usia pada remaja yang memiliki gangguan kesehatan mental emosional adalah 14,70% masih lebih sedikit dari rentang usia lansia dengan persentasi 28,75% (Kemenkes RI, 2018).

Data awal yang diperoleh dari Puksemas Limboto Kabupaten Gorontalo berdasarkan hasil skrining pada tujuh Sekolah Menengah Atas yang merupakan wilayah Puskesmas Limboto tahun 2019 yang dilakukan terhadap 1247 siswa kelas 1 dengan menggunakan instrumen SDQ (Strength and Difficult Quisionare) dengan siswa yang berhasil di skrining sebanyak 993 siswa. Dari 993 siswa yang di skrinning, siswa SMA Negeri 1 Limboto merupakan siswa terbanyak yang berhasil di skrining yakni sebanyak 264 siswa dengan hasil skrinning diperoleh sebesar 6% siswa menggambarkan hasil borderline dan abnormal pada skor kekuatan dan 40,9% borderline dan abnormal pada skor kesulitan. Pada saat pelaksanaan skrining tersebut didapatkan ada 2 siswa dengan riwayat self harm bahkan percobaan bunuh yang merupakan siswa di SMA Negeri 1 Limboto.

Berdasarkan fenomena yang diperoleh bahwasanya masalah mental emosional remaja yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang membuat remaja memiliki masalah perilaku yang bertentangan  dan berdampak pada fungsi kehidupan remaja di dalam masyarakat sosial. Hal tersebut menarik peneliti   untuk dapat melakukan penelitian tentang “Analisis Determinan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja di SMA Negeri 1 Limboto Kabupaten Gorontalo”

METODE

Jenis penelitian adalah observasional analitik melalui pendekatan cross sectional study. Variabel independen yang diteliti adalah jenis kelamin, pola asuh orang, status perkawinan orang tua, status sosial ekonomi, perilaku konsumsi alkohol pada orang tua, riwayat bullying pada remaja serta durasi penggunaan gadget sedangkan variabel depeden adalah gangguan kesehatan mental remaja yang diukur pada waktu bersamaan. Penelitian ini dilakukan pada selang waktu Februari sampai dengan April 2023 di SMA Negeri 1 Limboto Kabupaten Gorontalo. Populasi pada penelitian yakni seluruh siswa SMA Negeri 1 Limboto yang berjumlah 1063 siswa dengan penentuan sampel berdasarkan rumus slovin yang tingkat presisinya 5% didapatkan sampel sebanyak 289 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik stratified random sampling, merupakan teknik pengambilan sampel dengan menentukan sampel berdasarkan kelompok atau strata dari anggota pada populasi yang diteliti. Teknik ini menentukan subyek penelitian berdasarkan kelompok area atau kelas dari satu populasi (Irwan, 2021b).

Instrumen pada penelitian ini adalah kuisioner yang datanya didapatkan dari jawaban responden pada lembar kuisioner serta wawancara langsung dengan panduan kuisoner  Strenght dan Difficult Quisionare (SDQ), pola asuh orang tua, status perkawinan orang tua, status sosial ekonomi, perilaku konsumsi alkohol pada orang tua, riwayat bullying pada remaja serta durasi atau lama waktu menggunakan gadget. Teknik analisa data yang dipakai adalah analisis univariate untuk mendeskripsikan karakteristik pada setiap variabel penelitian, analisis bivariat dan analisis multivariat.

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian ini menentukan hubungan antar variabel dengan analisis uji statistik chi-square, yakni menganalisis hubungan antara dua variabel yang skala data variabel penelitian adalah skala ordinal dan skala nominal.

Analisis multivariat digunakan untuk melihat variabel apa yang paling berpengaruh dari masing-masing variabel independen melalui analisis regresi logistik. Analisis regresi logistik merupakan model  prediksi yang dapat menilai pengaruh diantara variabel dependen terhadap variabel independen dengan variabel dependennya adalah data kategorik. Pada analisis regresi logistik uji hipotesisnya menggunakan uji Wald (Jusuf dkk., 2022).

HASIL

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 115 39,8
Perempuan 174 60,2
Pola Asuh Orang Tua
Demokratis 61 21,1
Permisif 96 33,2
Otoriter 132 45,7
Status Perkawinan Orang Tua
Menikah 240 83
Cerai Hidup 23 8
Cerai Mati 26 9
Riwayat Konsumsi Alkohol Pada Orang Tua
Tidak Pernah 268 93,1
Pernah 20 6,9
Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Tidak Miskin 201 69,6
Miskin 88 30,4
Riwayat Bullying
Tidak Pernah 188 65,1
Pernah 101 34,9
Durasi Penggunaan Gadget
Rendah (0-2 jam) 96 33,2
Tinggi (>2 jam) 193 66,8
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Gangguan Kesehatan Mental Emosional
Normal 168 58,1
Borderline 76 26,3
Abnormal 45 15,6
Table 1. Karakteristik Responden

Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa karaktersitik responden adalah 60,2% berjenis kelamin perempuan, 45,7% memiliki pola asuh orang tua yang otoriter, 83% status perkawinan orang tua siswa adalah menikah, 93,1% orang tidak pernah memiliki riwayat konsumsi alkohol, 69,6% memiliki status sosial ekonomi orang tua tidak miskin, dan 65,1% siswa tidak pernah mengalami bullying serta 66,8% siswa dengan durasi penggungaan gadget lebih dari 2 jam.

Jenis Kelamin Gangguan Kesehatan Mental Emosional Jumlah p value
Normal Borderline Abnormal
n % n % n % N %
Laki-laki 82 71,3 21 18.3 12 10,4 115 100 0,001
Perempuan 86 49,4 55 31,6 33 19,0 174 100
Total 168 58.1 76 26,3 45 15,6 289 100
Table 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja Di SMA Negeri 1 Limboto

Analisis uji Chi-square untuk hubungan variabel jenis kelamin dengan variabel gangguan kesehatan mental emosional remaja pada table 2 memperoleh nilai p-value (0,001) < ? (0,05) yang artinya secara signifikan ada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja siswa SMA Negeri 1 Limboto. Terlihat juga bahwa jenis kelamin perempuan yang memiliki masalah mental emosional masih lebih banyak daripada yang berjenis kelamin laki-laki.

Pola Asuh Orang Tua Gangguan Kesehatan Mental Emosional Jumlah p value
Normal Borderline Abnormal
n % n % n % N %
Demokratis 49 80,3 10 16,4 2 3,3 61 100 0,000
Permisif 52 54,2 29 30,2 15 15,6 96 100
Otoriter 67 50,8 37 28,0 28 21,2 132 100
Total 168 58.1 76 26,3 45 15,6 289 100
Table 3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja Di SMA Negeri 1 Limboto

Hasil analisis uji Chi-square untuk variabel pola asuh orang tua dengan variabel gangguan kesehatan mental emosional remaja pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai p-value (0,000) < ? (0,005) yang berarti terdapat hubungan pola asuh orang tua berhubungan secara signifikan dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja siswa SMA Negeri 1 Limboto. Terlihat juga bahwa siswa yang memiliki pola asuh orang tua yang otoriter adalah paling dominan mengalami masalah kesehatan mental emosional.

Status Perkawinan Orang Tua Gangguan Kesehatan Mental Emosional Jumlah p value
Normal Borderline Abnormal
n % n % n % N %
Menikah 148 61,7 61 25,4 31 12,9 240 100 0,03
Cerai Hidup 8 34,8 7 30,4 8 34,8 23 100
Cerai Mati 12 46,2 8 30,8 6 23,1 26 100
Total 168 58.1 76 26,3 45 15,6 289 100
Table 4. Hubungan Status Perkawinan Orang Tua dengan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja Di SMA Negeri 1 Limboto

Hasil analisis uji Chi-square pada variabel status perkawinan dari orang tua dengan variabel gangguan kesehatan mental emosional remaja pada tabel 4 menunjukkan bahwa nilai p-value (0,03) < ? (0,05) yang artinya menunjukkan ada hubungan secara signifikan dari status perkawinan pada orang tua dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja siswa SMA Negeri 1 Limboto. Terlihat juga bahwa walaupun siswa dengan status perkawinan orang tua cerai hidup adalah yang paling sedikit namun secara persentasi adalah yang paling dominan mengalami gangguan kesehatan mental emosional daripada siswa dengan status perkawinan orang tua yang menikah atau cerai mati.

Riwayat Konsumsi Alkohol pada Orang Tua Gangguan Kesehatan Mental Emosional Jumlah p value
Normal Borderline Abnormal
n % n % n % N %
Tidak Pernah 159 59,1 70 26,0 40 14,9 269 100 0,39
Pernah 9 45,0 6 30,0 5 25,0 20 100
Total 168 58.1 76 26,3 45 15,6 289 100
Table 5. Hubungan Riwayat Konsumsi Alkohol pada Orang Tua dengan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja Di SMA Negeri 1 Limboto

Hasil analisis uji Chi-square dari variabel riwayat konsumsi alkohol pada orang tua dengan variabel gangguan kesehatan mental emosional remaja pada tabel 5 menghasilkan nilai p-value (0,39) > ? (0,05) yang bermakna secara signifikan tidak ada hubungan antara riwayat konsumsi alkohol pada orang tua dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja siswa SMA Negeri 1 Limboto. Terlihat juga bahwa  siswa dengan riwayat konsumsi alkohol pada orang tua tidak pernah dan tidak mengalami gangguan kesehatan mental emosional masih paling banyak daripada yang memiliki gangguan kesehatan mental emosional.

Status Sosial Ekonomi Orang Tua Gangguan Kesehatan Mental Emosional Jumlah p value
Normal Borderline Abnormal
n % n % n % N %
Tidak Miskin 121 60,2 51 25,4 29 14,4 201 100 0,53
Miskin 47 53,4 25 28,4 16 18,2 88 100
Total 168 58.1 76 26,3 45 15,6 289 100
Table 6. Hubungan Status Sosial Ekonomi Orang Tua dengan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja Di SMA Negeri 1 Limboto

Hasil analisis uji Chi-square pada variabel status sosial ekonom orang tua dan variabel gangguan kesehatan mental emosional remaja pada tabel 6 memperlihatkan bahwa nilai p-value (0,53) > ? (0,05) yang dapat diartikan secara signifikan tidak ada hubungan antara variabel status sosial ekonomi orang tua dengan variabel gangguan kesehatan mental emosional remaja siswa SMA Negeri 1 Limboto. Terlihat juga, siswa dengan status sosial ekonomi orang tua yang tidak miskin dan tidak mengalami gangguan kesehatan mental emosional masih paling banyak daripada yang memiliki gangguan kesehatan mental emosional.

Riwayat Bullying Gangguan Kesehatan Mental Emosional Jumlah p value
Normal Borderline Abnormal
n % n % n % N %
Tidak Pernah 121 64,4 43 22,9 24 12,8 188 100 0,013
Pernah 47 46,5 33 32,7 21 20,8 101 100
Total 168 58.1 76 26,3 45 15,6 289 100
Table 7. Hubungan Riwayat Bullying dengan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja Di SMA Negeri 1 Limboto

Hasil analisis uji Chi-square pada variabel riwayat bullying dengan variabel gangguan kesehatan mental emosional remaja pada tabel 7 memperlihatkan nilai p-value (0,013) < ? (0,05) yang artinya secara signifikan riwayat bullyingberhubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja siswa SMA Negeri 1 Limboto. Terlihat juga bahwa  siswa dengan riwayat bullying masih lebih banyak yang memiliki gangguan kesehatan mental emosional daripada siswa yang tidak mengalami gangguan kesehatan mental emosional.

Durasi Penggunaan Gadget Gangguan Kesehatan Mental Emosional Jumlah p value
Normal Borderline Abnormal
n % n % n % N %
Rendah (0-2 jam) 61 63,5 23 24,0 12 12,5 96 100 0,383
Tinggi (>2 jam) 107 55,4 53 27,5 33 17,1 193 100
Total 168 58.1 76 26,3 45 15,6 289 100
Table 8. Hubungan Durasi Penggunaan Gadget dengan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja Di SMA Negeri 1 Limboto

Hasil analisis uji Chi-square pada variabel durasi penggunaan gadget dengan variabel gangguan kesehatan mental emosional remaja pada tabel 8 memperlihatkan nilai p-value (0,383) > ? (0,05) yang berarti secara signifikan durasi penggunaan gadget tidak ada hubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja siswa SMA Negeri 1 Limboto. Terlihat juga bahwa sebagian besar siswa SMA Negeri 1 Limboto menggunakan gadget lebih dari 2 jam dan tidak mengalami gangguan kesehatan mental emosional.

Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa hanya variabel pola asuh orang tua, jenis kelamin, status perkawinan orang tua dan riwayat bullying yang secara signifikan berhubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja siswa di SMA Negeri 1 Limboto. Selanjutnya hasil penelitian dilakukan analisis lanjutan dengan analisis multivariat yang menggunakan analisis regresi logistik. Analisis multivariat pada variabel jenis kelamin, pola asuh orang tua, status perkawinan orang tua dan riwayat bullying terhadap gangguan kesehatan mental emosional remaja di SMA Negeri 1 Limboto dapat terlihat pada tabel 9 berikut ini.

Variabel Penelitian Estimate Std. Error Wald df Sig. 95% Confident Interval
Lower Bond Upper Bond
Gangguan Mental (1) -.560 .419 1.788 1 .181 -1.381 .261
Gangguan Mental (2) .967 .425 5.183 1 .023 .134 1.800
Jenis Kelamin (1) -.814 .259 9.881 1 .002 -1.322 -.307
Jenis Kelamin (2) 0a . . 0 . . .
Pola Asuh (1) -1.316 .376 12.226 1 .000 -2.054 -.578
Pola Asuh (2) -.067 .267 .064 1 .801 -.591 .456
Pola Asuh (3) 0a . . 0 . . .
Status Perkawinan (1) -.686 .411 2.781 1 .095 -1.493 .120
Status Perkawinan (2) .141 .551 .065 1 .799 -.940 1.221
Status Perkawinan (3) 0a . . 0 . . .
Riwayat Bullying (1) .645 .249 6.707 1 .010 .157 1.134
Riwayat Bullying (2) 0a . . 0 . . .
Table 9. Pengaruh determinan gangguan kesehatan mental emosional remaja

Berdasarkan urutan ketiga variabel yang dominan berhubungan secara parsial tersebut diatas, terlihat bahwa variabel pola asuh orang tua merupakan variabel yang secara signifikan paling berpengaruh terhadap gangguan kesehatan mental emosional remaja di SMA Negeri 1 Limboto dengan hasil pada uji Wald  nilai p-value (0,000) < ? (0,05).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini diperoleh bahwa remaja yang berjenis kelamin perempuan adalah remaja yang banyak mengalami gangguan kesehatan mental emosional dibandingkan dengan remaja laki-laki. Remaja perempuan dianggap lebih emosional daripada laki-laki dalam mengekspresikan perasaan yang ditimbulkan akibat interaksi individu dengan lingkungan sosial. Laki-laki yang dianggap lebih logis dalam cara berpikir dianggap lebih tenang dalam hal menghadapi masalah ataupun stresor dari lingkungan sosial. Menurut Brizendine terdapat perbedaan respon menghadapi konflik pada perempuan dan laki-laki. Dimana organ otak pada perempuan dianggap mempunyai kewaspadaan yang bersifat negatif dalam menghadapi stres dan konflik sehingga menyebabkan hormon negatif yang dapat menimbulkan stres. Hormon testoteron dan progesterone dianggap mampu mempengaruhi agresifitas yang membuat laki-laki dianggap lebih stabil dalam melakukan aktivitas, dibandingkan dengan hormon estrogen yang dianggap mampu mempengaruhi perempuan secara psikis pada keadaan tertentu. Keadaan tertentu dapat mempengaruhi psikis perempuan dalam berperilaku ketika menyelesaikan suatu masalah, hal ini akan membuat remaja perempuan cenderung lebih mudah mengalami stres daripada remaja laki-laki. Hasil analisis penelitian ini sama dengan penelitian Rofingatul,dkk (2017) tentang Determinan Gejala Mental Emosional Pelajar SMP-SMA di Indonesia Tahun 2015 yang menggunakan data sekunder dengan mengambil data Global School-Based Student Healthy Survey (GSHS) pada 8.477 sampel yang mendapatkan ada 64,8% pelajar perempuan dari 4620 responden perempuan mengalami gejala mental emosional dengan nilai hasil uji chi-square diperoleh nilai p-value = 0.000 (<0,005) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antar jenis kelamin dengan gejala mental emosional pada pelajar.

Pada variabel pola asuh orang tua berdasarkan hasil uji Chi-square didapatkan secara signifikan pola asuh orang tua memiliki hubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja sesuai yang disajikan pada tabel 3 diatas bahwa paling banyak siswa yang mengalami gangguan kesehatan mental emosional adalah siswa dengan pola asuh orang tua yang otoriter. Pola asuh otoriter dianggap sebagai pola pengasuhan yang memaksakan kehendak orang tua dengan tidak mempertimbangkan hak anak untuk berpendapat. Pola pengasuhan ini dianggap sangat berpengaruh pada perkembangan mental anak, terlebih pada anak usia remaja. Dimana pada tahap remaja, anak menganggap dirinya sudah mampu mandiri layaknya orang dewasa namun orang tua beranggapan anaknya masih memerlukan pendampingan serta pengawasan dari orang tuanya. Perbedaan pemahaman antara anak dan orang tua seringkali menjadi pemicu konflik antara anak dengan lingkungan keluarga, sehingga pada sebagian anak dapat memiliki dampak yang tidak baik terhadap perkembangan mental emosionalnya. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan mental remaja adalah faktor keluarga, antara lain adalah bentuk pola pengasuhan orang tua.

Model pengasuhan orang tua yang tidak empatik ataupun yang cenderung mendominasi memberikan dampak yang buruk pada perkembangan mental remaja. Hasil analisi penelitian ini menghasilkan analisis yang sama dengan penelitian Kholifah dan Sodikin (2019), diman nilai p-value hasil uji chi-square 0.000(<0,05) menunjukkan secara statistik terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan masalah mental emosional remaja di SMP N 2 Sokaraja (Kholifah & Sodikin, 2020).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa siswa dengan status perkawinan orang tua yang cerai hidup memiliki persentasi paling tinggi untuk yang memiliki gangguan kesehatan mental emosional borderline serta abnormal dibanding dengan status perkawinan orang tua menikah dan cerai mati. Status perkawinan cerai hidup sebagian besar merupakan status perkawinan yang berasal dari konflik rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang lama sehingga masing-masing individu memilih untuk berpisah. Pada kondisi keluarga yang telah memiliki anak mungkin kondisi ini hanya akan berdampak pada individu suami atau istri tersebut, namun akan berbeda jika kondisi ini terjadi pada keluarga yang telah memiliki anak terlebih anak usia remaja. Menurut IDAI (2022), salah satu faktor psikososial yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental remaja antara lain yakni ketidakharmonisan orang tua. Peterson (2009) berpendapat bahwa remaja yang mempunyai latar belakang keluarga yang tidak harmonis atau bahkan dengan keluarga broken home kerap mengalami banyak macam masalah perilaku yang negatif. Keadaan ini dikarenakan keluarga yang harusnya berperan dalam terpenuhinya kebutuhan, dukungan sosial dan pengasuhan, meningkatkan keterampilan hidup , mengembangkan dan menata sistem, serta kecukupan kebutuhan seksual menjadi tidak terpenuhi. Hasil pada penelitian sama  dengan yang diteliti di Munich pada tahun 2010 yang mendapatkan hasil bahwa kondisi perkawinan orang tua secara signifikan memiliki hubungan kasus gangguan mental dan emosional, pada penelitian itu status perceraian orang tua atau bahkan orang tua tunggal  memberikan dampak pada kesehatan mental seorang anak.

Riwayat bullying adalah faktor yang juga berhubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja di SMA Negeri 1 Limboto seperti yang digambarkan pada tabel 7. Anak yang pernah mengalami bullying  akan memiliki masalah pada perkembangan kesehatan mental emosionalnya. Pelaku bullying atau remaja yang melakukan bullying kepada sesama biasanya juga merupakan individu dengan masalah mental emosional akibat trauma kekerasan yang dialami sebelumnya, entah mendapatkan perilaku bullying yang serupa maupun rasa penolakan dari lingkungan. Menurut IDAI (2022) salah satu faktor resiko terhadap kesehatan mental remaja adalah lingkungan sekolah. Dilingkungan sekolah remaja melakukan interaksi dengan guru dan teman sebaya, dan bullying adalah salah satu bentuk perlakuan yang didapatkan remaja dari kelompok teman sebaya akibat interaksi sosial disekolah. Bullying  merupakan faktor resiko yang paling sering memberikan dampak serius pada perkembangan kesehatan mental remaja. Penelitian Sukmawati,dkk (2021) mendapatkan hasil bahwa  bullying memiliki keterkaitan negatif yang sangat signifikan dengan kesehatan mental, semakin sering  seorang remaja di bullying semakin besar dampak negatif bullying yang akan dialami korban (Sukmawati et al., 2021).

Pada variabel riwayat konsumsi alkohol pada orang tua menghasilkan analisis uji chi-square dengan nilai p-value = 0,39 (> 0,05) yang artinya riwayat konsumsi alkohol pada orang tua secara signifikan tidak berhubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja di SMA Negeri 1 Limboto. Perilaku konsumsi alkohol pada orang tua dianggap dapat berdampak pada perkembangan mental emosional anak, jika perilaku konsumsi alkohol pada orang tua memiliki dampak yang buruk di dalam lingkungan rumah. Menurut Webster-Stratton dan Taylor (2001) faktor resiko yang memiliki dampak pada perkembangan kesehatan mental anak remaja diantaranya ialah faktor konsektual seperti salah satunya adalah aktivitas kriminal orang tua dapat berpengaruh pada anak tumbuh dengan masalah perilaku. Penelitian ini hasilnya tidak sama dengan penelitian Hidayangsih,dkk (2009) dimana secara statistik orang tua dengan kebiasaan minum alkohol berpengaruh pada perilaku remaja yang beresiko dengan nilai (OR = 4,112;95% Cl = 1,087 – 9,356) (Hidayangsih, 2009). Hasil analisis penelitian yang tidak sejalan dengan hasil analisis pada penelitian tersebut dan dengan beberapa teori, karena penelitian ini memiliki lebih banyak responden dengan orang tua yang tidak memiliki riwayat penggunaan alkohol yakni sekitar 93,1% serta variabel ukur yang dipergunakan pada penelitian ini hanya dibatasi pada gangguan terhadap kesehatan mental emosional remaja dan tidak pada perilaku negatif yang ditimbulkan akibat dampak dari masalah kesehatan mental tersebut.

Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dari orang tua responden dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja di SMA Negeri 1 Limboto. Menurut Webster-Stratton dan Taylor (2001) dan IDAI (2022) kemiskinan merupakan faktor konsektual atau sebagian dari kondisi sosial yang dapat memberikan dampak buruk untuk perkembangan kesehatan mental remaja. Hasil analisis penelitian  ini tidak sama dengan penelitian  Erika dan Yuni (2019) yang meneliti tentang gangguan mental emosional pada anak SD di Kota Salatiga yang mendapatkan kesimpulan bahwa pendapatan keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan mental emosional anak dengan nilai p-value 0,010 (<0,05) yang menjelaskan bahwa responden yang memiliki pendapatan keluarga yang kurang beresiko lebih dari 2 kali lipat untuk memiliki gangguan mental emosional daripada responden yang memiliki pendapatan keluarga yang lebih banyak (Prihatiningsih & Wijayanti, 2019). Kemiskinan merupakan faktor konsektual yang dianggap berpengaruh pada perkembangan mental emosional anak, namun faktor ini tidak akan berpengaruh seutuhnya jika anak memiliki faktor pelindung baik lingkungan keluarga seperti pola asuh yang baik serta lingkungan sosial teman sebaya yang dapat membantu anak untuk tetap menjadi remaja yang optimis dan percaya diri dalam keterbatasan ekonomi keluarga. Selain itu juga ditentukan oleh faktor anak itu sendiri. Anak dengan kemampuan mengatasi masalah yang baik tentu dianggap memiliki kemapuan berpikir logis yang baik, sehingga kemiskinan dapat dijadikan motivasi untuk bisa tumbuh menjadi lebih baik dimasa depan daripada harus terpuruk karena merasa tidak terterima pada lingkungan sosial pertemanan.

Pada variabel durasi penggunaan gadget hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara durasi penggunaan gadget dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja di SMA Negeri 1 Limboto seperti yang disajikan pada tabel 8 diatas. Menurut Wijanarko dan Setiawati (2016) penggunaan gadget terlalu lama juga akan memberikan dampak terhadap perilaku dari anak remaja antara lain perilaku sosial, perilaku emosi, sifat malas, perilaku kekerasan, kebiasaan tidur, obesitas serta kebiasaan belajar. Hasil penelitian Erik dan Syenshie yang dilakukan pada remaja pria di SMK Baramuli mendapatkan hasil analisis uji statistik menggunakan uji Gamma didapatkan p value 0,001yang artinya nilai p masih kecil dari nilai alpha ? = 0,05 dengan nilai koofesien korelasi -0,404 yang bermakna ada korelasi moderat namun negatif yakni lama durasi penggunaan gadget tidak akan selalu berpengaruh terhadap gangguan mental (Erik & Syenshie, 2020). Kecanduan game online berawal dari penggunaan gadget yang cukup lama sehingga beberapa ahli kesehatan anak mengeluarkan pendapat pembatasan penggunaan gadget yang aman terhadap kesehatan mental dan fisik anak. Namun tidak dapat kita hindari seiring perkembangan teknologi membuat penggunaan gadget saat ini sudah merupakan bagian dari kebutuhan hidup sehari-hari termasuk pada anak remaja. Beberapa hal terkait pendidikan dan hubungan sosial yang menuntut anak untuk memiliki gadget membuat hampir semua anak remaja di Indonesia memiliki gadget (Erik dan Syenshie, 2020).

Sama halnya dengan remaja siswa SMA Negeri 1 Limboto yang hampir sebagian besar memiliki gadget,baik berupa handphone, tablet, komputer dan laptop. Sehingga gadget dianggap tidak hanya memberikan dampak negatif tapi juga dapat memberikan dampak positif bagi penggunanya. Lama penggunaan gadget tidak selamanya dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental emosional anak jika penggunaannya lebih kepada penggunaan positif seperti belajar, bersosial media dengan teman sebaya dalam kelompok positif hingga pengembangan kreativitas seperti menjadi konten kreator. Beda halnya jika lama penggunaan gadget dilakukan untuk bermain game online yang menyebabkan adiksi, judi online ataupun untuk hal-hal negatif lainnya.

Dari empat variabel yang memiliki hubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional didapatkan bahwa pola asuh menjadi faktor yang paling berpengaruh pada gangguan kesehatan mental emosional remaja di SMA Negeri 1 Limboto. Secara statistik pola asuh orang tua merupakan determinan yang paling memiliki pengaruh dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja, sebab orang tua adalah lingkungan yang paling pertama kontak dengan remaja yang dimulai dari anak masih dalam kandungan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pola asuh orang tua, jenis kelamin, status perkawinan orang tua dan riwayat bullying berhubungan secara signifikan dengan gangguan kesehatan mental emosional remaja di SMA Negeri 1 Limboto dengan faktor pola asuh menjadi faktor yang paling berpengaruh pada gangguan kesehatan mental emosional remaja. Semoga penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian-penelitian tentang kesehatan mental remaja bagi peneliti-peneliti yang lain.

KEKURANGAN KAJIAN

Kekurangan kajian pada penelitian ini adalah masih kurang mendalamnya data dan informasi yang didapatkan dari tiga variabel yang tidak berhubungan yakni terkait variabel status sosial ekonomi orang tua yang hanya berdasarkan pada kriteria siswa sebagai penerima BLT atau tidak menerima BLT, pada variabel riwayat konsumsi alkohol pada orang tua juga peneliti tidak melakukan pengumpulan data yang lebih lengkap tentang riwayat penggunaan alkohol serta dampak dalam kehidupan sehari-hari pada keluarga dan remaja. Sama halnya dengan variabel durasi penggunaan gadget dimana peneliti hanya membahas tentang durasi <2 jam atau >2 jam dan tidak menambahkan kategori untuk apa gadget digunakan dalam rentang waktu yang >2 jam tersebut.

PERNYATAAN

Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada  Kepala Puskesmas Limboto dr. Nurhijjah Pakaja dan Kepalah Sekolah SMA Negeri 1 Limboto ibu Dr Hj. Ester Yunginger, M.Pd yang telah mengizinkan dan memfasilitasi saya melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Limboto.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, R. T. (2022). Perilaku Bullying Terhadap Kesehatan Mental Anak di SMP Negeri 1 Galis Pamekasan. 2022.

American Psychological Assosiation. (2022). Mental Health. Https://Www.Apa.Org/Topics/Mental-Health.

Amhar, D. (2018). Dukungan Sosial Sebagai Determinan Kesehatan Mental pada Remaja dengan Keluarga Broken HOme. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 3(1), 10–27. https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-a7e576e1b6bf

Axelta, A., & Abidin, F. A. (2022). Depresi Pada Remaja: Perbedaan Berdasarkan Faktor Biomedis Dan Psikososial. Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat) Khatulistiwa, 9(1), 34. https://doi.org/10.29406/jkmk.v9i1.3207

Ayun, Q. (2017). Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengasuhan dalam Membentuk Kepribadian Anak. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 5(1), 102. https://doi.org/10.21043/thufula.v5i1.2421

Chomaria, N. (2018). Kenali Masa Remaja Anak (Fiedha Hasiem (ed.); Cetakan Pe). Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Diananda, A. (2019). Psikologi Remaja Dan Permasalahannya. Journal ISTIGHNA, 1(1), 116–133. https://doi.org/10.33853/istighna.v1i1.20

Erik, S., & Syenshie, W. V. (2020). Hubungan Durasi Bermain Game Online Dengan Kesehatan Mental Pada Remaja Pria. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, 2(2), 69–75.

Fitri, A., Neherta, M., & Sasmita, H. (2019). Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Masalah Mental Emosional Remaja Di Sekolah Menengah Kejuruan (Smk) Swasta Se Kota Padang Panjang Tahun 2018. Jurnal Keperawatan Abdurrab, 2(2), 68–72. https://doi.org/10.36341/jka.v2i2.626

Hidayangsih, P. S. (2009). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU BERISIKO REMAJA DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2009 Puti Sari Hidayangsih, Dwi Hapsari Tjandrarini, Rofingatul Mubasyiroh dan Supanni Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan. Buletin Penelitian Kesehatan, 88–98.

IDAI. (2022). https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/masalah-kesehatan-mental-emosional-remaja. Satgas Remaja IDAI.

Irwan. (2021a). Metode Penelitian kesehatan, Zahir Publishing Yogyakarta.

Irwan. (2021b). Metode Penelitian Kesehatan. In Yogyakarta?: Zahir Publishing.

Jayani, D. H. (2019). Murid “Korban Bully” di Indonesia Tertinggi Ke Lima di Indonesia. Https://Databoks.Katadata.Co.Id/Datapublish/2019/12/12/Pisa-Murid-Korban-Bully-Di-Indonesia-Tertinggi-Kelima-Di-Dunia.

Jusuf, H., Adityaningrum, A., & Yunus, R. (2022). Determinan Kejadian Gastritis Pada Mahasiswa. Jambura Health and Sport Journal, 4(2), 108–118. https://doi.org/10.37311/jhsj.v4i2.15171

KEMENKES RI. (2018). Laporan Provinsi Gorontalo RISKESDAS 2018. Lembaga Penerbit Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 1–640.

KEMENKES RI. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa Di Indonesia. In InfoDATIN (p. 12).

KEMENKES RI. (2022). Mengenal Pentingnya Kesehatan Mental pada Remaja. Https://Yankes.Kemkes.Go.Id/.

Kholifah, N., & Sodikin, S. (2020). Hubungan pola asuh orang tua dan lingkungan teman sebaya dengan masalah mental emosional remaja di SMP N 2 Sokaraja. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 5(2), 99–108. https://doi.org/10.30651/jkm.v5i2.4961

Kurniawan, Y., & Sudrajat, A. (2018). Peran teman sebaya dalam pembentukan karakter siswa Madrasah Tsanawiyah. SOCIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 15(2), 149–163. https://doi.org/10.21831/socia.v15i2.22674

Prihatiningsih, E., & Wijayanti, Y. (2019). Gangguan Mental Emosional Siswa Sekolah Dasar. HIGEAI Journal of Public Health Research and Development, 3(2), 252–262. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Rahma, I. (2019). HUBUNGAN DURASI PENGGUNAAN GADGET DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK.

Ratna, W.D.Paramita, Noviansyah, R. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif (p. 295). WIDYA GAMA PRESS STIE WIDYA GAMA LUMAJANG.

Replita, R. (2016). Pengaruh Lingkungan Sosial Dan Keadaan Ekonomi Keluarga Terhadap Kesehatan Mental Remaja Di Kelurahan Aek Tampang. TAZKIR: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keislaman, 2(2), 1. https://doi.org/10.24952/tazkir.v2i2.507

SAMHSA. (2017). Promosi dan Pencegahan dalam Kesehatan Mental?: In PROMOSI DAN PENCEGAHAN DALAM KESEHATAN MENTAL. DHHS No. CMHS-SVP-0186.

Sarwono. (2019). PENGANTAR PSIKOLOGI UMUM (Eko A. Menarno (ed.); Cetakan 10). PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Subagia, I. N. (2021). Pola Asuh Orang Tua: Faktor & Implikasi terhadap Perkembangan Karakter Anak. Bali: NILACAKRA, 1–92. http://eprints.radenfatah.ac.id/1554/5/BAB II agra.pdf

Sukmawati, I., Fenyara, A. H., Fadhilah, A. F., & Herbawani, C. K. (2021). Dampak Bullying Pada Anak Dan Remaja Terhadap Kesehatan Mental. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat 2021, 2(1), 126–144.

Sukoco, A. (2021). Hubungan Tingkat Stres dengn Strategi Koping pada Mahasiswa Dalam Penyelesaian Tugas Akhir di Universitas Muhammadiyah Surakarta. 3(2), 6.

Surahman, B. (2021). Korelasi Pola Asuh Attachment Parenting Terhadap Perkembangan Emosional Anak Usia Dini. In Penerbit CV. Zigie Utama.

Vera Widyastuti. (2016). Hubungan Tingkat Pendapatan Orang Tua dan Pola Asuh Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi SMK Negeri Bantul. In Pendidikan Teknik Informatika (Vol. 5, Issue 1).

Vidya, D. F. (2022). Kesehatan Mental. In Early Childhood Education Journal (Issue November 2019). https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response%0Ahttp://digilib.uinsby.ac.id/918/10/Daftar Pustaka.pdf

Wardhani, D. T. (2017). Perkembangan Dan Seksualitas Remaja. Sosio Informa, 17(3). https://doi.org/10.33007/inf.v17i3.84

WHO. (2022). World mental health report. World Health Organization, 1–260.

Published

2023-12-10

How to Cite

Abas, J., Boekoesoe, L., & Tarigan, S. F. N. (2023). Analisis Determinan Gangguan Kesehatan Mental Emosional Remaja di SMA Negeri 1 Limboto. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(2), e1302. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1302

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check