Effect of Wet Cupping Complementary Therapy on Blood Changes in Active Smokers in Kendari City: A Quasi-Experimental Study

Authors

  • Indriono Hadi Poltekkes Kemenkes Kendari , Indonesia
  • Lilin Rosyanti Poltekkes Kemenkes Kendari , Indonesia
  • Askrening Poltekkes Kemenkes Kendari , Indonesia
  • Herman Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Kesehatan Kendari, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.499

Keywords:

Comlementary therapy, Wet cupping, Hematology, Routine blood count, Active smoking

Abstract

Smoking can cause chronic hypoxia, increased production of red blood cells, and accompanied by a decrease in plasma volume. Wet cupping therapy is a complementary therapeutic approach that helps to cure disease, balance tissue blood flow, eliminate inflammatory agents and toxins, improve lymph node function and enhance the immune system through the mechanism of blood loss. This study aims to determine the effect of wet cupping therapy on routine blood hematology changes in active smokers. The research was designed using a pre-experimental method with a pre-test and post-test group model. The research was carried out in the PKM Poltekkes building, Ministry of Health Kendari on 26 male respondents aged 20-50 years. The results of the paired t-test statistic showed a significant change in routine blood hematology values ??after wet cupping, this change occurred in the components of WBC, HB, HCT, MCV, MCH, MCHC, with P value < 0.05. Complementary wet cupping therapy is beneficial in restoring the body's balance by strengthening the immune system, eliminating pathogenic factors, and increasing blood circulation. The increase in HB, HCT, MCV, MCH, MCHC in smokers is the main red blood cell index that helps measure the average size and composition of red blood cell hemoglobin in active smokers.

PENDAHULUAN

Pengobatan komplementer adalah metode perawatan kesehatan di seluruh dunia yang terintegrasi dalam sistem medis modern, termasuk dalam kurikulum medis. Meskipun pengobatan modern lebih mujarab, tetapi pengobatan tradisional terus dipraktikkan oleh masyarakat. Lebih dari 70% populasi dunia tetap mengunakan sistem pengobatan komplementer (Complementary medicine). Di daerah pedesaan, kepercayaan dan praktik budaya sering digunakan masyarakat terutama pada perawatan diri, pengobatan konvensional dan konsultasi dengan tabib tradisional ([1]).

Terapi bekam, merupakan bagian dari terapi komplementer yang digunakan di seluruh dunia. Terapi bekam dapat memiki banyak manfaat, misalkan memperbaiki ketidakseimbangan biologik internal, seperti memulihkan dan memperlancar sirkulasi dan aliran darah. Bekam basah dalam bahasa inggris dikenal dengan cupping therapy menjadi pengobatan medis tradisional untuk keseimbangan sistem organ. Penggunaan metode terapi bekam berakar pada sains, budaya dan agama di berbagai negara ([2]; [3]).

Bekam basah adalah pendekatan terapeutik yang diyakini dapat mencegah dan mengobati penyakit serta meningkatkan kesejahteraan. Terapi bekam secara umum digambarkan sebagai teknik menggunakan cup/cangkir yang diletakkan di atas kulit untuk menciptakan tekanan negatif melalui penyedotan, teknik ini dapat membersihkan tubuh dengan pengeluaran zat-zat yang mengandung toksin ([4]; [5]).

Bekam merupakan salah satu terapi kesehatan tertua di dunia, berusia ribuan tahun dan telah dipraktikkan oleh berbagai macam peradaban besar kuno di dunia termasuk Mesir, Persia, Babilonia, Cina, India, Yunani dan Romawi. Praktik bekam masih berlangsung hingga hari ini, dan begitu banyak penelitian yang telah mempublikasikan manfaat bekam dari aspek kesehatan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika bekam adalah terapi yang diterima oleh semua kalangan dan bangsa dengan manfaat yang terbukti baik dan dengan teknis pelaksanaan yang mudah dan sederhana. Secara medis, semakin banyak penelitian yang telah mengevaluasi manfaat bekam pada berbagai macam penyakit ([6]).

Beberapa pasien yang memilih terapi komplementer karena ketidakpuasan dengan pengobatan konvensional yang mereka gunakan sebelumnya mendengar dari orang lain bahwa CM efektif dalam mengobati penyakit tertentu. Namun, yang lain menganggap komplementer lebih sesuai dengan nilai atau keyakinan mereka tentang kesehatan. Penggunaan komplementer oleh pasien, terutama yang tinggal di pedesaan, juga terlihat meningkat. WHO merekomendasikan penelitian sosial tentang motivasi penggunaan obat tradisional komplementer yang dengan anggapan bahwa di negara berkembang, sistem non-konvensional digunakan karena ketersediaan dan aksesibilitasnya ([7]; [8]).

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat sekitar 22,3% pupulasi duni merupakan perokok, dan perilaku ini menyebabkan kematian pada 8 juta jiwa di seluruh dunia setiap tahunnya ([9]). Ada lebih dari 4000 bahan kimia yang ditemukan dalam asap rokok, dan seorang perokok terpapar sejumlah zat berbahaya termasuk nikotin, radikal bebas, karbon monoksida, dan produk gas lainnya ([10]).

Merokok dapat menyebabkan terjadinya hipoksia kronis, menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah, dengan pengurangan volume plasma secara bersamaan. Selama merokok, karbon monoksida (CO) dihasilkan melaui isapan asap rokok yang masuk dalam sistem pernapasan. CO menggantikan oksigen dari hemoglobin dalam sel darah merah, yang menurunkan pelepasan oksigen ke jaringan. Dengan demikian, kandungan oksigen darah dengan adanya karbon monoksida jauh lebih rendah dari biasanya dapat menyebabkannhipoksia berat ([11]; [5]).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar darah rutin pada perokok aktif setelah di berikan terapi bekam basah. Bekam basah berperan dalam pengeluaran bahan-bahan yang berbahaya dari mikrosirkulasi pada kulit dan ruang interstisial. Bekam memiliki efek yang bermanfaat terhadap sistem imun dengan meningkatkan imunitas natural melalui induksi leukositosis dan peningkatan sel natural killer. Selain itu bekam memberikan efek pelepasan neurohormon serta aktivasi sistem. Bekam banyak digunakan dalam mengobati gejala-gejala suatu penyakit yang banyak ditemukan dalam kondisi klinis seperti nyeri, hipertensi dan rehabilitasi stroke. Suatu studi klinis menunjukkan bahwa bekam memberikan efek pada inflamasi. Perlukaan pada kulit menyebabkan pelepasan hormon beta endorfin dan adrenokortikal pada sirkulasi darah yang dapat menghentikan inflamasi pada artritis ([12]; [13]; [14]; [15]; [16]).

METODE

Penelitian ini merupakan praeksperimental dengan desain prates dan pascates pada satu grup. Penelitian dilakukan di Pusat Kegiatan Masyarakat Poltekkes Kemenkes Kendari, dan total waktu pelaksanaan mulai bulan April-Juli 2021.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah masyarakat Kota Kendari dengan kriteria inklusi perokok aktif dengan aktivitas sehari-hari sebagai Sekuriti, Polisi dan TNI, Aparatur Sipil Negara, wiraswasta, dan mahasiswa, berjenis kelamin laki-laki, tidak memiliki penyakit kronis, dan tidak memiliki kelainan darah, dan berdomisili di Kota Kendari. Teknik pengambilan responden menggunakan metode purposive sampling. Perekrutan responden dilakukan selama 4 bulan (April-Juli) melalui iklan yang disebarkan pada Whatsapp Group. Jumlah responden yang mendaftar sebanyak 30 orang. Pada waktu pelaksanaan bekam basah, terdapat 4 responden yang kondisinya tidak dapat dibekam sehingga total sampel berjumlah 26.

Prosedur Bekam Basah

Protokol penelitian telah melalui uji Komite Etik Penelitian Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari No. LB.02.01/3439/2021. Terdapat lembar penjelasan sebelum persetujuan penelitian sebelum diberikan intervensi yang ditandatangani oleh responden sebelum memulai penelitian. Para partisipan menerima terapi bekam basah sambil mendengarkan ayat suci Al-Qur'an ([17]). Tindakan bekam dilakukan satu kali, menggunakan alat bekam plastik merk Kangzu dan Sammora, dan scalpel no 5. dan pisau bedah no. 15. Titik pembekaman ([4]) yaitu Al-Khalil (1 titik), Al-Katifain (2 titik), Ala-Warik (2 titik), Ala-Dzohril Qodami (2 titik), BL16 Dushu (2 titik), BL39 Weiyang (2 titik), dan GV11 Shendao (1 titik) (Figure 1). Untuk menentukan layak tidaknya responden diberikan bekam basah melalui pemeriksaan lidah dan nadi.

Gambar 1. Ilustrasi titik pembekaman (1) Al-Khalil; (2) Al-Katifain; (3) Ala-Warik; (4) Ala-Dzohril Qodami; (5) BL16 Dushu; (6) BL39 Weiyang; (7) GV11 Shendao. DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.499.g504

Total waktu pembekaman sekitar 30-40 menit, dan dilakukan oleh 7 orang asisten. Asisten bekam basah mengerjakan detoksifikasi, penghisapan sebelum penyayatan dan setelah penyayatan, dan pembersihan. Penentuan titik bekam dan penyayatan dilakukan oleh ketua tim bekam basah. Asistem dan ketua tim bekam menggunakan APD lengkap (Gown, sarung tangan, penutup kepala, dan masker). Kop yang digunakan setelah pengaplikasian pada satu responden didesinfeksi menggunakan larutan sodium hypoclorite ([18]) dan dibilas dengan sabun cuci alat rumah tangga cair untuk penggunaan oleh responden lainnya. Digunakan campuran Minyak Herba Sinergi dengan povidene iodine merek Betanine pada proses detoksifikasi. Penyayatan menggunakan pisau bedah sekali pakai setiap responden.

Aplikasi kerja bekam basah terdiri dari lima langkah (Rosyanti et al., 2020).

  1. Penentuan titik bekam, detoksifikasi, dan penghisapan pertama. Detoksifikasi dengan teknik bekam luncur, sampai kulit kemerahan. Kekuatan penghisapan ditentukan berdasarkan kemampuan responden mentoleransi efek nyeri dari tarikan kop. Lamanya penghisapan pertama adalah 3-5 menit.
  2. Kop dari penghisapan pertama dilepas, dan dilakukan penyayatan pada setiap titik bekam.
  3. Penghisapan kedua pada titik bekam. Penghisapan kedua dilakukan untuk menarik darah dari titik bekam. Lamanya penghisapan kedua adalah 3 menit.
  4. Penghisapan ketiga dilakukan setelah darah dari penghisapan kedua dibersihkan dari kulit dan cup bekam. Lamanya penghisapan ketiga adalah 1 menit.
  5. Pembersihan kembali area pembekaman menggunakan larutan povidone iodine.

Pengumpulan Data dan Sampel Darah

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner data demografi dan lembar observasi tekanan darah, wawancara riwayat penyakit, riwayat merokok, dan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh sebelum bekam basah. Responden diberikan penjelasan tentang bekam basah dan pengambilan dara vena untuk pemeriksaan darah rutin. Pengambilan darah vena yang pertama sebelum dilakukan bekam basah, dan satu hari setelah bekam basah.

Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian diolah secara statistik menggunakan metode paired t-test. Kriteria secara statistik yang dinilai adalah nilai rerata dan standar deviasinya. Validitas hasil penelitian mengacu pada Standards for reporting interventions in clinical trials of cupping, dalam bentuk daftar periksa dan penjelasan untuk pengguna, dirancang untuk meningkatkan pelaporan uji coba bekam, khususnya intervensi, dan dengan demikian memfasilitasi interpretasi ([4]; [19]).

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Responden

Tabel 1. Karakteristik responden DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.499.g505

Kelompok umur terbanyak usia 21-30 tahun (46,2%), pendidikan tertinggi sarjana (61,5 %), pekerjaan sebagai PNS (30,8%), dan status pernikahan adalah menikah (73,1%).

Grafik 1. Grafik nilai mean hematologi darah rutin perokok pada pemeriksaan pra dan pasca bekam basah (WBC, RBC, HB, MCV, MCH, MCHC) DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.499.g506

Mean dari WBC, RBC, HCT, MCH, MCHC, pra dan pasca bekam basah pada perokok aktif, nilainya sama, terjadi penurunan, tetapi pada nilai mean hemoglobin cukup tinggi dari nilai HB 16,69 mengalami penurunan setelah bekam menjadi 14,83.

Grafik 2. Grafik nilai hematologi rutin (PLT, RDWSD, RDWCV, PDW, MPV, PLCR, PCT) pra dan pasca bekam basah DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.499.g507

Mean dari RDWSD, RDWCV, PDW, MPV, PLCT, PCT pada pra dan pasca bekam basah terjadi perubahan tetapi tidak terlalu tinggi. Pada nilai mean PLT, terjadi peningkatan dari nilai 236,31 menjadi 241,46.

Tabel 2. Hasil uji statistik paired sample t-test nilai hematologi rutin pra dan pasca bekam basah DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.499.g508

Hasil uji statistik paired sample t-test pada perokok aktif setelah terapi bekam terdapat pengaruh yang signifikan dengan nilai P < 0,05 terhadap enam variabel hematologi rutin yaitu pada WBC, HB, HCT, MCV, MCH, MCHC. Adapun variabel yang lain, memiliki korelasi perbedaan sebelum dan sesudah terapi bekam, tetapi tidak signifikan secara statistik.

PEMBAHASAN

Dalam beberapa artikel mengungkapkan bahwa terapi bekam basah dapat meningkatkan kesehatan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ahmed et al ([12]) terapi bekam memperbaiki kondisi klinis pasien. Dari studi yang dilaporkan oleh El Sayed et al ([20]) bahwa terapi bekam dapat mengobati kondisi kelebihan zat besi pada thalassemia. Terapi bekam memiliki dasar ilmiah dan medis yang kuat (mekanisme Taibah) yang menjelaskan keefektifannya dalam mengobati banyak kondisi penyakit yang berbeda dalam etiologi dan patogenesis. Terapi bekam menggunakan prinsip fisiologis ekskresi yang bergantung pada tekanan, menyerupai ekskresi melalui filtrasi glomerulus ginjal dan evakuasi abses. Terapi bekam menjadi fungsi ekskresi perkutan yang membersihkan darah (melalui kapiler kulit fenestrated) dan cairan interstisial dari zat patologis tanpa menambah beban metabolik atau detoksifikasi pada hati dan ginjal. Bekam dilaporkan membersihkan darah secara signifikan, meningkatkan kekebalan alami, meningkatkan pengobatan farmakologis, dan mengobati berbagai kondisi penyakit ([4]).

Bekam basah melibatkan dua metodologi aplikasi yang berbeda, yaitu metode cupping, puncturing dan cupping (CPC). CPC berkembang dengan enam langkah demarkasi kulit, sterilisasi, bekam, tusukan atau sayatan, bekam, dan sterilisasi. Metode ini umum digunakan di negara-negara Arab. Untuk mengobati berbagai kondisi penyakit. Metode puncturing and cupping (PC) mengikuti lima langkah demarkasi kulit, sterilisasi, puncturing, cupping, dan sterilisasi. Metode PC umum dilakukan di Cina, Korea, dan Jerman. Terapi bekam bermanfaat dalam memulihkan keseimbangan tubuh dengan memperkuat daya tahan tubuh, menghilangkan faktor patogen, dan meningkatkan sirkulasi darah untuk mengurangi rasa sakit. Bekam membantu mengeluarkan darah yang mengandung zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh sehingga mengatasi potensi efek samping, yang mengarah pada kesejahteraan fisiologis ([12]; [13]; [21]; [20]).

Pada penelitian ini terjadi perubahan pada status hematologi darah rutin perokok aktif pada terapi bekam terhadap enam variabel nilai hematologi darah rutin dari WBC, HB, HCT, MCV, MCH, MCHC, terjadi perbedaan dengan yang signifikan secara statistik (P < 0.05) (Figure 5), artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari pra ke pasca terapi bekam terhadap enam variabel tersebut. Adanya peningkatan HB dan nilai HCT, MCV, MCH, MCHC (Figure 3) adalah indeks sel darah merah utama yang membantu mengukur ukuran rata-rata dan komposisi hemoglobin sel darah merah. Dalam sistem hematologi, bekam dapat mengatur sistem koagulasi dan anti-koagulasi ([22]).

Salah satu alasan terapi bekam basah dengan jumlah 5-9 titik pembekaman tidak menyebabkan penurunan hemoglobin secara bermakna bahkan bekam dapat meningkatkan konsentrasi kadar hemoglobin sesaat sesudah proses pembekaman. Tekanan negatif pada permukaan kulit pada saat dilakukan terapi bekam menyebabkan reaksi inflamasi, peradangan yang merupakan reaksi fisiologi tubuh terhadap kerusakan jaringan. Inflamasi sangat berguna bagi pertahanan tubuh sebab reaksi inflamasi tersebut dapat mencegah kerusakan ke jaringan sekitarnya dan mempercepat proses penyembuhan ([23]; [24]).

Proses inflamasi lokal yang dilakukan pada saat terapi bekam menjadi exposure stressor yang membahayakan jaringan tubuh dan menyebabkan stress fisik. Reaksi umum yang terjadi adalah generaladaptation syndrome terhadap stress fisik yang selanjutnya akan memicu reaksi dari system hypothalamus-pituitary-cotex adrenal (HPA), selanjutnya akan menghasilkan adrenocorticotropin hormone dan kortisol (kortikosteroid) yang mengaktivasi sistem saraf simpatik untuk mensekresi epinefrin, norepinefrin dan dopamine. Hormon tersebut akan merangsang dan mengativasi ginjal untuk membentuk sel darah yang baru (eritropoiesis) ([25]; [26]; [27]).

Dalam penelitian Rahmadi & Jabali ([28]), terapi komplementer bekam tidak menyebabkan penurunan kadar hemoglobin akan tetapi justru meningkatkan kadar hemoglobin. Hal tersebut disebabkan karena pada proses pembekaman akan menyebabkan hypoxia (penurunan oksigenisasi) ke jaringan kulit. Respon sel terhadap kondisi hypoksia adalah kadar protein Hypoxiainducible factor-1 ? (HIF-1?) yang merupakan faktor transkripsi yang berperan penting untuk menjaga keseimbangan oksigen pada tingkat seluler maupun sistem. HIF-1 ? akan mengaktivasi sumsum tulang untuk mensekresi sel stem hematopoitik sehingga akan mempercepat produksi eritropoiesis, selanjutnya dengan kondisi hypoxia juga akan merangsang kerja ginjal mempercepat produksi sel darah merah (eritropoiesis) sehingga justru kadar hemoglobin meningkat. Hemoglobin adalah suatu protein tetrameric eritrosit yang mengikat molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang disebut heme, Hemoglobin mempunyai dua fungsi pengangkut penting dalam tubuh manusia diantaranya adalah pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer, juga berfungsi sebagai pengangkutan karbondioksida dan berbagai proton darijaringan perifer ke organ respirasi untuk selanjutnya diekresikan keluar ([28]; [29]).

Adanya perubaahan nilai kadar HB, HCT, MCV, MCH, MCHC, pada penelitian ini menunjukan terapi bekam dapat menjadi terapi yang direkomendasikan pada perokok aktif (Figure 3). Sel darah merah memiliki banyak fungsi fisiologis vital dalam tubuh seseorang, termasuk membawa oksigen dan karbon dioksida serta pertukaran gas antara darah dan jaringan, yang karena kemampuannya untuk berubah bentuk dan mengalir dalam jaringan mikrovaskular. RBC (red blood cell), dengan mean corpuscular volume (MCV) digunakan untuk mengidentifikasi beberapa penyakit sistem hematologi termasuk anemia defisiensi besi dan disfungsi sumsum tulang. Kondisi klinis di mana sel darah merah terjadi peningkatan atau penurunan, disebabkan produksi RBC tidak efektif, walaupun pada penelitian ini nilai kadar RBC tidak signifant ([30]).

Beberapa penelitian efek dua minggu setelah bekam, terjadi penurunan kadar HCT, HB dan viskositas serta jumlah sel darah merah dalam darah vena secara signifikan. Hal tersebut menunjukan adanya penurunan viskositas mengikuti penurunan jumlah sel darah merah, yang berefek pada penurunan beban jantung. Sel darah merah membawa hemoglobin pada jaringan dan sel tubuh, yang pada ahirnya terjadi pengangkutan oksigen. Banyaknya oksigen pada jaringan bergantung dari jumlah dan fungsi sel darah merah dan hemoglobin, dalam penelitian ini perubahan nilai pada MCV, Kadar HB dan MCHC, menunjukan terdapat peningkatan pada jumlah hemoglobin dan konsentrasi hemoglobin dalam sel darah merah darah bekam, sedangkan peningkatan MCHC mencerminkan kandungan hemoglobint dari sel darah merah (Figure 3). Nilai MCHC dihitung dari hemoglobin (Hgb), hematokrit (Hct), dan jumlah RBC ([22]; [31]).

Merokok dapat menyebabkan terjadinya hipoksia kronis, menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah, dengan pengurangan volume plasma secara bersamaan. Selama merokok, karbon monoksida (CO) dihasilkan melaui isapan asap rokok yang masuk dalam sistem pernapasan. CO menggantikan oksigen dari hemoglobin dalam sel darah merah, yang menurunkan pelepasan oksigen ke jaringan ([11]). Dengan demikian, kandungan oksigen darah dengan adanya karbon monoksida jauh lebih rendah dari biasanya dapat menyebabkan hipoksia berat, MCV, MCH dan MCHC adalah indeks sel darah merah penting yang mewakili ukuran rata-rata dan komposisi hemoglobin sel darah merah. MCV menunjukkan ukuran sel darah merah dan adanya sel darah merah yang lebih kecil atau lebih besar dari ukuran normal berarti orang tersebut menderita anemia ([5]). Terapi bekam memberikan efek yang baik pada komponen imun dan non imun dalam darah, dan memberikan pengaruh yang baik terhadap profil lipoprotein ([32]), dan meningkatkan deformabilitas eritrosit ([23]).

KESIMPULAN DAN SARAN

Terdapat perbedaan nilai hematologi darah rutin sebelum dan setelah bekam basah, dan secara statistik, bekam basah secara siginifikan mempengaruhi komposisi hemoglobin sel darah merah (WBC, HB, HCT, MCV, MCH, MCHC).

Kekurangan Penelitian

Perlakuan terhadap kop bekam yang digunakan terbatas pada sterilisasi dengan metode kimiawi, dan peneliti tidak mengkaji riwayat merokok responden.

References

Azaizeh, H., Saad, B., Cooper, E., & Said, O. (2010). Traditional arabic and islamic medicine, a re-emerging health aid. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 7(4), 419–424. https://doi.org/10.1093/ecam/nen039 DOI: https://doi.org/10.1093/ecam/nen039

Aboushanab, T. S., & AlSanad, S. (2018). Cupping Therapy: An Overview from a Modern Medicine Perspective. Journal of Acupuncture and Meridian Studies, 11(3), 83–87. https://doi.org/10.1016/j.jams.2018.02.001 DOI: https://doi.org/10.1016/j.jams.2018.02.001

Mehta, P., & Dhapte, V. (2015). Cupping therapy: A prudent remedy for a plethora of medical ailments. Journal of Traditional and Complementary Medicine, 5(3), 127–134. https://doi.org/10.1016/j.jtcme.2014.11.036 DOI: https://doi.org/10.1016/j.jtcme.2014.11.036

Rosyanti, L., Hadi, I., Askrening, A., & Indrayana, M. (2020). Complementary alternative medicine: Kombinasi terapi bekam dan murotal alquran pada perubahan tekanan darah, glukosa, asam urat dan kolesterol. Health Information?: Jurnal Penelitian, 12(2), 173–192. https://doi.org/10.36990/hijp.v12i2.226 DOI: https://doi.org/10.36990/hijp.v12i2.226

Shahabinejad, G., Sirati-Sabet, M., Kazemi-Arababadi, M., Nabati, S., & Asadikaram, G. (2016). Effects of opium addiction and cigarette smoking on hematological parameters. Addiction & Health, 8(3), 179–185. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28496956

Sari, F. A., Salim, M. A., Ekayanti, F., & Subchi, I. (2018). Bekam sebagai kedokteran profetik. Rajawali Pers

Muttappallymyalil, J., Sreedharan, J., John, L., John, J., Mehboob, M., Mathew, A., & Mathew, E. (2013). Self-reported use of complementary and alternative medicine among the health care consumers at a tertiary care center in Ajman, United Arab emIrates. Annals of Medical and Health Sciences Research, 3(2), 215. https://doi.org/10.4103/2141-9248.113665 DOI: https://doi.org/10.4103/2141-9248.113665

Offit, P. A. (2012). Studying complementary and alternative therapies. JAMA, 307(17). https://doi.org/10.1001/jama.2012.518 DOI: https://doi.org/10.1001/jama.2012.518

World Health Organization. (2022). Tobacco. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tobacco

Miri-Moghaddam, E., Mirzaei, R., Arab, M.-R., & Kaikha, S. (2014). The effects of water pipe smoking on hematological parameters in rats. International Journal of Hematology-Oncology and Stem Cell Research, 8(3), 37–43.

Boehm, R. E., Arbo, B. D., Leal, D., Hansen, A. W., Pulcinelli, R. R., Thiesen, F. V., Balsan, A. M., Onsten, T. G. H., & Gomez, R. (2018). Smoking fewer than 20 cigarettes per day and remaining abstinent for more than 12 hours reduces carboxyhemoglobin levels in packed red blood cells for transfusion. PLOS ONE, 13(9), e0204102. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0204102 DOI: https://doi.org/10.1371/journal.pone.0204102

Ahmed, S. M., Madbouly, N. H., Maklad, S. S., & Abu-Shady, E. A. (2005). Immunomodulatory effects of blood letting cupping therapy in patients with rheumatoid arthritis. The Egyptian Journal of Immunology, 12(2), 39–51.

Al-Bedah, A. M. N., Elsubai, I. S., Qureshi, N. A., Aboushanab, T. S., Ali, G. I. M., El-Olemy, A. T., Khalil, A. A. H., Khalil, M. K. M., & Alqaed, M. S. (2019). The medical perspective of cupping therapy: Effects and mechanisms of action. Journal of Traditional and Complementary Medicine, 9(2), 90–97. https://doi.org/10.1016/j.jtcme.2018.03.003 DOI: https://doi.org/10.1016/j.jtcme.2018.03.003

Almaiman, A. A. (2018). Proteomic effects of wet cupping (Al-hijamah). Saudi Medical Journal, 39(1), 10–16. https://doi.org/10.15537/smj.2018.1.21212 DOI: https://doi.org/10.15537/smj.2018.1.21212

Mischak, H., Apweiler, R., Banks, R. E., Conaway, M., Coon, J., Dominiczak, A., Ehrich, J. H. H., Fliser, D., Girolami, M., Hermjakob, H., Hochstrasser, D., Jankowski, J., Julian, B. A., Kolch, W., Massy, Z. A., Neusuess, C., Novak, J., Peter, K., Rossing, K., … Yamamoto, T. (2007). Clinical proteomics: A need to define the field and to begin to set adequate standards. PROTEOMICS – Clinical Applications, 1(2), 148–156. https://doi.org/10.1002/prca.200600771 DOI: https://doi.org/10.1002/prca.200600771

Tagil, S. M., Celik, H. T., Ciftci, S., Kazanci, F. H., Arslan, M., Erdamar, N., Kesik, Y., Erdamar, H., & Dane, S. (2014). Wet-cupping removes oxidants and decreases oxidative stress. Complementary Therapies in Medicine, 22(6), 1032–1036. https://doi.org/10.1016/j.ctim.2014.10.008 DOI: https://doi.org/10.1016/j.ctim.2014.10.008

Rosyanti, L., & Hadi, I. (2022). Buku Panduan Terapi SQEFT (Spiritual Qur’anic Emotional Freedom Technique). Deepublish.

Pereira, S. S. P., Oliveira, H. M. de, Turrini, R. N. T., & Lacerda, R. A. (2015). Disinfection with sodium hypochlorite in hospital environmental surfaces in the reduction of contamination and infection prevention: A systematic review. Revista Da Escola de Enfermagem Da USP, 49(4), 0681–0688. https://doi.org/10.1590/S0080-623420150000400020 DOI: https://doi.org/10.1590/S0080-623420150000400020

Zhang, X., Tian, R., Lam, W. C., Duan, Y., Liu, F., Zhao, C., Wu, T., Shang, H., Tang, X., Lyu, A., & Bian, Z. (2020). Standards for reporting interventions in clinical trials of cupping (Strictoc): Extending the CONSORT statement. Chinese Medicine, 15(1), 10. https://doi.org/10.1186/s13020-020-0293-2 DOI: https://doi.org/10.1186/s13020-020-0293-2

El Sayed, S., Abou-Taleb, A., Mohaed Nabo, M., Mahmoud, H., Ahmed, N., Baghdadi, H., & Mariah, R. (2014). Al-hijamah and oral honey for treating thalassemia, conditions of iron overload, and hyperferremia: Toward improving the therapeutic outcomes. Journal of Blood Medicine, 219. https://doi.org/10.2147/JBM.S65042 DOI: https://doi.org/10.2147/JBM.S65042

El-Shanshory, M., Hablas, N. M., Shebl, Y., Fakhreldin, A. R., Attia, M., Almaramhy, H. H., Baghdadi, H., Ayat, M., Albeihany, A., El-Dardear, A., Ibrahim, H. A., Mahmoud, H. S., Nabo, M. M. H., & El Sayed, S. M. (2018). Al-hijamah (Wet cupping therapy of prophetic medicine) significantly and safely reduces iron overload and oxidative stress in thalassemic children: A novel pilot study. Journal of Blood Medicine, 9, 241–251. https://doi.org/10.2147/JBM.S170523 DOI: https://doi.org/10.2147/JBM.S170523

Mahdavi, M. R. V., Ghazanfari, T., Aghajani, M., Danyali, F., & Naseri, M. (2012). Evaluation of the Effects of Traditional Cupping on the Biochemical, Hematological and Immunological Factors of Human Venous Blood. A Compendium of Essays on Alternative Therapy.

Redaksi Team. (2010). Pengaruh bekam terhadap peningkatan deformabilitas eritrosit pada perokok. Majalah Keperawatan Unpad, 12(1). https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1526919

Syaifullah, S., Taufiqurrachman, T., Sumarawati, T., Trisnadi, S., Abduh, S., & Thomas, S. (2021). Pengaruh terapi bekam basah (Wet cupping) terhadap kadar hemoglobin, fe, dan kadar tibc (Total iron binding capacity) pada pasien anemia. Jurnal Litbang Edusaintech, 2(1), 13–17. https://doi.org/10.51402/jle.v2i1.33 DOI: https://doi.org/10.51402/jle.v2i1.33

Hall, J. E. (2016). Guyton and hall textbook of medical physiology (13th ed.). Saunders.

Hall, J. E., & Hall, M. E. (2020). Guyton and hall textbook of medical physiology (14th ed.). Elsevier.

Rosyanti, L., & Hadi, I. (2020). Respon imunitas dan badai sitokin severe acute respiratory syndrome corona virus 2: Literatur review. Jurnal Kesehatan Madani Medika (JKMM), 11(2), 176–20. https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/2125271

Rahmadi, A., & Jabali, F. (2018). Integrasi kedokteran islam dan kedokteran modern: Studi bekam terhadap hemoglobin [Master's thesis]. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/41732

Sapada, I. E., & Asmalinda, W. (2019). Pengaruh wet cupping terhadap peningkatan kadar hemoglobin. Jurnal Kesehatan, 10(2), 175. https://doi.org/10.26630/jk.v10i2.1205 DOI: https://doi.org/10.26630/jk.v10i2.1205

Li, N., Zhou, H., & Tang, Q. (2017). Red blood cell distribution width: A novel predictive indicator for cardiovascular and cerebrovascular diseases. Disease Markers, 2017, 1–23. https://doi.org/10.1155/2017/7089493 DOI: https://doi.org/10.1155/2017/7089493

Bunn, H. F. (2012). Approach to the Anemias. In L. Goldman & A. I. Schafer (Eds). Goldman's Cecil Medicine (24 edition). Saunders. DOI: https://doi.org/10.1016/B978-1-4377-1604-7.00161-5

Majid, B., & Moeljopawiro, S. (2008). Kajian terapi terhadap profil lipoprotein dan komponen darah perokok [Master's thesis]. Universitas Gadjah Mada. http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/38169

Published

2022-06-25 — Updated on 2022-06-30

Versions

How to Cite

Hadi, I. ., Rosyanti , L., Askrening, A. ., & Herman, H. (2022). Effect of Wet Cupping Complementary Therapy on Blood Changes in Active Smokers in Kendari City: A Quasi-Experimental Study. Health Information : Jurnal Penelitian, 14(1), 51–65. https://doi.org/10.36990/hijp.v14i1.499 (Original work published June 25, 2022)

Issue

Section

Original Research

Citation Check

Funding data

Most read articles by the same author(s)

1 2 3 > >>