Faktor Pengaruh Kesehatan Lingkungan terhadap Kejadian Demam BerdarahDangue (DBD) di Wilayah Endemis: Systematic Literature Review

Authors

  • Peggy Ayu Lestari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Nur Alam Fajar Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Yuanita Windusari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Novrikasari Universitas Sriwijaya, Indonesia
  • Elvi Sunarsih Universitas Sriwijaya, Indonesia

Keywords:

DHF, Environmental Factors

Abstract

One of the environment-based diseases is Dengue Fever, which is currently a public health problem due to the rapid spread of the disease and the potential for death. Indonesia is a DHF endemic area and this disease is still a major problem since the disease was first detected in Jakarta and Surabaya in 1968. The transmission of DHF can be influenced by environmental factors. The purpose of this study was to determine what environmental factors affect the incidence of DHF. This research used a literature review method obtained through searching journals from Google Search or Google Scholar, PubMed and Elsevier. There was an association of environmental factors such as (rainfall, air temperature, air humidity, population density, airy ventilation and lighting) on the incidence of DHF.

PENDAHULUAN

Insiden demam berdarah telah meningkat secara dramatis di seluruhdunia dalam beberapa dekade terakhir, dengan kasus yang dilaporkan keWHO meningkat dari 505.430 kasus pada tahun 2000 menjadi 5,2 juta padatahun 2019. jumlah kasus demam berdarah tidak dilaporkan. Banyak kasusjuga salah didiagnosis sebagai penyakit demam lainnya (Bhatt et al.,2013).

Sebuah perkiraan pemodelan menunjukkan 390 juta infeksi virus dengueper tahun dan 96 juta di antaranya bermanifestasi secara klinis (Bradyet al., 2012). Jumlah kasus demam berdarah terbesar yang pernahdilaporkan secara global terjadi pada tahun 2019. Seluruh wilayahterkena dampaknya, dan penularan demam berdarah tercatat untuk pertamakalinya di Afghanistan. Wilayah Amerika melaporkan 3,1 juta kasus,dengan lebih dari 25.000 diklasifikasikan sebagai kasus parah. Sejumlahbesar kasus dilaporkan di Bangladesh (101.000), Malaysia (131.000),Filipina (420.000), Vietnam (320.000) di Asia (WHO, 2023).

Menurut Data World Health Organization (WHO) ada beberapa negara yangberesiko terjangkit DBD yaitu Wilayah Asia Tenggara. Sebagai daerahendemik demam berdarah, beberapa wilayah ini menyumbang lebih darisetengah dari beban global penyakit. yaitu 5 negara (India, Indonesia,Myanmar, Sri Lanka dan Thailand) yaitu wilayah yang menyumbang lebihdari separuh global penyakit termasuk diantara 30 negara paling endemikdi dunia (WHO, 2020).

Penyakit Demam Berdarah Dangue (DBD) merupakan penyakit menular yangditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor primer dan Aedesalbopictus sebagai vektor sekunder. Dimana sumber penularan yang adadisebebakan karena adanya virus dengue (DENV), genus Flavivirus, familyFlaviviridae. Virus dengue terdiri dari 5 serotipe, yakni Dengue Virus1, 2, 3, 4 dan 5.

DBD merupakan penyakit yang sering terjadi di wilayah tropis, karenalingkungan wilayah tropis merupakan lingkungan yang mendukungkeberlangusng hidup vektornya. Masalah penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD) masih menjadi perhatian utama penyakit akibat vektor di dunia,termasuk Indonesia. Indonesia merupakan daerah endemis DBD dan penyakitini masih menjadi permasalahan utama sejak penyakit ini pertama kalidideteksi di Jakarta dan Surabaya pada Tahun 1968. Insidensi kasusdengue meningkat secara dramatis pada dekade belakangan ini. Jumlahsesungguhnya sulit diketahui karena adanya kasus yang tidak terlaporkanataupun klasifikasi yang salah (missclasification). Saat inidiperkirakan adanya 390 juta infeksi dengue per tahun, dimana 96 jutamenunjukkan adanya manifestasi klinis (Pramatama & Wijayanti,2019).

Terdapat 13 Provinsi dengan kasus tertinggi yang meliputi sebagianSumatera, seluruh pulau Jawa, Sebagian Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara.Provinsi dengan kasus – kasus DBD Tertinggi, sebagain besar tersebar diprovinsi yang menjadi pusat perdagangan, pusat industry dengan mobilitasdan penduduk yang padat. Dan sebagian lagi merupakan pusat tujuan wisataserta pengembangan perumahan serta hotel (Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia, 2021).

Terdapat 17 Provinsi dengan kematian tertinggi yang tersebar disebagian Sumatera, seluruh pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara,Kalimantan dan Sulawesi. Provinsi dengan kematian DBD tertinggi terjadidi sebagian Provinsi yang memliki kasus DBD tertinggi. Kematian yangterjadi sebagian besar terjadi akibat dari keterlambatan dalam rujukandari keluarga ke sarana Kesehatan(Kementerian Kesehatan RepublikIndonesia, 2021).

Dari (Pramatama & Wijayanti, 2019b) menjelaskan bahwa kondisilingungan berpengaruh dalam pola penyebaran penyakit DBD antara lain:mobiditas penduduk, kepadatan penduduk, karakteristik daerah, sertakasus impor atau kasus yang dibawa dari daerah lain. Hal ini menjelaskanbahwa masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia merupakan salahsatu masalah kesehatan yang cenderung meningkat jumlah penderita sertasemakin luas penyebarannya sejalan dengan meningkatnya mobilitas dankepadatan penduduk dengan banyak factor lingkungan lainnya yangmempengaruhi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukanpenelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor pengaruh kesehatanlingkungan terhadap kejadian Demam Berdarah Dangue (DBD) di WilayahEndemis.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan Systematic literature review dengan mengumpulkan data-data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berupa jurnal internasional dan jurnal nasional. Pencarian artikel-artikel melalui google scholar, pubmed dan elsevier dengan menggunakan kata kunci Faktor Lingkungan, DBD, dan Lingkungan fisik. Artikel yang digunakan dari tahun 2019-2023. Metode analisis dalam penelitian ini yaitu dengan systematic literature review dengan mengidentifikasi secara sistematis, mengkaji dan mengembangkan penelitian sebelumnya dengan topik penelitian yang sama.

Proses dalam pencarian literatur dalam mengetahui faktor pengaruh kesehatan lingkungan terhadap kejadian Demam Berdarah Dangue (DBD) di Wilayah Endemis dengan kata kunci yang sudah ada dijelaskan dalam diagram prisma.

Figure 1. PRISMA Flowchart

HASIL

Sebanyak 7 artikel yang memenuhi kriteria inklusi dan sesuai tujuan literature review dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan informasiFaktor Pengaruh Kesehatan Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dangue (DBD) Di Wilayah Endemis.

No Penelitian (Tahun) Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penerbit
1 (Saputra Andre Utama et al., 2023)

Faktor Yang Berhubungan Dengan Lingkungan Fisik Dan

Kebiasaan Keluarga Terhadap Penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif jenis penelitian crosssectional dengan desain penelitian survei analitik. Penelitian   ini dilakukan pada bulan Agustus - September 2022 di wilayah kerja   UPT Puskesmas Sako. Sampel penelitian ini sebanyak 55 responden. Analisa data menggunakan uji statistis chisquare. Penelitian menunjukkan bahwa kelembaban ruangan berhubungan dengan kejadian DBD (p value 0,000), kepadatan hunian tidak berhubungan dengan kejadian DBD (p value 0,128), membersihkan tempat penampungan air memiliki hubungan dengan kejadian DBD (p value 0,000), menggantung pakaian tidak berhubungan dengan kejadian DBD nilai (p value 0,316), tindakan pemasangan kawat kasa berhubungan dengan kejadian DBD nilai (p value 0,024) Jurnal ‘Aisyiyah Medika
2 (Murwanto et al., 2019) Faktor Lingkungan Sosial, Lingkungan Fisik, dan Pengendalian Program DBD terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Penelitian bersifat kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional, dengan populasi penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Hajimena, Kecamatan Natar, yang meliputi tiga desa yaitu Desa Hajimena, Desa Sidosari dan desa Pemanggilan. Data primer diambil dengan menggunakan kuesioner dan ceklis, dan data sekunder bersumber dari Puskesmas dan Kecamatan. Pengolahan data menggunakan software olah data dengan dianalisis menggunakan metode univariat, dan bivariat Penelitian ini menunjukankan adanya hubungan bermakna mobilitas penduduk dengan kejadian penyakit. Agar memberantas penyakit DBD di wilayah kecamatan Natar, khususnya wilayah UPT Puskesmas Hajimena yang merupakan daerah endemis, naka diperlaukan kegiatan yang bersifat menyuluruh dan terintegrasi yaitu PSN-DBD dengan pemeriksaan jentik berkala oleh kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jurnal Kesehatan Volume 10, Nomor 3, November 2019 ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online) http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
3 (Wijirahayu & Sukesi, 2019) Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten Sleman Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan menggunakan rancangan penelitian case control study, subyek penelitian yaitu 8 kasus dan 24 kontrol. Sampel untuk kontrol ditentukan dengan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji Chi-square dan fisher exact sebagai uji alternatif. Ada hubungan yang signifikan antara ventilasi berkasa dan pencahayaan, sedangkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban dengan kejadian demam Berdarah dengue di wilayah kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten Sleman. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia 18 (1), 2019, 19 – 24 DOI : 10.14710/jkli.18.1.19-24
4 (Oroh Yanti Martini et al., 2020) Faktor Lingkungan, Manusia dan Pelayanan Kesehatan yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kawangkoan Minahasa pada April-Mei 2020.  Jumlah informan sebanyak 7 orang. Variabel yang diteliti yaitu lingkungan biologi, lingkungan biologi, manusia dan pelayanan kesehatan.  Analisis data menggunakan metode   Miles   dan   Hubberman Hasil   penelitian   ini   menunjukkan   bahwa   faktor lingkungan biologi yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu hampir di setiap rumah memiliki tumbuhan di pot maupun di pekarangan yang dapat menjadi breeding place dan resting place alami dari nyamuk Aedes sp.  Faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu curah hujan karena curah hujan di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan masih masuk pada curah hujan yang sesuai dengan perkembangan kasus DBD. Faktor manusia yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu perilaku menggantung pakaian baik di kamar tidur maupun kamar mandi. Selain itu, kepadatan penduduk masuk pada faktor risiko kejadian DBD. Faktor pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu upaya promotif dan preventif seperti penyuluhan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat tentang program PSN melalui 4M plus. Indonesian Journal of Public Health and Community Medicine Vol. 1, No. 3, Juli 2020
5 (Shalihat et al., 2021) Studi Literature Hubungan Variasi Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara Dan Kelembaban Udara) Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Indonesia Tahun 2007 – 2020 Menggunakan metode studi literatur review yang diperoleh melalui pencarian jurnal-jurnal PLOS ONE, Pubmed, Google Search dan Google Scholar. Kajian ini menunjukkan bahwa faktor iklim memiliki hubungan dengan kejadian demam berdarah dengue.

Environmental Occupational Health and Safety

Pages: 35 - 48

ISSN: 2745-3863 ISSN: -

6 (Nurul Izza & Mulasari, 2023) Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode literature review dengan cara melakukan interpretasi dari berbagai pustaka secara optimal dengan menganalisis, merangkum, mengevaluasi dan mensitasi dokumen.  Bahan yang     digunakan     yaitu     berupa     jurnal     yang     di     akses     menggunakan     database google     scholar dan http://garuda.ristekbrin.go.id Terdapat 32 artikel yang diperoleh dan 16 artikel dianalisis melalui analisis tujuan, kesesuaian topik, analisis hasil Dapat disimpulkan bahwa faktor manusia, lingkungan, dan keberadaan jentik merupakan faktor risiko terjadinya penyakit DBD. Peran lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberadaan vektor yang mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Dalam hal ini selaras dengan tujuan artikel ini yang mencari adanya hubungan antara faktor lingkungan dan keberadaan vektor Demam Berdarah Dengue (DBD). Indonesian Nursing Journal of Education and Clinic Vol. 3, No. 3Maret (2023) ISSN: 2527-8819 (Print)ISSN: 2527-881x (Online)
7 (Pakaya et al., 2019) Analisis spasial faktor lingkungan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Limboto Gorontalo Jenis penelitian observasional dan menggunakan desain penelitian cross sectional yang didukung oleh Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengumpulkan informasi spasial. Terdapat hubungan antara variabel lingkungan fisik (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin) dengan kejadian DBD di Kabupaten Gorontalo tahun 2010-2015, baik secara, statistik, grafik/time-trend, dan spasial. Berita Kedokteran Masyarakat (BKM Journal of Community Medicine and Public Health) Volume 35 Nomor 9 Tahun 2019 Halaman 315-322
Table 1. Hasil Temuan Literature

PEMBAHASAN

Banyaknya factor kesehatan lingkungan baik fisik maupun alami yang bisa mempengaruhi pola penyebaran dari DBD. Faktor lingkungan memang sangat mendukung dalam keberadaan vektor nyamuk Aedes aegypti karna disebabkan oleh lingkungan tempat tinggal yang lembab, kaleng-kaleng bekas yang menampung air hujan dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti dapat menjadi faktor resiko terjadinya penyakit DBD di daerah tersebut. Di indonesia sendiri penyakit DBD masih sangat tinggi karena kurangnya kesadaran para masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, perilaku kesehatan yang berhubungan dengan keberadaan vektor nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan penyakit DBD yaitu meliputi kebiasaan menggantung pakaian, pencahayaan yang kurang dan jarangnya menguras serta menutup tempat penampungan air (Nurul Izza & Mulasari, 2023).

Terdapat hubungan antara variabel lingkungan fisik (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin) dengan kejadian DBD di Kabupaten Gorontalo tahun 2010-2015, baik secara, statistik, grafik/time-trend, dan spasial. Curah hujan pada bulan yang sama, curah hujan pada satu bulan sebelumnya, curah hujan pada dua bulan sebelumnya, suhu udara pada bulan yang sama, suhu udara pada 2 bulan sebelumnya, kelembaban udara pada bulan yang sama, kelembaban udara pada satu bulan sebelumnya, kelembaban udara pada dua bulan sebelumnya, kecepatan angin pada bulan yang sama dan kecepatan angin pada dua bulan sebelumnya. Pada variabel curah hujan dua bulan sebelumnya, kelembaban udara pada dua bulan sebelumnya, dan kecepatan angin pada dua bulan sebelumnya memiliki nilai koefisien korelatif yang lemah dan bersifat negatif. Variabel yang mempengaruhi kejadian DBD di Kabupaten Gorontalo adalah, curah hujan pada 2 bulan sebelumnya, kelembaban udara pada bulan yang sama dan kecepatan angin pada bulan yang sama (Pakaya et al., 2019).

Curah hujan yang tinggi menyebabkan kontainer-kontainer kecil tempat perkembangbiakan Ae. aegypti seperti ember, kaleng dan ban bekas yang tersimpan di sekitar wilayah pemukim terisi. Selain itu curah hujan yang tinggi menyebabkan jarak terbang nyamuk menjadi lebih pendek dan ditambah dengan kepadadatan penduduk maka akan meningkatkan kejadian demam berdarah dengue (Ezza & Widawati, n.d.). Nyamuk Aedes aegypti dapat beradaptasi dengan curah hujan yang tinggi pada fase dewasa. Karena nyamuk Aedes aegypti suka beristirahat dalam bentuk benda-benda yang tergantung di rumah, seperti pakaian, kemungkinan besar nyamuk akan bersembunyi atau beristirahat di benda-benda di dalam rumah saat hujan deras (Chadee, 2013).

Suhu udara akan mempengaruhi perkembangan virus dalam tubuh nyamuk, tingkat menggigit, istirahat dan perilaku kawin, penyebaran serta durasi siklus gonotrophi. Siklus gonotrofik merupakan siklus pematangan telur dalam tubuh nyamuk betina mulai dari nyamuk tersebut mengisap darah sampai telur dikeluarkan. Meningkatnya suhu dapat berpotensi mempercepat perkembangbiakan nyamuk Aedes. nyamuk Aedes aegypti betina menanggapi peningkatan suhu dengan mengurangi produksi telur dan mengubah pola oviposisi. Pada suhu 25ºC dan kelembaban nisbi 80%, jumlah nyamuk betina selamat dua kali lipat lebih banyak dan menghasilkan 40% lebih banyak telur bila dibandingkan dengan dengan kondisi suhu 35ºC dan kelembaban nisbi 80%. Sehingga dengan peningkatan produksi telur dapat berpotensi mempengaruhi kepadatan nyamuk dewasa (Delatte et al., 2009).

Pada tahun 2017 kelembaban udara yang tertinggi di Kota Prabumulih terjadi pada bulan Desember yaitu 88,7% dan sekaligus menjadi kelembaban tertinggi sepanjang tahun 2014-2017. Apabila suhu udara dan kelembaban udara mencapai optimum untuk perkembangbiakan nyamuk, maka potensi sebagai vektor penularan DBD semakin tinggi sehingga tingkat risiko penularan DBD dapat menjadi 3 kali lipat lebih tinggi (Ritawati & Supranelfy Yanelza, 2019). Sejalan dengan hasil penelitian Aisyah Lahdji & Bima Bayu Putra (2017) menunjukkan nilai korelasi yang positif, yang berarti peningkatan kelembaban udara diikuti oleh peningkatan kasus DBD begitu juga sebaliknya penurunan tingkat kelembaban udara diikuti dengan menurunnya kasus DBD. Kelembaban udara dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup nyamuk. Nyamuk memiliki masa hidup yang lebih pendek ketika ada sedikit kelembaban, tetapi mereka dapat hidup lebih lama ketika ada kelembaban tinggi. Ketika kelembaban rendah, air dari tubuh nyamuk menguap dan menyebabkan cairan dalam tubuh mengering. Penguapan merupakan salah satu musuh terburuk nyamuk. Kelembaban mempengaruhi umur nyamuk, jarak terbang, kecepatan berkembangbiak, kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain-lain (Lahdji & Bayu Putra, 2017).

Hubungan antara kepadatan penduduk dengan kejadian DBD menunjukkan arah postif (semakin tinggi kepadatan penduduk maka semakin tinggi kasus DBD atau sebaliknya) (Komaling et al., 2020). g dan Kecamatan Kawangkoan Utara termasuk pada kategori kepadatan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan penduduk pada lokasi penelitian masuk pada faktor risiko kejadian DBD. Kepadatan penduduk termasuk salah satu faktor risiko penularan penyakit DBD. Semakin padat penduduk, nyamuk Aedes aegypti semakin mudah menularkan virus dengue dari satu orang ke orang lainnya. Pertumbuhan penduduk yang tidak memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak terkontrol menjadi faktor yang juga berperan dalam munculnya kejadian luar biasa penyakit DBD (WHO, 2012).

Kasa nyamuk atau kawat kasa merupakan salah satu alat pelindung yang terbuat dari besi yang dipasangkan pada ventilasi. Pemakaian kasa pada ventilasi yaitu sebagai salah satu upaya pencegahan penularan penyakit DBD yang mana penggunaan kasa ini bertujuan agar nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah dan menggigit manusia. Selain penggunaan kasa nyamuk pada ventilasi beberapa kebiasaan masyarakat dilapangan yang juga menjadi faktor penyebaran vektor DBD yaitu kebiasaan membuka pintu dan jendela di pagi-siang hari. Untuk mencegah masuknya vektor DBD sebaiknya ventilasi dilapisi dengan kasa nyamuk serta tidak membuka pintu dan jendela sehingga kemungkinan nyamuk untuk masuk ke dalam rumah dan mengigit manusia akan semakin kecil (Wijirahayu & Sukesi, 2019).

Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk untuk beristirahat pada suatu tempat, bila intensitas cahaya rendah dan kelembaban yang tinggi maka kedua hal ini menjadikan kondisi yang baik untuk perkembanganan dan penyebaran nyamuk. Pada intensitas cahaya yang rendah nyamuk akan berterbangan serta larva nyamuk akan bertahan lebih lama di suatu ruangan dalam kontainer apabila keadaanya gelap (D Purba, 2012). Dimana sejalan dengan pernyataan bahwa rumah dengan pencahayaan yang kurang serta ditambahnya dengan penghuni rumah yang padat dan memiliki kebiasan yang dapat mendukung perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk Aedes aegypti (Wijirahayu & Sukesi, 2019)d.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa factor lingkungan yang terdiri dari (curah hujan, suhu udara, kelembapan udara, kepadatan penduduk, ventilasi berkasa dan pencahayaan) merupakan factor risiko dari penyakit DBD. Peran lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberadaan vektor yang mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Dalam hal ini selaras dengan tujuan artikel ini yang mencari adanya hubungan antara faktor lingkungan terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).

DAFTAR PUSTAKA

Bhatt, S., Gething, P. W., Brady, O. J., Messina, J. P., Farlow, A. W., Moyes, C. L., Drake, J. M., Brownstein, J. S., Hoen, A. G., Sankoh, O., Myers, M. F., George, D. B., Jaenisch, T., William Wint, G. R., Simmons, C. P., Scott, T. W., Farrar, J. J., & Hay, S. I. (2013). The global distribution and burden of dengue. Nature, 496(7446), 504–507. https://doi.org/10.1038/nature12060

Brady, O. J., Gething, P. W., Bhatt, S., Messina, J. P., Brownstein, J. S., Hoen, A. G., Moyes, C. L., Farlow, A. W., Scott, T. W., & Hay, S. I. (2012). Refining the Global Spatial Limits of Dengue Virus Transmission by Evidence-Based Consensus. PLoS Neglected Tropical Diseases, 6(8). https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0001760

Chadee, D. D. (2013). Resting behaviour of Aedes aegypti in Trinidad: With evidence for the re-introduction of indoor residual spraying (IRS) for dengue control. Parasites and Vectors, 6(1). https://doi.org/10.1186/1756-3305-6-255

D Purba. (2012). Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan  Kebiasaan Keluarga Terhadap Kejadian Demam  Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai  Timur Kota Binjai Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara.

Delatte, H., Gimonneau, G., Triboire, A., & Fontenille, D. (2009). Influence of temperature on immature development, survival, longevity, fecundity, and gonotrophic cycles of aedes albopictus, vector of chikungunya and dengue in the indian ocean. Journal of Medical Entomology, 46(1), 33–41. https://doi.org/10.1603/033.046.0105

Ezza, M., & Widawati, M. (n.d.). CLIMATE FACTORS ARE AFFECTING DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) CASE IN CIMAHI OF 2004-2013. SPIRAKEL, 10(2). https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.356

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2021). DATA DBD INDONESIA.

Komaling, D., Sumampouw, O. J., Sondakh, R. C., Kesehatan, F., Universitas, M., & Ratulangi, S. (2020). Determinan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2016-2018. In Journal of Public Health and Community Medicine (Vol. 1, Issue 1).

Lahdji, A., & Bayu Putra, B. (2017). Hubungan Curah Hujan, Suhu, Kelembaban dengan Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang (Vol. 8, Issue 1).

Murwanto, B., Indra Trigunarso, S., Kesehatan Lingkungan, J., & Kesehatan Tanjungkarang, P. (2019). Faktor Lingkungan Sosial, Lingkungan Fisik, dan Pengendalian Program DBD terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD). In Jurnal Kesehatan (Vol. 10, Issue 3). Online. http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Nurul Izza, A., & Mulasari, S. A. (2023). HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEBERADAAN VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD). Indonesian Nursing Journal of Education and Clinic, 3(3). http://garuda.ristekdikti.go.id

Oroh Yanti Martini, Pinontoan Roni Odi, & Tuda B.S. Joseph. (2020). Faktor Lingkungan, Manusia dan Pelayanan Kesehatan yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue. Jurnal of Public Health and Community Medicine, 1(3).

Pakaya, R., Lazuardi, L., & Nirwati, H. (2019). Analisis spasial faktor lingkungan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Limboto Gorontalo Spatial analysis of environmental factors associated with dengue hemorrhagic fever (DHF) in Limboto, Gorontalo.

Pramatama, S., & Wijayanti, M. (2019a). KARAKTERISTIK DAN POLA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH ENDEMIS.

Pramatama, S., & Wijayanti, M. (2019b). KARAKTERISTIK DAN POLA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH ENDEMIS.

Ritawati, & Supranelfy Yanelza. (2019). HUBUNGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN IKLIM DI KOTA PRABUMULIH TAHUN 2014-2017. Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat, 3(1).

Saputra Andre Utama, Ariyani Yulinda, & Dewi Putri. (2023). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD). Jurnal ‘Aisyiyah Medika, 8.

Shalihat, atu, Srisantyorini, T., Fauziah, M., Kesehatan Masyarakat, F., Muhammadiyah Jakarta Jl Ahmad Dahlan, U. K., Tim, C., & Jakarta Selatan, K. (2021). Hubungan Variasi Iklim (Curah Hujan, Suhu Udara Dan Kelembaban Udara) Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Indonesia Tahun 2007-2020. Environmental Occupational Health and Safety Journal •, 2(1), 35.

WHO. (2012). Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah  Dengue (P Widyastuti, Ed.; 4th Edition). Buku Kedokteran EGC.

WHO. (2020). Dangue. World Health Organization.

WHO. (2023, March 17). Dengue and Severe Dengue. World Health Organization.

Wijirahayu, S., & Sukesi, T. W. (2019). Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Kabupaten Sleman. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN INDONESIA, 18(1), 19. https://doi.org/10.14710/jkli.18.1.19-24

Published

2023-12-10

How to Cite

Lestari, P. A., Fajar, N. A., Windusari, Y., Novrikasari, & Sunarsih, E. (2023). Faktor Pengaruh Kesehatan Lingkungan terhadap Kejadian Demam BerdarahDangue (DBD) di Wilayah Endemis: Systematic Literature Review. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(3), e1327. Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/1327

Issue

Section

Literature Review

Citation Check

Most read articles by the same author(s)

1 2 > >>