Faktor Risiko Kejadian Karies Gigi pada Anak Sekolah di SDN 16 Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo
Keywords:
Karies gigi, Faktor risiko, Frekuensi menyikat gigi, Makanan kariogenik, Anak sekolahAbstract
Dental caries is one of the common dental health problems in childrenaround the world, including in Indonesia. Dental caries in children cancause pain, eating disorders, and more serious health problems if nottreated properly. This study aims to analyze risk factors related to the incidence of Dental Caries in children at SDN 16 Limboto Barat, Gorontalo Regency. This type of research is an analytical observational study with a cross-sectional approach. The research sample consisted ofstudents of grades IV, V, and VI. Data analysis was performed usingchi-square test and binary logistic regression test. The results showedthat sex (p = 0.997) did not have a significant relationship with theincidence of dental caries. However, brushing (p = 0.000), brushing frequency (p = 0.006), and eating habits of karyogenic foods (p = 0.004) are risk factors that have a significant relationship with the incidence of dental caries. An odds ratio (OR) of > 1 and a p value of <0.05 indicate that brushing frequency is the strongest risk factorassociated with dental caries in children.
PENDAHULUAN
Gigi dan mulut memiliki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan, serta perlu diberikan perhatian khusus terkait kesehatan dan kebersihannya. Gigi, yang berada di dalam rongga mulut, memiliki peran penting dalam mengunyah makanan, berbicara, dan menjaga bentuk wajah. Oleh karena itu, menjaga kesehatan gigi sejak dini sangatlah penting agar gigi dapat tetap berfungsi dengan baik dan tahan lama di dalam mulut. Kesehatan dan kebersihan gigi serta mulut yang diabaikan dapat mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya adalah karies gigi atau gigi berlubang.
Karies gigi adalah suatu kondisi di mana gigi mengalami kerusakan akibat aksi bakteri yang menyebabkan demineralisasi pada jaringan keras gigi, seperti enamel, dentin, dan sementum, serta mengakibatkan perusakan materi organik pada gigi melalui produksi asam akibat hidrolisis sisa-sisa makanan yang menumpuk pada permukaan gigi. Kerusakan gigi ini disebabkan oleh bakteri tertentu yang memfermentasi karbohidrat, seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa (Hongini & Aditiawarman, 2022).
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 90% dari anak-anak usia sekolah dan sejumlah besar orang dewasa di seluruh dunia pernah mengalami masalah karies gigi. Tingkat prevalensi karies gigi tertinggi umumnya terdapat di wilayah Asia dan Amerika Latin. Salah satu penyebab utama tingginya prevalensi ini adalah buruknya kebiasaan kebersihan mulut dan gigi, terutama pada anak-anak. Anak-anak memiliki keterbatasan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan gigi mereka. Gigi dan mulut yang tidak sehat dapat berdampak negatif pada perkembangan anak, mengganggu proses pencernaan makanan, dan berpotensi menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pentingnya diingat bahwa penyakit gigi dan mulut bersifat irreversible, yang berarti sekali rusak, gigi tidak akan pulih seperti semula, dan hal ini dapat berdampak pada kualitas hidup dan kesehatan umum seseorang (Alshehri et al., 2019).
Data dari Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 di Indonesia menunjukkan bahwa masalah gigi yang paling umum adalah gigi rusak, berlubang, atau sakit, dengan proporsi mencapai 45,3%. Kelompok usia 5-9 tahun memiliki prevalensi masalah gigi rusak/berlubang yang mencapai 54,0%, sementara pada kelompok usia 10-14 tahun mencapai 41,4%. Proporsi masalah gigi ini tidak berbeda signifikan antara jenis kelamin laki-laki (44,8%) dan perempuan (45,7%). Proporsi pengambilan tindakan pencegahan masalah gigi dan mulut seperti konseling perawatan kebersihan dan kesehatan gigi serta frekuensi kunjungan ke tenaga medis atau fasilitas pelayanan gigi dalam setahun masih rendah, dengan hanya sekitar 6,7% yang mendapatkan konseling dan 4,6% yang melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan gigi. Lebih lanjut, proporsi mereka yang menjaga kebersihan gigi dengan benar melalui menyikat gigi hanya mencapai 2,9%. Secara keseluruhan, prevalensi karies gigi di Indonesia mencapai 88,8%, yang menunjukkan tingkat yang tinggi (di atas 70%) pada semua kelompok usia. Anak-anak usia 5-9 tahun memiliki tingkat prevalensi yang sangat tinggi, mencapai 92,6%, sementara anak usia 10-14 tahun mencapai 73,4% (Kementerian Kesehatan, 2019).
Hasil penjaringan peserta didik yang dilakukan oleh Puskesmas Limboto Barat pada tahun 2022 di sekolah dasar di Kecamatan Limboto Barat menunjukkan bahwa tingkat kejadian karies gigi mencapai 53,2%. SDN 16 Limboto Barat merupakan salah satu sekolah yang berada di wilayah ini, dengan data awal menunjukkan bahwa dari 155 siswa yang dijaring, 128 di antaranya mengalami karies gigi, atau sekitar 63,3% (Laporan Hasil Penjaringan Peserta Didik Tahun 2022).
Melalui studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di SDN 16 Limboto Barat, ditemukan bahwa sebanyak 15 dari 17 siswa yang diteliti mengalami karies gigi. Tingginya kejadian karies gigi pada siswa ini dapat dijelaskan oleh sejumlah faktor. Pengamatan menunjukkan bahwa kondisi gigi mereka mulai berubah warna, menghitam, ada tanda-tanda gigi berlubang, atau gigi sudah tidak utuh. Selain itu, kebanyakan siswa jarang atau bahkan tidak pernah memeriksakan gigi mereka ke layanan kesehatan atau Puskesmas. Mereka juga memiliki kebiasaan yang tidak teratur dalam menjaga kesehatan gigi, seperti waktu menyikat gigi yang tidak sesuai, cara menyikat gigi yang belum benar, serta kebiasaan mengonsumsi makanan yang mengandung gula tinggi (kariogenik), seperti donat, biskuit, coklat, dan permen, yang melekat pada gigi. Peneliti juga menemukan bahwa sebagian besar siswa memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan ringan, seperti coklat dan permen, selama istirahat.
Dampak dari karies gigi sangat signifikan, baik secara fisik, psikologis, maupun finansial. Gigi adalah bagian penting dari sistem pencernaan, dan kerusakan gigi dapat mengganggu proses pencernaan makanan. Kondisi ini dapat mengakibatkan pertumbuhan anak yang tidak optimal. Oleh karena itu, dengan tingginya tingkat kejadian karies gigi pada anak usia sekolah dan dampak yang serius, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul "Faktor Risiko Kejadian Karies Gigi pada Anak Sekolah di SDN 16 Limboto Barat Kabupaten Gorontalo."
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross-sectional study. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara berbagai variabel faktor risiko dengan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat.
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 16 Limboto Barat Kabupaten Gorontalo, di mana tingkat kejadian karies gigi pada anak sekolah mencapai 63,3%. Penelitian berlangsung dari bulan Februari hingga Maret 2023.
Populasi yang menjadi subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV, V, dan VI di SDN 16 Limboto Barat Kabupaten Gorontalo, yang berjumlah sebanyak 71 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah exhaustive sampling (total sampling), di mana seluruh anggota populasi diambil sebagai sampel. Pendekatan ini digunakan karena jumlah populasi relatif kecil, yaitu kurang dari 100 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan dua metode. Data primer diperoleh melalui pemeriksaan gigi pada siswa saat penelitian berlangsung dan melalui pengisian kuesioner yang berisi variabel independen yang diteliti. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari hasil penjaringan peserta didik yang telah dilakukan oleh Puskesmas Limboto Barat, mencakup informasi tentang jumlah siswa laki-laki dan perempuan.
Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer dan uji statistik. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, transferring, tabulating, dan cleaning, semua langkah ini dilakukan untuk memastikan data yang diperoleh akurat. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Pertama, analisis univariat digunakan untuk menggambarkan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian karies gigi pada siswa, dengan memeriksa distribusi frekuensi variabel, jenis kelamin, cara menyikat gigi, frekuensi menyikat gigi, dan kebiasaan makan makanan kariogenik.
Selanjutnya, analisis bivariat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara masing-masing variabel independen (jenis kelamin, cara menyikat gigi, frekuensi menyikat gigi, dan kebiasaan makan makanan kariogenik) dengan variabel dependen (kejadian karies gigi). Hal ini dilakukan dengan mengaplikasikan uji statistik Chi Square dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 atau 5% dan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Ketentuan yang digunakan adalah jika nilai p (p-value) lebih besar dari alpha atau p > 0,05, maka hipotesis nol (Ho) diterima, yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara variabel independen dan dependen. Sebaliknya, jika nilai p (p-value) lebih kecil dari alpha atau p < 0,05, maka hipotesis alternatif (Ha) diterima, yang berarti terdapat hubungan signifikan antara variabel independen dan dependen.
Terakhir, analisis multivariat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang paling dominan atau berhubungan paling kuat dengan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat. Analisis ini menggunakan regresi logistik.
HASIL
Karakteristik | Frekuensi (f=71) | Persentase (100%) |
---|---|---|
Jenis kelamin | ||
Laki-laki | 34 | 47,9 |
Perempuan | 37 | 51,3 |
Cara Menyikat Gigi | ||
Kurang Baik | 49 | 69,0 |
Baik | 22 | 31,0 |
Frekuensi Menyikat Gigi | ||
Kurang | 41 | 57,7 |
Cukup | 30 | 42,3 |
Kejadian karies gigi lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan, dengan sebanyak 37 orang (53,1%), dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 34 orang (47,9%). Selain itu, responden dengan cara menyikat gigi yang kurang baik juga memiliki jumlah yang lebih besar, yaitu sebanyak 49 orang (68,0%), jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki kebiasaan menyikat gigi dengan baik, yang hanya terdiri dari 22 orang (31,0%). Selain itu lagi, frekuensi menyikat gigi yang kurang memadai terlihat pada 41 orang (57,7%), sementara responden yang cukup rajin menyikat gigi berjumlah 30 orang (42,7%).
Kebiasaan Makan Makanan Kariogenik | Frekuensi (f=71) | Persentase (100%) |
---|---|---|
Selalu | 42 | 59,2 |
Kadang-kadang | 29 | 40,8 |
Terlihat dari data pada tabel yang disajikan bahwa sebanyak 42 orang (59,2%) di antara responden memiliki kebiasaan makan makanan kariogenik secara rutin, sementara 29 orang (40,8%) mengonsumsinya kadang-kadang.
Jenis Kelamin | Kejadian Karies Gigi | Total | p value | |
---|---|---|---|---|
Karies Gigi | Tidak Karies | |||
Jenis Kelamin | ||||
Laki-laki | 22 (64,7%) | 12 (35,3%) | 34 (100%) | 0,997 > 0,05 |
Perempuan | 25 (67,8%) | 12 (32,4%) | 37 (100%) | |
Total | 47 (66,2%) | 24 (33,8%) | 71 (100%) |
Dari total 71 responden yang terlibat dalam penelitian ini, terdapat 22 responden laki-laki (64,7%) yang mengalami karies gigi, sementara 12 responden laki-laki (35,3%) tidak mengalami karies gigi. Di sisi lain, terdapat 25 responden perempuan (67,6%) yang menderita karies gigi, sedangkan 12 responden perempuan (32,4%) tidak mengalami karies gigi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara jumlah responden laki-laki dan perempuan yang mengalami karies gigi, dengan nilai uji Chi-Square sebesar 0,997 (> 0,05), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat.
Cara Menyikat Gigi | Kejadian Karies Gigi | Total | p value | |
---|---|---|---|---|
Karies Gigi | Tidak Karies | |||
Kurang baik | 44 (89,8%) | 5 (10,2) | 49 (100%) | 0,000 < 0,05 |
Baik | 3 (13,6%) | 19 (86,4%) | 22 (100%) | |
Total | 47 (66,2) | 24 (33,8%) | 71 (100%) |
Sebanyak 44 responden (89,8%) yang memiliki kebiasaan menyikat gigi yang kurang baik juga menderita karies gigi, sementara hanya 5 responden (10,2%) yang tidak mengalami karies gigi. Di sisi lain, terdapat 3 responden (13,6%) yang memiliki kebiasaan menyikat gigi dengan baik dan menderita karies gigi, dan 19 responden (86,4%) yang tidak mengalami karies gigi. Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara cara menyikat gigi dan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat, dengan nilai p-value sebesar 0,000 (< 0,05).
Frekuensi Menyikat Gigi | Kejadian Karies Gigi | Total | p value | |
---|---|---|---|---|
Karies Gigi | Tidak Karies | |||
Kurang | 33 (80,5%) | 8 (19,5%) | 41 (100%) | 0,006 < 0,05 |
Cukup | 14 (46,7%) | 16 (53,3%) | 30 (100%) | |
Total | 47 (66,2) | 24 (33,8%) | 71 (100%) |
Dapat dilihat bahwa sebanyak 33 responden (80,5%) yang memiliki frekuensi menyikat gigi yang kurang baik juga menderita karies gigi, sedangkan hanya 8 responden (19,5%) yang tidak mengalami karies gigi. Di sisi lain, terdapat 14 responden (46,7%) yang memiliki frekuensi menyikat gigi yang cukup dan menderita karies gigi, serta 16 responden (53,3%) yang tidak mengalami karies gigi. Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi menyikat gigi dan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat, dengan nilai p-value sebesar 0,006 (< 0,05).
Kebiasaan Makan Makanan Kariogenik | Kejadian Karies Gigi | Total | p value | |
---|---|---|---|---|
Karies Gigi | Tidak Karies | |||
Selalu | 34 (81,0%) | 8 (19,0%) | 42 (100%) | 0,004 < 0,05 |
Kadang-kadang | 13 (44,8%) | 16 (55,2%) | 92 (100%) | |
Total | 47 (66,2) | 24 (33,8%) | 71 (100%) |
Sebanyak 34 responden (81,0%) yang memiliki kebiasaan makan makanan kariogenik dengan frekuensi selalu juga menderita karies gigi, sementara hanya 8 responden (19,0%) yang tidak mengalami karies gigi. Di sisi lain, terdapat 13 responden (44,8%) yang memiliki kebiasaan makan makanan kariogenik dengan frekuensi kadang-kadang dan menderita karies gigi, serta 16 responden (55,2%) yang tidak mengalami karies gigi. Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan makanan kariogenik dan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat, dengan nilai p-value sebesar 0,004 (< 0,05).
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 71 responden, sebanyak 37 responden adalah perempuan, di mana 25 di antaranya (67,6%) mengalami karies gigi, sedangkan 12 responden (32,4%) tidak memiliki karies gigi. Sementara itu, jumlah responden laki-laki sebanyak 34 orang, di mana 22 di antaranya (64,7%) menderita karies gigi, dan 12 responden (35,3%) tidak memiliki karies gigi. Hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value sebesar 0,997 (> 0,05), yang mengindikasikan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat. Penemuan ini menunjukkan bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk mengalami karies gigi. Kebiasaan mereka yang sering beraktivitas di sekolah maupun di rumah menyebabkan mereka lebih sering merasa lapar, yang pada gilirannya meningkatkan konsumsi makanan, termasuk makanan tinggi gula (kariogenik). Ketersediaan banyak jajanan kariogenik di sekolah dan di lingkungan rumah membuat anak-anak lebih mudah membeli dan mengonsumsi makanan tersebut, yang menjadi salah satu penyebab munculnya karies gigi. Faktor lain yang berkontribusi terhadap peluang yang sama untuk mengalami karies gigi pada anak laki-laki dan perempuan adalah kurangnya pengetahuan tentang perawatan gigi yang baik dan kebiasaan menyikat gigi yang belum optimal.
Berdasarkan data prevalensi karies gigi menurut jenis kelamin yang disajikan oleh Riskesdas Nasional (2018), perbedaan jumlah penderita karies gigi antara laki-laki dan perempuan relatif kecil. Proporsi karies gigi pada laki-laki sebesar 44,8%, sedangkan pada perempuan sebesar 45,7%, menunjukkan bahwa peluang mengalami karies gigi hampir sama antara kedua jenis kelamin.
Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan menyikat gigi yang kurang baik lebih cenderung mengalami karies gigi. Dari 44 responden dengan cara menyikat gigi yang kurang baik, sebanyak 39 responden (89,8%) mengalami karies gigi, sementara hanya 5 responden (10,2%) yang tidak memiliki karies gigi. Di sisi lain, dari 22 responden dengan cara menyikat gigi yang baik, hanya 3 responden (13,6%) yang mengalami karies gigi, dan 19 responden (86,4%) tidak memiliki karies gigi. Hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value sebesar 0,000 (< 0,05), menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara cara menyikat gigi dan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat. Penemuan ini mengindikasikan bahwa cara menyikat gigi yang tidak benar dapat menyebabkan penumpukan sisa makanan pada sela-sela gigi, yang kemudian menjadi sumber asam yang merusak gigi. Pengetahuan dan praktik menyikat gigi yang baik dapat mencegah terbentuknya plak dan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan kesehatan gigi dan mulut. Anak-anak yang tidak mampu menyikat gigi dengan benar sering kali melewatkan area gigi tertentu, yang dapat memperburuk kesehatan gigi.
Selanjutnya, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden yang menyikat gigi dengan frekuensi yang kurang cenderung mengalami karies gigi lebih banyak. Dari 41 responden dengan frekuensi menyikat gigi yang kurang, sebanyak 33 responden (80,5%) memiliki karies gigi, sementara hanya 8 responden (19,5%) yang tidak memiliki karies gigi. Sementara itu, dari 30 responden dengan frekuensi menyikat gigi yang cukup, hanya 14 responden (46,7%) yang mengalami karies gigi, dan 16 responden (53,3%) tidak memiliki karies gigi. Hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value sebesar 0,006 (< 0,05), yang mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi menyikat gigi dan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat. Temuan ini menegaskan bahwa anak sekolah seringkali kurang memperhatikan frekuensi dan waktu yang tepat untuk menyikat gigi. Kebiasaan menyikat gigi saat mandi, yang sering dilakukan oleh anak-anak, bukanlah waktu yang ideal karena aktivitas makan biasanya masih berlanjut setelah mandi. Dalam menjaga kesehatan gigi, disarankan agar menyikat gigi dilakukan minimal dua kali sehari, yaitu setelah sarapan pagi dan sebelum tidur di malam hari.
Terakhir, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan makan makanan kariogenik dengan frekuensi selalu cenderung mengalami karies gigi lebih banyak. Dari 42 responden yang selalu mengonsumsi makanan kariogenik, sebanyak 34 responden (81,0%) memiliki karies gigi, sementara hanya 8 responden (19,0%) yang tidak memiliki karies gigi. Sementara itu, dari 29 responden yang kadang-kadang mengonsumsi makanan kariogenik, hanya 13 responden (44,8%) yang mengalami karies gigi, dan 16 responden (55,2%) tidak memiliki karies gigi. Hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai p-value sebesar 0,004 (< 0,05), yang mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan makanan kariogenik dan kejadian karies gigi pada anak sekolah di SDN 16 Limboto Barat. Temuan ini menggarisbawahi bahwa makanan yang tinggi gula (kariogenik) dan sering dikonsumsi tanpa diikuti dengan berkumur-kumur dengan air dapat mempercepat proses demineralisasi dan kerusakan gigi. Anak-anak cenderung menyukai makanan manis seperti coklat, permen, es krim, dan lainnya, dan jika mereka jarang membersihkan gigi setelah mengonsumsi makanan tersebut, risiko terjadinya karies gigi akan meningkat.
Makanan kariogenik, yang mengandung tinggi gula, dapat menjadi pemicu karies gigi karena dapat memicu penurunan pH dalam mulut, yang menyebabkan demineralisasi dan pembentukan plak oleh bakteri. Kesimpulannya, orang tua dapat membantu mengurangi risiko karies gigi pada anak dengan mendorong mereka untuk berkumur-kumur dengan air bersih setelah mengonsumsi makanan manis sebagai upaya pencegahan. Hal ini dapat mengurangi penurunan pH dalam mulut dan mengurangi risiko terjadinya kerusakan gigi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Analisis data menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin tidak mempunyai hubungan yang signifikan (p=0,997) dengan kejadian karies gigi, variabel cara menyikat gigi mempunyai hubungan yang signifikan (p=0,000) dengan kejadian karies gigi, frekuensi menyikat gigi memiliki hubungan yang signifikan (p=0,006) dengan kejadian karies gigi, dan kebiasaan makan makanan kariogenik memiliki hubungan yang signifikan (p=0,004) dengan kejadian karies gigi pada anak usia sekolah dasar.
PERNYATAAN
Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pimpinan Puskesmas Limboto Barat bersama staf dan Kepala SDN 16 Limboto Barat Bersama staf dewan guru yang telah mengizinkan dan membantu saya dalam melakukan penelitian di SDN 16 Limboto Barat Kabupaten Gorontalo.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M., Sugiarto, W, D., Ayubi, Dian., dan Martha, E. 2022. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Ibu hamil di wilayah Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok. The Indonesian Journal of Healthy Promotion, MPPKI, April 2022, Vol. 5, No. 4
Afiati, R., Adhani, R., Radhani, K., 2017. Hubungan Perilaku Ibu Tentang Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut terhadap Status Karies Anak. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, Vol.2, No.1
Afrinis, N., Indrawati., Farizah, N, 2021. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Karies Gigi Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol.5, issue 1 (2021), DOI:10.31004/obsesi.v5i1.668
Alshehri, Amer, Faraj, Yosef., Park, Soo, Joon., Kruger, Estie., & Tennant, Marc., 2019. Association Between Body Mass Index and Dental Caries in the Kingdom of Saudi Arabia : Systematic review. Saudi Dental Journal (2019). https ://doi.org/10.1016/j.sdentj.2019.11.002
Amalia., Yulianto., Rinastiti., Susanto., Suryani., Diba., Dewi., Listyarifah., Enggardipta., Widyastuti., Bramanti., Chairunisa., Rachmadanty., 2021. KARIES GIGI : Perspektif Terkini Aspek Biologis Klinis dan Komunitas. Gadjah Mada University Press, ISBN :978-623-359-029-7
Amiqoh, N., Prasetyowati, S., dan Mahirawatie, C, I., 2022. Faktor Resiko Karies Gigi pada Anak Tunagrahita. Jurnal Ilmiah Keperawatan Gigi (JIKG), Vol.3, No.1, Maret 2022, ISSN : 2721-2033
Arlandi, B, C., 2021. Hubungan Karies Gigi Dengan Kejadian Endokarditis. Jurnal Medika Hutama, Vol. 03, No. 01, 2021, e-ISSN. 2715-9728, p-ISSN. 2715-8039, http://jurnalmedikahutama.com
Aprinta, P, K, I., Prasetya, A, M., dan Wirawan, A, Md, I., 2018. Hubungan frekuensi menyikat gigi dan konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi molar pertama permanen pada anak Sekolah Dasar usia 8-12 tahun di Desa Pertima, karangasem, Bali. Bali Dental Journal Vol.2, No.1, Tahun 2018, e-ISSN : 2549-0109
Ryzanur, Fahrul, M., Widodo, dan Adhani, R., 2022. Hubungan Antara Pengetahuan Kesehatan gigi Dengan Nilai Indeks DMF-T Siswa Sekolah Menengah Pertama. Banjarmasin : Universitas Lambung Mangkurat, Jurnal Kedokteran Gigi Vol.VI, No.1, 2022
Hongini, Y, S., Aditiawarman, Mac, Dr., 2022. Kesehatan Gigi dan Mulut, Reka Cipta Kompleks Taman Kopo Katapang Blok 02 No. 15, Bandung, Jawa Barat
Kementrian Kesehatan RI, 2019. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan 2019.
Kementrian Kesehatan RI, 2019. Laporan Provinsi Gorontalo Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan 2019.
Kementrian Kesehatan RI, 2019. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan 2019.
Kementrian Kesehatan RI, 2019. Laporan Provinsi Gorontalo Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan 2019.
Puskesmas Limboto Barat. Laporan Hasil Penjaringan Peserta Didik, Tahun 2022.
Rahayu, S., Asmara, L.I., 2018. Hubungan Mengkonsumsi Makanan Kariogenik Dan Pola Menyikat Gigi Dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak Usia Sekolah. KOSALA : Jurnal Ilmu Kesehatan, 6 (2). http//doi.org/10.37831/jik.v6i2.147
Yusriana, MA., Prawedi, D. 2017. Gambaran Perilaku Menyikat Gigi dengan Kejadian Gigi Berlubang Pada Anak Sekolah di SD YBPK Kediri. Jurnal Stikes RS. Baptis Kediri. 2017, 10 (1)
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Citation Check
License
Copyright (c) 2023 Darfin Laiya, Lintje Boekoesoe, Laksmyn Kadir (Author)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License that allows others to share the work with an acknowledgment of the works authorship and initial publication in this journal and able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journals published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book).