Analisis Implementasi Kebijakan Pencegahan Dan Penanganan Stunting Terintegrasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah

Authors

  • Luciana Febriyanti Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia
  • Reni Agustina Harahap Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia

Keywords:

Implementasi, Kebijakan, Stunting

Abstract

Stunting merupakan salah satu masalah gizi yang krusial, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang. Stunting merupakan bentuk kegagalan tumbuh kembang yang meyebabkan gangguan pertumbuhan linear pada balita. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2019 Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu daerah di provinsi Aceh yang memiliki angka stunting tergolong tinggi. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui implementasi kebijakan pencegahan dan penanganan stunting, serta upaya peran tenaga kesehatan dalam pencegahan dan penanganan stunting di wilayah kerja Puskesmas Lampahan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilaksanakan pada bulan April-Mei. Populasi yang digunakan seluruh ibu dengan balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Lampahan. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden ibu yang memilki balita stunting. Analisis data menggunakan frekuensi disribusi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi kebijakan dan upaya peran tenaga kesehatan dalam pencegahan dan penanganan stunting di wilayah kerja Puskesmas Lampahan sudah berjalan dengan baik sesuai kebijakan Bupati Bener Meriah Nomor 15 tahun 2020 tentang pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi, tetapi masih ada beberapa program yang belum berjalan dengan optimal yaitu pemberian ASI Ekslusif dan informasi seputar gizi. Adapun saran diharapkan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang stunting agar pencegahan dan penanganan stunting bisa berjalan dengan baik.

PENDAHULUAN

Stunting adalah masalah gizi yang serius, terutama di negara-negara terbelakang dan berkembang. Stunting adalah jenis kegagalan pertumbuhan dan perkembangan yang mengakibatkan kelainan pertumbuhan linier pada anak di bawah usia lima tahun karena penumpukan kekurangan gizi jangka panjang yang dimulai sejak masa kehamilan dan berlanjut hingga usia 24 bulan. Kekurangan gizi pada anak usia dini akan menghambat pertumbuhan fisik dan mental, meningkatkan angka kesakitan, dan berpotensi menyebabkan kematian. (Norsanti, 2021)

Stunting adalah masalah perkembangan pada anak-anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi, penyakit berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Stunting ditandai dengan tinggi badan anak di bawah rata-rata dan fisik yang tidak berkembang dan tumbuh dengan baik untuk usianya. Hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama dan akhirnya diikuti dengan berkurangnya kecerdasan anak akibat kekurangan gizi kronis. (Bayu et al., 2022)

Stunting adalah jenis kegagalan perkembangan (gagal tumbuh), menurut Kementerian Kesehatan, yang disebabkan oleh akumulasi kekurangan gizi yang berlangsung sejak masa kehamilan hingga usia 24 bulan. Kurangnya upaya mengejar ketertinggalan pertumbuhan yang tepat memperparah keadaan ini. Stunting adalah status gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U, dimana hasil pengukuran berada pada ambang batas (Z-Score) -2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/kerdil) dan -3 SD (sangat pendek/kerdil sekali) dalam standar antropometri penilaian status gizi anak. (Rahmadhita, 2020)

Pada tahun 2017, terdapat 150,8 juta balita yang mengalami stunting di seluruh dunia, atau sekitar 22,2% dari seluruh balita. Statistik ini menggambarkan tingkat keparahan epidemi stunting global. Lebih dari setengah dari 83,6 juta balita yang mengalami stunting, atau 55%, berasal dari Asia. Sementara sekitar 39%, atau lebih dari sepertiganya, berasal dari Afrika. (Kemenkes RI, 2018)

Pada tahun 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa 6,7% anak di bawah usia lima tahun memiliki berat badan kurang dan kurang gizi, 5,7% anak di bawah usia lima tahun kelebihan berat badan, dan 22,2% atau 149,2 juta anak mengalami stunting karena kekurangan gizi kronis. Karena berkisar antara 20% hingga 30%, stunting dianggap sebagai insiden yang tinggi di seluruh dunia. (Kemenkes RI, 2022)

1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang juga dikenal sebagai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) hingga usia 24 bulan, harus menjadi penekanan utama kebijakan untuk mengatasi masalah pencegahan dalam pengurangan stunting. Untuk mencapai target penurunan stunting sebesar 40% pada tahun 2025, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan penurunan stunting sebesar 3,9% per tahun. Rencana aksi intervensi keterlambatan perkembangan ini dibagi menjadi 5 pilar, yaitu komitmen, visi pemimpin tertinggi bangsa, gerakan nasional yang juga berfokus pada pemahaman, perubahan perilaku, komitmen politik, akuntabilitas, konvergensi, koordinasi dan konsolidasi upaya nasional, daerah, dan masyarakat untuk mendukung "ketahanan pangan bergizi", pemantauan dan evaluasi untuk mengatasi masalah gizi melalui intervensi gizi yang spesifik. (Khadizah, 2021)

Masalah gizi utama di Indonesia adalah prevalensi stunting. Prevalensi rata-rata stunting di Indonesia, yaitu 36,4% dari tahun 2005 hingga 2017, adalah buktinya. Menurut data, Indonesia memiliki tingkat stunting tertinggi ketiga di Asia Tenggara. (Kemenkes RI, 2018)

Karena tingginya angka stunting di Indonesia, pemerintah telah menerapkan kebijakan di mana pemberian ASI eksklusif diketahui dapat mengurangi risiko malnutrisi, dan kurangnya pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap stunting pada anak. Menyusul diadopsinya Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Pasal 30(4) yang mengamanatkan pemberian ASI eksklusif, Menteri Kesehatan menetapkan Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2013. Fasilitas ASI Eksklusif di tempat kerja dan fasilitas umum, serta kartu keanggotaan menyusui gratis disediakan bagi para ibu di bawah peraturan ini untuk melindungi mereka. Dengan menyediakan fasilitas menyusui di tempat umum dan tempat kerja, serta kesempatan bagi para ibu yang bekerja di dalam atau di luar ruangan untuk melakukannya, peraturan ini dimaksudkan untuk melindungi para ibu dan memastikan bahwa mereka dapat memberikan ASI secara eksklusif kepada anak-anak mereka. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan ruang menyusui yang memenuhi standar tertentu. Selain itu, ada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), yang memiliki potensi untuk memajukan perbaikan gizi dengan mempromosikan pendidikan gizi seimbang dan ketersediaan makanan sehat. (Khadizah, 2021)

Prevalensi stunting di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2019, dengan prevalensi 27,3%, dan lebih dari separuh provinsi di Indonesia memiliki tingkat prevalensi stunting yang lebih tinggi daripada negara secara keseluruhan. Provinsi Nusa Tenggara Timur (43,7%), Sulawesi Barat (39,3%), Nusa Tenggara Barat (36,8%), Gorontalo (35,1%), dan Aceh (33,6%) memiliki lima (5) tingkat prevalensi stunting tertinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Sementara Aceh menempati posisi ketiga dari 34 provinsi di Indonesia dalam hal kejadian stunting pada balita, dengan frekuensi 37,3%, yang berarti 1 dari 3 anak di Aceh mengalami stunting. Sedangkan frekuensi stunting pada anak di bawah usia dua tahun (Baduta) menempati urutan pertama dari 34 provinsi, yaitu 37,9%. Meskipun bukan yang tertinggi di provinsi, Kabupaten Bener Meriah termasuk salah satu daerah di Aceh dengan angka stunting yang cukup tinggi. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angka kejadian stunting di Kabupaten Bener Meriah sebesar 27,7% pada tahun 2019. (Nurmawati et al., 2021)

Dalam rangka meningkatkan pemahaman seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat dalam partisipasinya pada pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi, Pemerintah Kabupaten Bener Meriah mengeluarkan kebijakan melalui PERBUP Bener Meriah (2020) Nomor 15. Sesuai dengan aturan tersebut, pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi dilakukan dengan pendekatan 1000 HPK (seribu hari pertama kehidupan), strategi intervensi yang tepat sasaran, dan intervensi yang sensitif dengan tetap memperhatikan kearifan lokal.

Dari data Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah kasus balita yang mengalami stunting pada tahun 2022 dengan persentase 19% sebanyak 268 dari 1446 balita. Berdasarkan hasil survei awal tersebut penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana Implementasi Kebijakan Pencegahan Stunting pada Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan, Kabupaten Bener Meriah Tahun 2023.

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan pendekatan kuantitatif. Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah menjadi tempat penelitian ini pada bulan April hingga Mei 2023. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu di wilayah kerja Puskesmas Lampahan yang memiliki anak yang mengalami stunting. Purposive sampling digunakan untuk memilih sampel dalam penelitian ini. Jumlah sampel penelitian ini adalah 100 responden.

Informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, atau informasi yang dikumpulkan secara langsung dari responden. Untuk mengevaluasi pandangan, pendapat, dan persepsi seseorang, pendekatan pengumpulan data menggunakan strategi penyebaran kuesioner kepada informan ibu yang memiliki bayi stunting. Puskesmas Lampahan menyediakan data sekunder untuk penelitian ini, serta sumber literatur online seperti tesis dan jurnal yang berfungsi sebagai sumber data sekunder.

HASIL

Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Kategori Frekuensi Persentase
Umur 18-28 Tahun 40 40.0
29-38 Tahun 42 42.0
39-48 Tahun 18 18.0
Total 100 100
Pendidikan SD 22 22.0
SMP 43 43.0
SMA 35 35.0
Total 100 100
Usia Balita 0-12 Bulan 7 7.0
12-24 Bulan 26 26.0
25-36 Bulan 34 34.0
37-48 Bulan 19 19.0
49-51 Bulan 14 14.0
Total 100 100
BB Balita Gizi Buruk 41 41.0
Gizi Kurang 39 39.0
Gizi Baik 20 20.0
Total 100 100
TB Balita Sangat Pendek 62 62.0
Pendek 38 38.0
Total 100 100
Table 1. Karakteristik Data Responden

Berdasarkan tabel tersebut, responden yang berusia antara 18 hingga 28 tahun berjumlah 40 orang (40,0%), responden yang berusia antara 29 hingga 38 tahun berjumlah 42 orang (42,0%), dan responden yang berusia antara 39 hingga 48 tahun berjumlah 18 orang (18,0%). Berdasarkan tabel di atas, terdapat 22 responden dengan tingkat pendidikan sampai dengan SD atau MI, 43 responden dengan tingkat pendidikan SMP atau MTs, dan 35 responden dengan tingkat pendidikan SMA, SMK, atau MA. Berdasarkan tabel di atas, responden yang memiliki balita stunting pada usia 0-12 bulan sebanyak 7 orang (7,0%), usia 12-24 bulan sebanyak 26 orang (26,0%), usia 25-36 bulan sebanyak 34 orang (34,0%), usia 37-48 bulan sebanyak 19 orang (19,0%), dan usia 49-51 bulan sebanyak 14 orang (14,0%). Berdasarkan tabel tersebut di atas, responden yang memiliki berat badan (BB) balita dengan indikasi gizi kurang sebanyak 41 orang (41,0%), responden yang memiliki berat badan (BB) balita dengan indikasi gizi baik sebanyak 39 orang (39,0%), dan responden yang tidak memiliki balita dengan indikasi gizi kurang sebanyak 1 orang (1,0%). Tabel di atas menunjukkan bahwa 62 responden (62,0%) memiliki balita yang stunting dengan tinggi badan (TB) balita sangat pendek, dan 38 responden (38,0%) memiliki balita dengan tinggi badan (TB) balita pendek.

Sikap ibu dalam Implementasi Kebijakan Pencegahan Dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan

Pertanyaan Jawaban
Ya % Tidak %
Ibu yang pernah memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan saat sedang hamil 85 85.0 15 15.0
Ibu yang memberikan ASI Eksklusif pada anaknya 24 24.0 76 76.0
Ibu yang memberikan ASI hingga usia 23 Bulan pada anaknya 30 30.0 70 70.0
Ibu yang memberikan imunisasi dasar lengkap pada anaknya 84 84.0 16 16.0
Ibu yang melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) saat melahirkan yang diarahkan oleh tenaga kesehatan 20 20.0 80 80.0
Table 2. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu dalam Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan

Menurut statistik yang disebutkan di atas, 85 responden (atau 85,0%)memeriksakan kehamilan mereka selama masa kehamilan ke tenaga kesehatan,sedangkan 15 responden (atau 15,0%) tidak memeriksakan kehamilan mereka. Dua puluh empat (24,0%) responden memberikan ASI eksklusif kepada bayimereka, dibandingkan dengan 76 (76,0%) responden yang tidak memberikanASI eksklusif. Persentase responden yang menyusui anak mereka hingga usia 23 bulan adalah 30 (30,0%), dibandingkan dengan 70 (70,0%) responden yang tidak menyusui. Terdapat 84 responden yang memberikan imunisasi dasar lengkap (84,0%), dibandingkan dengan 16 responden (16,0%) yang tidak memberikan imunisasi dasar. Dua puluh responden (20,0%) melaporkan mulai menyusui sebelum usia yang direkomendasikan, dibandingkan dengan delapan puluh responden (80,0%) yang melaporkan mulai menyusui sebelum usia yang direkomendasikan.

Pendapat Ibu dalam Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan

Pertanyaan Jawaban
Ya % Tidak %
Ibu yang mendapat imunisasi TT 1 dan TT 2 pada saat sedang hamil 84 84.0 16 16.0
Ibu yang mendapat tablet tambah darah dari tenaga kesehatan saat sedang hamil 79 79.0 21 21.0
Ibu yang mendapatkan makanan tambahan dari Puskesmas saat sedang hamil 61 61.0 39 39.0
Ibu yang mendapatkan suplementasi zink untuk anaknya dari puskesmas 73 73.0 27 27.0
Ibu yang mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) untuk anaknya dari tenaga kesehatan 96 96.0 4 4.0
Ibu yang pernah mendapatkan obat cacing untuk anaknya dari pelayanan kesehatan (Puskesmas) 79 79.0 21 21.0
Table 3. Distribusi Frekuensi Pendapat Ibu dalam Implementasi Kebijakan pencegahan dan Penanganan Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan

Berdasarkan data di atas, sebanyak 84 responden (84,0%) mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2 dari tenaga kesehatan selama masa kehamilan, sedangkan 16 responden (16,0%) tidak mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2 selama masa kehamilan. Sebanyak 79 responden (79,0%) mendapatkan tablet tambah darah dari tenaga kesehatan, sedangkan 21 responden (21,0%) tidak mendapatkan tablet tambah darah dari tenaga kesehatan. Persentase responden yang mendapatkan makanan tambahan dari tenaga kesehatan selama kehamilannya adalah 61 (61,0%), dibandingkan dengan 39 (39,0%) yang tidak mendapatkannya. Persentase responden yang mendapatkan suplementasi zinc dari tenaga kesehatan adalah 73 (73,0%), sedangkan persentase responden yang tidak mendapatkan suplementasi zinc dari tenaga kesehatan adalah 27 (27,0%). Sebanyak 96 responden (96,0%) mendapatkan MP-ASI dari tenaga kesehatan, sedangkan 4 responden (4,0%) tidak mendapatkan MP-ASIdari tenaga kesehatan. Terdapat 79 responden (79,0%) yang mendapatkan obat cacing dari tenaga kesehatan, dibandingkan dengan 21 responden (21,0%) yang tidak mendapatkan obat cacing.

Pertanyaan Jawaban
Ya % Tidak %
Ibu yang pernah mendapatkan informasi seputar gizi 83 83.0 17 17.0
Ibu yang pernah mendapatkan informasi seputar stunting 83 83.0 17 17.0
Ibu yang mendapatkan informasi seputar ASI Eksklusif 83 83.0 17 17.0
Ibu yang pernah mendapatkan pelayanan imunisasi dasar lengkap dari puskesmas 83 83.0 17 17.0
Ibu yang mendapatkan pelayanan pencegahan dan pengobatan diare dari puskesmas 76 76.0 24 24.0
Table 4. Distribusi Frekuensi Presepsi Ibu dalam Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan

Berdasarkan data tersebut, sebanyak 83 responden (83,0%) mendapatkan informasi terkait gizi, dibandingkan dengan 17 responden (17,0%) yang tidak mendapatkannya. Terdapat 83 responden (83,0%) yang mendapatkan informasi terkait stunting, dibandingkan dengan 17 responden (83,0%) yang tidak mendapatkannya. Jumlah responden yang mendapatkan informasi terkait ASI eksklusif sebanyak 83,0 (83,0%), sedangkan jumlah responden yang tidak mendapatkan informasi tersebut sebanyak 17 (17,0%). Sebanyak 83 responden (83,0%) melaporkan telah menerima semua imunisasi dasar, sedangkan 17 responden (17,0%) melaporkan tidak menerima semua imunisasi dasar. Persentase responden yang menggunakan layanan puskesmas untuk pencegahan dan pengobatan diare adalah 76 (76,0%), sedangkan persentase responden yang tidak menggunakan layanan ini adalah 24 (24,0%).

PEMBAHASAN

Implementasi Kebijakan Pencegahan serta Penangan Stunting bersumber pada hasil riset yang di miliki, kalau implementasi kebijakan Pencegahan dan Penanganan Stunting di daerah kerja Puskesmas Lampahan telah berjalan dengan baik teruji dari hasil responden sempat melaksanakan pengecekan kehamilan kepada tenaga Kesehatan, memperoleh imunisasi TT 1 serta TT 2 serta pula Kala bunda mendapatakan santapan bonus dari tenaga Kesehatan, serta berikan ASI kepada anak sampai umur 23 bulan, memperoleh obat cacing, memperoleh tablet tambah darah dikala berbadan dua, serta pula memperoleh data seputar stunting yang di jawab oleh responden 83, 0% serta yang memperoleh data seputar gizi sebesar 83, 0% ataupun responden menanggapi “ YA”.

Hal ini juga sesuai dengan isi kebijakan peraturan Bupati Kabupaten Bener Meriah Nomor 15 tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi melalui regulasi tersebut dilakukan pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi dengan pendekatan seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK), dengan pendekatan intervensi spesifik dan intervensi sensitif.

Intervensi dalam Pencegahan Stunting Terpadu dibagi menjadi dua kategori: yang pertama adalah intervensi gizi spesifik yang menargetkan penyebab langsung stunting, seperti memastikan bahwa anak-anak menerima makanan dan nutrisi yang cukup, memberikan perawatan dan pemberian makan yang tepat, dan mengobati infeksi atau penyakit. Selain itu, intervensi gizi sensitif menyasar penyebab tidak langsung dari stunting, seperti meningkatkan praktik ibu dan anak dalam hal perawatan gizi, meningkatkan akses dan kualitas layanan gizi dan kesehatan, serta menyediakan air bersih dan fasilitas sanitasi. (Pakpahan, 2021)

Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) digunakan sebagai inspirasi untuk Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan, yang berfokus pada reformasi gizi secara lebih cepat. Di bawah arahan Sekretaris Jenderal PBB, Gerakan SUN adalah gerakan internasional. Gerakan ini merupakan reaksi terhadap situasi pangan dan gizi di negara-negara berkembang dari berbagai negara di seluruh dunia. Tujuan global dari Gerakan SUN adalah untuk mengurangi masalah terkait gizi dalam 1000 HPK, atau dari awal kehamilan hingga usia dua tahun. Seribu hari terdiri dari 270 hari masa kehamilan dan 730 hari tahun pertama bayi. Periode 1000 HPK ini kadang-kadang disebut sebagai "periode emas" karena telah terbukti secara ilmiah sebagai periode yang menjamin kualitas hidup seseorang. (Perpres RI, 2013)

Berdasarkan temuan penelitian, Upaya Peran Tenaga Kesehatan mencoba mencegah dan mengobati stunting dengan menawarkan layanan masyarakat termasuk pemeriksaan kehamilan untuk melacak pertumbuhan janin dan menemukan kelainan sedini mungkin pada ibu dan bayi.

Salah satu strategi intervensi gizi tepat sasaran yang digunakan oleh Puskesmas Lampahan untuk menghentikan stunting adalah pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental ibu hamil semaksimal mungkin agar mereka lebih siap menghadapi proses persalinan, masa nifas, persiapan pemberian ASI eksklusif, dan pemulihan fungsi reproduksi yang normal. Setidaknya empat pemeriksaan antenatal dilakukan selama masa kehamilan: satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. (Istiqomah, 2023)

Upaya berikut ini adalah pemberian makanan tambahan untuk anak-anak di bawah usia lima tahun, sebuah program nutrisi yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi dengan memberikan makanan dengan kandungan gizi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan harian pasien. (Ginoga, 2023)

Tenaga kesehatan juga melakukan upaya lain, seperti pemberian obat cacing, pemberian suplemen zinc untuk memperkuat kekebalan tubuh guna mencegah penyakit dan infeksi termasuk campak dan diare, serta IMD setelah melahirkan. Untuk mendorong ibu menyusui bayinya secara eksklusif, tenaga kesehatan menyarankan IMD untuk ibu dan bayi baru lahir dengan meletakkan bayi di dada ibu.

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) bertujuan untuk memberikan ASI kepada bayi baru lahir dalam waktu 30 menit sampai 1 jam setelah lahir. Ini adalah istilah yang digunakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah Indonesia untuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif. Menurut Suhita (2023), pemberian ASI berperan penting dalam mengurangi kejadian penyakit dan kematian pada anak. Hal ini karena ASI mengandung nutrisi esensial yang sangat penting bagi bayi usia 0-6 bulan. Selain itu, penelitian Hamzah (2018) menemukan adanya korelasi yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kenaikan berat badan bayi. Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga merupakan bagian integral dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan kognitif bayi secara keseluruhan. (Julineti, 2023)

Ikhtiar berikut bertujuan untuk menyajikan wawasan tentang topik stunting, ASI eksklusif, dan gizi. Tindakan konseling memerlukan pertukaran aktif dan dinamis antara penyuluh dan individu menjalani pelatihan. Pertukaran ini berfungsi sebagai katalisator transformasi perilaku seseorang, yang merupakan manifestasi nyata dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan mereka, yang dapat diamati baik secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain. Tingkat pengetahuan gizi yang dimiliki seseorang memainkan peran penting dalam membentuk perilaku dan sikap mereka terhadap pemilihan komponen makanan, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan gizi mereka secara keseluruhan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitri Nur Anto (2012), ditemukan adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi yang baik dengan status gizi anaknya yang masih kecil. (Kurniati, 2018)

Tindakan pencegahan utama yang diambil untuk memastikan kesejahteraan anak melibatkan pemberian imunisasi dasar yang komprehensif. Imunisasi ini membekali tubuh anak dengan mekanisme pertahanan khusus yang mampu melindungi dari penyakit berbahaya tertentu. Dengan mengikuti jadwal imunisasi, tubuh anak didorong untuk mengembangkan kekebalan, memungkinkannya untuk secara efektif memerangi potensi ancaman penyakit. Kementerian Kesehatan telah menetapkan jadwal imunisasi khusus untuk bayi: bayi baru lahir antara usia 0-7 hari mendapatkan imunisasi Hepatitis B, bayi usia 1 bulan mendapatkan imunisasi BCG dan Polio 1, bayi usia 2 bulan mendapatkan imunisasi DPT-HB1 dan Polio 2 , bayi umur 3 bulan mendapat imunisasi DPT-HB2 dan Polio 3, bayi umur 4 bulan mendapat imunisasi DPT-HB3 dan Polio 4, dan bayi umur 9 bulan mendapat imunisasi campak. (Kemenkes RI, 2014).

Bersumber pada statment dari responden terdapat sebagian implementasi penangkalan dalam penindakan stunting yang belum berjalan secara maksimal di warga antara lain ialah semacam melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini( IMD) dengan meletakkan balita di dada bunda biar mendesak melaksanakan ASI Ekslusif dari umur balita 0- 6 bulan. Perihal ini pula sebab minimnya pengetahuan serta uraian warga tentang berartinya ASI Ekslusif buat perkembangan bayi, masih banyak warga membagikan minuman serta santapan kepada bayi umur 0- 6 bulan sepatutnya cuma ASI saja. Serta banyak tidak melaksanakan ASI Eklusif. Presepsi warga tentang ASI Ekslusif dari umur bayi 0- 6 bulan dengan berikan santapan bonus semacam pisang, madu serta susu resep telah melaksanakan ASI Ekslusif. Perihal ini pula dipengaruhi oleh sosial budaya warga dimana kala ASI bunda belum keluar selaku pengganti ASI jadi diberilah santapan serta minuman tersebut.

KESIMPULAN

Implementasi kebijakan penangkalan serta penindakan dalam penyusutan stunting telah dicoba dengan baik cocok dengan peraturan wilayah Bupati Kabupaten Bener Meriah No 15 tahun 2020 Tentang Penangkalan serta Penindakan Stunting Terintegrasi, namun masih belum optimal dalam mensosialisasikan kepada warga tentang gimana metode penangkalan serta penindakan stunting. Ada pula sebagian program yang dicoba dalam penangkalan serta penindakan stunting di daerah kerja puskesmas Lampahan lewat pendekatan intervensi khusus serta intervensi sensitif yang diperuntukan kepada anak seribu hari awal kehidupan( 1000 HPK), yang dicoba oleh Puskesmas Lampahan semacam pemberian tablet tambah darah buat bunda berbadan dua, melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini( IMD), membagikan ASI Eksklusif serta membagikan ASI penuh hingga umur 24 bulan didampingi oleh pemberian santapan pasangan ASI( MP- ASI), melaksanakan imunisasi bawah lengkap, sediakan obat cacing serta membagikan oralit buat penangkalan serta penyembuhan diare.

Saran

  1. Untuk pihak Puskesmas Lampahan diharapkan sarana kesehatan bisa senantiasa mempertahankan serta tingkatkan pelayanan kesehatan baik dalam segi fasilitas prasarana ataupun petugas pelayanan kesehatan itu sendiri. Sehingga warga bisa lebih gampang menguasai alur serta sistematika pelayanan Penangkalan serta Penindakan stunting.
  2. Untuk Warga diharapkan berfungsi aktif supaya senantiasa senantiasa mengecek kehamilan, menjajaki posyandu tiap bulannya, mempraktikkan pola makan gizi balance serta memperoleh pelayanan serta pembelajaran yang layak buat tingkatkan kesejahteraanya.
  3. Untuk Periset berikutnya diharapkan bisa mempelajari lebih jauh menimpa Implementasi Penangkalan serta Penindakan stunting dari Penyediaan Air Minum serta Sanitasi berbasis warga.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih diberikan khusus kepada orangtua tercinta penulis yang telah memberikan support dukungan serta material dan juga kepada dosen pembimbing saya yang telah membimbing dengan sabar, tulus, dan sepenuh hati,serta dosen FKM UIN Sumatra Utara yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

REFERENCES

Ayuningtyas, D. (2018). Analisis Kebijakan Kesehatan: Prinsipdan Aplikasi (1st ed.). Depok: Rajawali Pers.

Bayu, M., Aji, P., & Alatengae, D. I. D. (2022). StuntingSocialization As a Mean To Prevent the Increase of Stunting Case inAlatengae Village Mencegah Meningkatnya Kasus Stunting.472–477

Ginoga, I. G. E., Langi, G. K., & Tomastola, Y. A. (2023).Edukasi Gizi dan Makanan Tambahan Olahan Ubi Ungu Terhadap Status GiziBalita Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Tanoyan, Kabupaten BolaangMongondow. Aksara Kawanua: Jurnal IlmiahMultidisiplin, 2(01), 41-50.

Istiqomah, S. B. T. (2023). MOTIVASI IBU HAMIL TRIMESTER III DALAMPEMERIKSAAN ANTENATAL CARE (ANC) DI KELAS IBU HAMIL GROUP A POLINDESDESA NGUMPUL. Jurnal CakrawalaIlmiah, 2(7), 3057-3062.

Julineti Yunike, Y. (2023). Hubungan pengetahuan dengan sikapibu mengusui dalam pemberian asi eksklusif di RSUD Malinau SeberangKalimantan Utara (Doctoral dissertation, Universitas KusumaHusada Surakarta).

Kemenkes RI. (2018). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI,301(5), 1163–1178.

Kemenkes RI. (2022). Kepmenkes RI noHK.01.07/MENKES/1928/2022 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan KedokteranTata Laksana Stunting. 1–52.

Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Tentang Pedoman Gizi Seimbang. Menteri KesehatanRepublik Indonesia

Khadizah, K. (2021). ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKANPENANGGULANGAN DALAM PENURUNAN STUNTING DI DESA MANGKAHUI KABUPATENMURUNG RAYA (Doctoral dissertation, universitas islamKalimantan MAB).

Kurniati, Y. D. (2018). Pengaruh Metode Penyuluhan Giziterhadap Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu Balita di Wilayah KerjaPuskesmas Watukumpul (Doctoral dissertation, UniversitasMuhammadiyah Semarang).

Nurmawati, D, G., & Brahmana, N. (2021). Analisis faktor resikokejadian stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas RamungKecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah. Journal of HealthcareTechnology and Medicine, 7(2), 1152.

Norsanti, N. (2021). EFEKTIVITAS PROGRAM PERCEPATAN PENURUNANSTUNTING DI KECAMATAN BATUMANDI KABUPATEN BALANGAN (Studi Kasus PadaDesa Mampari dan Desa Banua Hanyar). Jurnal Administrasi PublikDan Pembangunan, 3(1), 10-21.

Perpres RI. (2013). Nomor 42 Tahun 2013 Tentang GerakanNasional Percepatan Perbaikan Gizi. Peraturan Pesiden RepublikIndonesia. jakarta: www.hukumonline.com

Pakpahan, J. P. (2021). Cegah Stunting Dengan PendekatanKeluarga. Yogyakarta: Penerbit Gava Media

PERBUP Bener Meriah. (2020). Nomor 15 tentang Pencegahan danPenanganan Stunting Terintegrasi. Peraturan Bupati BenerMeriah, Indonesia.

Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya.Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,11(1), 225–229.https://doi.org/10.35816/JISKH.V11I1.253

Suhita, B. M., Saputra, D. M., Atini, D. S., Trisnawati, D. A., &Sulasiyah, S. S. (2023). Strategi Peningkatan Cakupan Inisiasi MenyusuDini di Rumah Sakit Umum Muslimat Ponorogo. Jurnal PeduliMasyarakat, 5(1), 137-146

Published

2023-07-14

How to Cite

Febriyanti, L., & Harahap, R. A. (2023). Analisis Implementasi Kebijakan Pencegahan Dan Penanganan Stunting Terintegrasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampahan Kabupaten Bener Meriah. Health Information : Jurnal Penelitian, 15(1). Retrieved from https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/hijp/article/view/979

Issue

Section

Journal Supplement

Citation Check

Most read articles by the same author(s)